Kajati Sulsel Hadiri Bimtek Penanganan Kasus Narkotika dengan Keadilan Restoratif

Luqman Zainuddin
Kamis, 30 Mei 2024 19:13
Kajati Sulsel Hadiri Bimtek Penanganan Kasus Narkotika dengan Keadilan Restoratif
Suasana Bimtek Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif. Foto: Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel Agus Salim menghadiri Bimbingan Teknis (Bimtek) Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif di Grand Shayla Novotel, Kota Makassar, Kamis (30/5/2024).

Peserta bimtek adalah Asisten Tindak Pidana Umum dan Kepala Seksi Narkotika dan Zat Adiktif pada Kejati Sulsel, Kejati Sulawesi Utara, Kejati Sulawesi Tengah, Kejati Sulawesi Tenggara, Kejati Sulawesi Barat dan Kejati Gorontalo, Kepala Kejaksaan Negeri, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dan para Kepala Seksi Tindak Pidana Umum berbagai Kejaksaan Negeri di Sulawesi.

Dalam sambutannya, Agus Salim menyampaikan bahwa hukum yang baik idealnya memberikan sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat dari pada sekadar hanya sebatas prosedur hukum semata. Di samping itu, hukum juga harus kompeten dan adil, mampu mengenali keinginan publik yang tergambar dalam hukum yang hidup di masyarakat serta berorientasi terhadap tercapainya nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum.

"Untuk itu diperlukan adanya hukum yang responsive sebagai sebuah jawaban atas keinginan masyarakat terhadap pemberlakuan hukum yang berlandaskan hukum yang hidup di masyarakat (living law)," ujar Agus Salim.

Agus Salim melanjutkan, sejak awal perkembangan pelaksanaan sistem peradilan pidana khususnya pada konsep pemidanaan, baik di Indonesia maupun secara global, pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana masih bersifat retributif yang menitikberatkan pada penghukuman pelaku tindak pidana.



Orientasi penghukumannya bertujuan untuk melakukan pembalasan dan pemenuhan tuntutan kemarahan publik akibat perbuatan pelaku. Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran paradigma alternatif yang ditawarkan untuk menggantikan keadilan berbasis pembalasan, yaitu menitikberatkan pada pentingnya solusi untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat.

"Namun tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku, yang saat ini kita kenal dengan istilah Restoratif Justice atau keadilan restoratif, kondisi ini dimaksudkan untuk menjawab berbagai problematika dan tantangan zaman serta kritik terhadap proses penegakan hukum pidana," urai pria kelahiran Luwu itu.

Ia kemudian mengurai kebijakan Jaksa Agung dalam rangka mewujudkan pelaksanaan keadilan restoratif penegakan hukum pidana. Antara lain Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Kedua, pedoman Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana;

Terakhir, Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika.



Pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan perkara tindak pidana narkotika sebagaimana yang dirumuskan dalam Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika, kata dia, merupakan salah satu solusi yang sangat dibutuhkan untuk membantu Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk menekan yang kelebihan kapasitas pemasyarakatan.

Terbitnya Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika, merupakan reorientasi kebijakan penegakan hukum dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang penuntutan yang dilakukan dengan mengoptimalkan Lembaga Rehabilitasi.

Hal ini tentu akan mengubah pola kerja dari Penuntut Umum terhadap penanganan perkara penyalahgunaan narkotika. Selama ini penjeraan bagi yang melakukan penyalahgunaan narkotika dalam pasal 127 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, berorientasi pada hukuman badan berupa pemenjaraan satu sampai empat tahun.

Tetapi dengan adanya Pedoman Nomor 18 Tahun 2021, diharapkan tidak perlu dilakukan pemenjaraan terhadap pelaku, namun diberikan rehabilitasi yang dilakukan dengan mengedepankan keadilan restoratif dan kemanfaatan.

Selain itu juga dengan mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, asas pidana sebagai upaya terakhir, cost and benefit analysis, dan pemulihan pelaku, maka Jaksa selaku pengendali perkara berdasarkan asas dominus litis, dapat menyelesaikan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi.

Pada akhir sambutannya Kajati Sulsel berharap bahwa semoga kegiatan bimbingan teknis ini berjalan dengan lancar dan bermanfaat bagi peningkatan kemampuan teknis para Jaksa dalam penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana Narkotika melalui pendekatan keadilan restoratif.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru