Problem Visa Ziarah Mengemuka dalam Diskusi Publik MUI Makassar

Luqman Zainuddin
Selasa, 30 Jul 2024 23:28
Problem Visa Ziarah Mengemuka dalam Diskusi Publik MUI Makassar
Diskusi publik bertema "Problematika dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji" di Hotel Golden Tulip Makassar, kemarin. Agenda ini dislaksanakan MUI Kota Makassar bersama sejumlah pihak. Foto: Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Penyelenggaraan ibadah haji tahun ini diwarnai banyaknya jemaah datang ke Mekah, Arab Saudi dengan visa ziarah. Padahal, dokumen tersebut tak dapat digunakan melaksanakan haji, begitupun umrah.

Persoalan ini pun memantik Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Makassar menggelar diskusi publik bertema "Problematika dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji" di Hotel Golden Tulip Makassar, Selasa 30 Juli 2024.

Diskusi publik itu dibuka Staf ahli Bidang Kemasyarakatan dan Pengembangan SDM Pemkot Makassar Aryati Puspasari Abady mewakili Wali Kota Makassar.

Peserta diskusi berasal dari MUI se-Kecamatan Makassar, Kementerian Agama, dan puluhan agen travel perjalan haji dan umrah.

Kabid Penyelenggaraan Ibadah Haji Kemenag Sulsel Iqbal Ismail menjelaskan, visa ziarah sangat mencoreng penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Padahal, pemerintah dan penyelenggara telah bekerja keras menyukseskan penyelenggaraan ibadah haji.



“Berdasarkan fatwa Pengurus Harian Syuriah NU, menyatakan bahwa haji dengan visa non haji atau visa ziarah itu sah tapi cacat. Kalau sekadar ziarah ke makam Rasulullah, silahkan. Tapi kalau mau haji dan umrah, ya harus pakai visa haji dan visa umrah,” kata Iqbal Ismail, dalam siaran pers yang diterima.

Iqbal bilang, masyarakat yang memanfaatkan visa ziarah karena melihat rata-rata daftar tunggu di Sulsel mencapai 47 tahun. Saat ini, daftar tunggu haji di Sulsel mencapai 243.068 orang. Karena daftar tunggu yang lama, makanya banyak masyarakat yang mau ambil jalan pintas.

“Oleh karena itu, untuk menyikapi hal ini, Majelis Ulama perlu memberikan fatwa sebagai pencerahan kepada warga Makassar mengenai visa ziarah ini,” harap Iqbal.

Ketua Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) Sulsel Bunyamin Yapid yang menjadi pembicara kedua justru mengusulkan pemerintah Indonesia melegalkan visa ziarah. Menurutnya, visa ziarah merupakan visa yang diterbitkan Pemerintah Arab Saudi secara sah dan legal.

“Sikap negara kita terhadap keberadaan visa ziarah belum jelas hukumnya, apakah black atau white. Karena kita abu-abu, sebaiknya legalkan saja visa ziarah itu. Kalau tidak mau akomodir, apa jalan yang baik, karena keinginan masyarakat untuk berangkat haji seperti banjir besar, tidak bisa dibendung,” kata Bunyamin.



Bunyamin memaparkan bahwa Pemerintah Arab Saudi memang memberi celah dengan menerbitkan celah visa ziarah. Indikasinya, Arab Saudi membuka diri dengan menyiapkan pesawat langsung Jakarta-Riyadh. Saudi menutup Riyadh tapi membuka Jeddah.

Namun demikian, Bunyamin mengakui dari sisi penyelenggaraan visa ziarah terdapat penyalahgunaan penggunaan visa haji. Jangan bungkus visa ziarah dengan haji khusus. Karena itu pelanggaran.

“Haji dalam keadaan menyogok, apa fatwanya?,” tanya Bunyamin.

Pembicara ketiga, anggota Komisi Fatwa MUI Makassar Dr. Hj. Saenab, menyampaikan bahwa visa ziarah bisa dipandang dari sisi kemafsadatan dan kemashalatannya. Ia mengatakan, visa ziarah sangat tepat ditolak karena kemudharatannya lebih besar dibanding kemashlatannya.

“Hal itu bisa kita lihat dari data yang ada. Misalnya, tahun 2019 ada 50 orang jamaah yang hanya sampai di Bandara Dammam dan Abu Dhabi. Lainnya adalah kerugian dana yang dialamai calon jamaah hingga ada yang dipenjara,” papar Hj. Saenab.



Sementara itu, Ketua MUI Kota Makassar Anregurutta Syekh Dr H Baharuddin HS memberikan beberapa catatan untuk solusi problematika penyelenggaraan ibadah haji ke depan. Salah satunya memperluas kawasan penyelenggaraan ibadah haji.

Langkah ini untuk mengakomodir besarnya antusias masyarakat menunaikan ibadah haji, dibuktikan dengan panjangnya daftar tunggu.

“Saya berpikir, seharusnya Mina sudah bisa diperluas, Arafah bisa diperluas, dan Musdalifah bisa diperluas dengan surat keputusan penetapan oleh Pemerintah Arab Saudi. Bukankah Masjidil Haram juga sudah mengalami perluasan. Seperti kata Rasulullah, kalau Masjid Haram diperluas diperluas sampai Yaman, maka sampai di Yaman termasuk kawasan Masjidil Haram,” jelas Syekh Baharuddin.

Pada sesi tanya jawab, para peserta terlihat sangat antusias dalam merespon pandangan dari para pemateri. Mereka mengajukan berbagai argumentasi atas pandangan mereka tentang problematika visa ziarah untuk dalam penyelenggaraan ibadah haji.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru