Kepala Desa Uluere Bantah Klaim Tanah Ulayat Pong Salamba
Jum'at, 21 Feb 2025 16:49

Kepala Desa Uluere, Arman, menegaskan lahan yang diklaim oleh kelompok atas nama Pong Salamba bukan tanah ulayat. Foto/Istimewa
MAKASSAR - Isu kepemilikan tanah ulayat kembali mencuat di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Kelompok yang menamakan diri Pong Salamba mengklaim lahan di kawasan hutan sebagai bagian dari tanah adat mereka. Klaim ini memicu keresahan dan mendapat respons dari berbagai pihak, termasuk pemerintah desa dan tokoh masyarakat setempat, yang menegaskan bahwa wilayah yang diklaim tidak memiliki catatan historis sebagai tanah ulayat.
Menanggapi hal ini, Kepala Desa Uluere, Arman, menegaskan bahwa klaim tersebut tidak benar. Setelah melakukan verifikasi dengan sejumlah tokoh masyarakat dan aparat desa, ia menyatakan bahwa tidak ada yang mengetahui adanya tanah ulayat di wilayah tersebut.
Arman menyebutkan, wilayah yang diklaim tidak memiliki catatan historis di Desa Ululere sebagai bagian dari kepemilikan adat. Desa Ululere merupakan pemekaran dari Desa Kolono sejak 1937, dan masyarakat asli Desa Ululere tidak pernah mengetahui klaim terkait tanah ulayat oleh kelompok Pong Salamba.
“Sejak saya lahir tahun 1980 hingga bekerja di area tambang pada 2009-2010, tidak pernah ada aktivitas yang menunjukkan adanya tanah ulayat di lokasi tersebut. Kami juga telah menggali informasi dari tokoh masyarakat, dan mereka menyatakan klaim tersebut tidak benar,” tegas Arman.
Pernyataan ini diperkuat oleh mantan Kepala Desa Ululere, Abdul Aziz, yang menjabat sejak 2006 hingga 2012. Ia menegaskan bahwa selama masa jabatannya, tidak ada kelompok masyarakat yang mengklaim kepemilikan adat atas lahan di desa tersebut.
“Saya beberapa kali mengikuti pertemuan terkait batas wilayah antara Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, baik di Sorowako maupun Palu. Namun, klaim tanah ulayat ini baru saya dengar sekarang,” kata Abdul Aziz.
“Sepengetahuan saya, tidak ada kelompok mana pun yang mengklaim bahwa di lokasi tersebut ada tanah ulayat,” tambahnya.
Sikap Pemerintah Desa & Masyarakat
Pemerintah Desa Ululere menegaskan bahwa klaim tersebut perlu dikaji lebih lanjut oleh pihak berwenang. Arman menilai bahwa tanpa keterlibatan penuh dari pemerintah daerah, permasalahan ini berpotensi menimbulkan konflik horizontal antara masyarakat Desa Ululere dan kelompok Pong Salamba.
“Ini bukan hanya tentang desa kami, tapi juga menyangkut wilayah Kabupaten Morowali secara keseluruhan. Pemerintah daerah harus hadir agar tidak terjadi konflik,” ujar Arman.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ululere, Abd Halik, mendukung pernyataan tersebut. Dirinya menyatakan bahwa selama masa eksplorasi PT Vale pada 2006-2008, tidak ditemukan adanya klaim tanah ulayat di area yang kini dipermasalahkan.
“Saya pernah terlibat dalam eksplorasi PT Vale di area tersebut pada 2006-2008, dan saat itu tidak pernah ada klaim tanah ulayat. Kenapa klaim ini baru mencuat sekarang? Kenapa tidak dari dulu?” ujarnya.
Dugaan Pungutan Liar
Pada 17 Februari 2025, pemerintah desa mengunjungi lokasi yang diklaim sebagai tanah ulayat dan menemukan indikasi adanya praktik pungutan liar. Arman menegaskan bahwa pihaknya tidak menginginkan adanya pungutan tanpa dasar hukum di wilayah administratif Desa Ululere.
“Kami telah melakukan pertemuan sebelumnya bersama OPD terkait dan tegas menyampaikan bahwa pungutan liar yang terjadi saat ini sangat meresahkan warga kami, dan sangat berpotensi menimbulkan konflik horizontal. Kami sangat tidak menginginkan adanya pungutan liar tanpa dasar hukum,” jelasnya.
Pemerintah Desa Ululere menyerahkan penyelesaian masalah ini kepada pemerintah daerah, mengingat persoalan ini melibatkan wilayah administratif yang lebih luas. Di sisi lain, izin usaha di wilayah tersebut telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat kepada perusahaan tambang yang beroperasi secara legal.
“Perusahaan yang memiliki izin di lahan ini telah mendapatkan ketetapan dari pemerintah pusat. Kami di tingkat desa harus mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan,” ujar Arman.
Hingga saat ini, pemerintah daerah Morowali belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait klaim tanah ulayat ini. Namun, masyarakat setempat berharap agar isu ini dapat diselesaikan secara jelas agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.
Sementara itu, PT Vale Indonesia Tbk sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) di wilayah tersebut memiliki dasar hukum yang kuat dalam menjalankan operasionalnya. Perusahaan telah memenuhi semua persyaratan perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan menjalankan kegiatan tambang sesuai regulasi yang berlaku.
Dengan status ini, setiap aktivitas yang dilakukan di dalam area konsesi telah mendapat legitimasi dari negara, sehingga tuduhan penyerobotan lahan perlu dikaji lebih dalam berdasarkan fakta hukum yang ada.
Menanggapi hal ini, Kepala Desa Uluere, Arman, menegaskan bahwa klaim tersebut tidak benar. Setelah melakukan verifikasi dengan sejumlah tokoh masyarakat dan aparat desa, ia menyatakan bahwa tidak ada yang mengetahui adanya tanah ulayat di wilayah tersebut.
Arman menyebutkan, wilayah yang diklaim tidak memiliki catatan historis di Desa Ululere sebagai bagian dari kepemilikan adat. Desa Ululere merupakan pemekaran dari Desa Kolono sejak 1937, dan masyarakat asli Desa Ululere tidak pernah mengetahui klaim terkait tanah ulayat oleh kelompok Pong Salamba.
“Sejak saya lahir tahun 1980 hingga bekerja di area tambang pada 2009-2010, tidak pernah ada aktivitas yang menunjukkan adanya tanah ulayat di lokasi tersebut. Kami juga telah menggali informasi dari tokoh masyarakat, dan mereka menyatakan klaim tersebut tidak benar,” tegas Arman.
Pernyataan ini diperkuat oleh mantan Kepala Desa Ululere, Abdul Aziz, yang menjabat sejak 2006 hingga 2012. Ia menegaskan bahwa selama masa jabatannya, tidak ada kelompok masyarakat yang mengklaim kepemilikan adat atas lahan di desa tersebut.
“Saya beberapa kali mengikuti pertemuan terkait batas wilayah antara Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, baik di Sorowako maupun Palu. Namun, klaim tanah ulayat ini baru saya dengar sekarang,” kata Abdul Aziz.
“Sepengetahuan saya, tidak ada kelompok mana pun yang mengklaim bahwa di lokasi tersebut ada tanah ulayat,” tambahnya.
Sikap Pemerintah Desa & Masyarakat
Pemerintah Desa Ululere menegaskan bahwa klaim tersebut perlu dikaji lebih lanjut oleh pihak berwenang. Arman menilai bahwa tanpa keterlibatan penuh dari pemerintah daerah, permasalahan ini berpotensi menimbulkan konflik horizontal antara masyarakat Desa Ululere dan kelompok Pong Salamba.
“Ini bukan hanya tentang desa kami, tapi juga menyangkut wilayah Kabupaten Morowali secara keseluruhan. Pemerintah daerah harus hadir agar tidak terjadi konflik,” ujar Arman.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ululere, Abd Halik, mendukung pernyataan tersebut. Dirinya menyatakan bahwa selama masa eksplorasi PT Vale pada 2006-2008, tidak ditemukan adanya klaim tanah ulayat di area yang kini dipermasalahkan.
“Saya pernah terlibat dalam eksplorasi PT Vale di area tersebut pada 2006-2008, dan saat itu tidak pernah ada klaim tanah ulayat. Kenapa klaim ini baru mencuat sekarang? Kenapa tidak dari dulu?” ujarnya.
Dugaan Pungutan Liar
Pada 17 Februari 2025, pemerintah desa mengunjungi lokasi yang diklaim sebagai tanah ulayat dan menemukan indikasi adanya praktik pungutan liar. Arman menegaskan bahwa pihaknya tidak menginginkan adanya pungutan tanpa dasar hukum di wilayah administratif Desa Ululere.
“Kami telah melakukan pertemuan sebelumnya bersama OPD terkait dan tegas menyampaikan bahwa pungutan liar yang terjadi saat ini sangat meresahkan warga kami, dan sangat berpotensi menimbulkan konflik horizontal. Kami sangat tidak menginginkan adanya pungutan liar tanpa dasar hukum,” jelasnya.
Pemerintah Desa Ululere menyerahkan penyelesaian masalah ini kepada pemerintah daerah, mengingat persoalan ini melibatkan wilayah administratif yang lebih luas. Di sisi lain, izin usaha di wilayah tersebut telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat kepada perusahaan tambang yang beroperasi secara legal.
“Perusahaan yang memiliki izin di lahan ini telah mendapatkan ketetapan dari pemerintah pusat. Kami di tingkat desa harus mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan,” ujar Arman.
Hingga saat ini, pemerintah daerah Morowali belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait klaim tanah ulayat ini. Namun, masyarakat setempat berharap agar isu ini dapat diselesaikan secara jelas agar tidak menimbulkan konflik berkepanjangan.
Sementara itu, PT Vale Indonesia Tbk sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) di wilayah tersebut memiliki dasar hukum yang kuat dalam menjalankan operasionalnya. Perusahaan telah memenuhi semua persyaratan perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan menjalankan kegiatan tambang sesuai regulasi yang berlaku.
Dengan status ini, setiap aktivitas yang dilakukan di dalam area konsesi telah mendapat legitimasi dari negara, sehingga tuduhan penyerobotan lahan perlu dikaji lebih dalam berdasarkan fakta hukum yang ada.
(TRI)
Berita Terkait

Ekbis
Prof Abrar Saleng: PT Vale Sudah Taat di Tanamalia, Masalah Utama Adalah Penyerobotan Hutan
Guru Besar Hukum Pertambangan Universitas Hasanuddin, Prof Abrar Saleng, saat diundang sebagai Tenaga Ahli dalam rapat dengan Anggota DPRD Luwu Timur.
Selasa, 20 Mei 2025 20:27

Makassar City
Lahan PT Aditarina Masih Dihuni Warga, DPRD Makassar Siap Kawal Pengosongan
DPRD Kota Makassar menggelar RDP bersama PT Aditarina Arispratama. Pertemuan itu membahas kondisi lahan milik perusahaan di Kelurahan Bitoa, yang masih ditempati beberala warga secara ilegal.
Selasa, 20 Mei 2025 19:54

News
Seba-seba Masuk Wilayah Konsesi PT Vale, Semua Kegiatan Operasional Kantongi Izin Resmi
Head of Corporate Communication PT Vale Indonesia, Vanda Kusumaningrum, menegaskan seluruh kegiatan operasional, termasuk di wilayah Lantua/Seba-seba yang merupakan kawasan hutan, dilaksanakan berdasarkan izin resmi.
Rabu, 30 Apr 2025 18:26

Ekbis
PT Vale Produksi 17.027 Ton Nikel Matte di Triwulan I 2025
PT Vale Indonesia Tbk (“PT Vale” atau “Perseroan”, IDX Ticker: INCO) hari ini mengumumkan capaian produksi nikel dalam matte sebesar 17.027 metrik ton pada triwulan pertama tahun 2025 (1T25).
Selasa, 29 Apr 2025 21:11

Sulsel
Cerita dari Loeha Raya tentang Ruang Hidup, Perempuan, dan Masa Depan Inklusif
Di balik rimbunnya kebun merica yang menyelimuti perbukitan Loeha Raya, tersembunyi kisah tentang perjuangan, ketahanan, dan harapan akan masa depan yang lebih inklusif.
Kamis, 24 Apr 2025 22:05
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Ada Ketidakadilan! Dewan Sayangkan Minimnya Perbaikan Jalan Multiyears di Toraja
2

Diprotes Warga, DPRD Sulsel Bakal Tinjau Tambang Galian C di Tikala Toraja Utara
3

Smartfren Run 2025: Ajak 5.000 Pelari, Total Hadiah Rp200 Juta
4

Fahri Bachmid dan Anas Urbaningrum Beri Pembekalan Kader HMI di Makassar
5

Honda Student Star: Kolaborasi Edukatif dan Hiburan di SMAN 1 Gowa
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Ada Ketidakadilan! Dewan Sayangkan Minimnya Perbaikan Jalan Multiyears di Toraja
2

Diprotes Warga, DPRD Sulsel Bakal Tinjau Tambang Galian C di Tikala Toraja Utara
3

Smartfren Run 2025: Ajak 5.000 Pelari, Total Hadiah Rp200 Juta
4

Fahri Bachmid dan Anas Urbaningrum Beri Pembekalan Kader HMI di Makassar
5

Honda Student Star: Kolaborasi Edukatif dan Hiburan di SMAN 1 Gowa