Penebangan Berlebih Mangrove Ancam Keseimbangan Ekosistem Tanakeke

Luqman Zainuddin
Kamis, 25 Apr 2024 13:27
Penebangan Berlebih Mangrove Ancam Keseimbangan Ekosistem Tanakeke
Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Pulau Tanakeke dibentuk awasi pemanfaatan berlebih mangrove. Foto: Istimewa
Comment
Share
TAKALAR - Pemanfaatan dengan penebangan berlebih mangrove di Kecamatan Tanakeke, Kabupaten Takalar menjadi perhatian pemerintah serta lembaga terkait. Padahal, aktivitas ini mengancam keseimbangan ekosistem.

Masyarakat Tanakeke memanfaatkan kayu mangrove untuk segala kepentingan. Mulai dari kayu bakar untuk kebutuhan rumah tangga, patok rumput laut, sampai usaha arang mangrove.

Sayangnya, praktik pemanfaatan kayu melalui penebangan berlebih kadang kala tidak mempertimbangkan keseimbangan ekosistem. Ancaman terhadap ekosistem pesisir tak hanya datang dari penebangan, namun juga pembukaan area mangrove untuk lahan tambak, ilegal fishing, sampai penggalian areal pesisir untuk mengambil batu karang.

Persoalan-persoalan yang terjadi ini membuat masyarakat dan pemerintah desa Kepulauan Tanakeke membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Pulau Tanakeke. Kelompok ini dibentuk sebagai upaya pengawasan dan meminimalisir kerusakan ekosistem pesisir.

Sebelum menjalankan fungsinya, anggota Pokmaswas akan dibekali dan diperkuat kapasitasnya melalui pelatihan dan kegiatan peningkatan kapasitas lainnya baik itu pemahaman terkait kebijakan dan aturan, teknis patroli, pengawasan, dan monitoring serta bagaimana bersinergi. Mereka akan berkolaborasi dengan berbagai pihak berwenang.



Kepala Desa Tompotanah, Kecamatan Tanakeke Awaluddin mengapresiasi sinergi berbagai pihak memberikan dukungan dan kontribusi dalam melindungi lingkungan mangrove dan laut di wilayah Tanakeke.

Ia menjelaskan, kegiatan ini mencakup peningkatan pengawasan dan patroli oleh Pokmaswas untuk mencegah aktivitas ilegal yang dapat merusak ekosistem, seperti penangkapan ikan menggunakan alat yang merusak dan penebangan hutan mangrove.

Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel diwakili Bidang Pengawasan Deasi Ariany Amin menerangkan bahwa Pokmaswas dapat melakukan pengawasan karena telah memperoleh legalitas secara hukum dan terlindungi setelah penandatanganan Surat Keputusan (SK).

"Harapan ke depannya, Pokmaswas dapat membantu pemerintah dalam upaya penyadaran hukum dengan menggunakan prinsip 3M (melihat atau mendengar, mencatat dan melaporkan),” kata dia.

Selain itu, ia menilai dengan sinergi ini menjadi langkah positif untuk melibatkan kolaborasi antara kelompok masyarakat, pemerintah desa, dan instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan dalam upaya perlindungan ekosistem mangrove dan laut di wilayah Tanakeke.



Beberapa hal yang bisa dilakukan dalam kerangka kolaborasi tersebut antara lain, peningkatan pengawasan dan patroli, melalui kegiatan yang melibatkan Pokmaswas di wilayah pesisir untuk mencegah aktivitas ilegal yang merusak ekosistem.

Kemudian mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan mangrove dan laut serta dampak negatif dari aktivitas ilegal seperti penangkapan ikan yang merusak atau penebangan mangrove. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam upaya perlindungan lingkungan dengan melibatkan mereka dalam kegiatan pengawasan dan melaporkan kegiatan yang mencurigakan.

Pemberdayaan Masyarakat, seperti Pokmaswas untuk menjadi garda terdepan dalam melindungi ekosistem pesisir, serta memberikan pelatihan dan peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mereka.

Serta Koordinasi antar pihak terkait antara kelompok masyarakat, pemerintah desa, dan instansi terkait dalam merumuskan strategi perlindungan lingkungan yang efektif dan berkelanjutan.

Ahmad Zaenal, Perwakilan Cabang Dinas Kelautan Mamminasata menegaskan bahwa faktor keseimbangan lingkungan merupakan faktor yang penting. Jangan berlindung dibalik kata penggunaan atau pemanfaatan yang tidak ada habisnya.



"Boleh saja melakukan penebangan jika memang pelaku sebagai pemilik lahan dan juga yang melakukan penanaman tersendiri tetapi tentu perlu memperhatikan kepentingan lingkungan," katanya.

Direktur Yayasan Hutan Biru, Rio Ahmad, menambahkan, saat ini laju kerusakan mangrove di Kepulauan Tanakeke lebih cepat daripada laju pertumbuhannya karena dampak dari pemanfaatan tidak berkelanjutan yang terjadi saat ini.

"Perlu sinergi multi pihak untuk mengendalikan kerusakan ekosistem pesisir dan laut di Kepulauan Tanakeke. Upaya pengelolaan mangrove dan wilayah perairan harus difokuskan pada upaya memulihkan ekosistem yang rusak dan melindungi yang masih dalam kondisi yang baik dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi," pungkas dia.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru