Penerapan Azas Hukum Fiktif Positif dalam Tata Kelola Pemerintahan  

Jum'at, 28 Nov 2025 09:17
Penerapan Azas Hukum Fiktif Positif dalam Tata Kelola Pemerintahan  
Pemerhati Hukum Lutfie Natsir. Foto/Istimewa
Comment
Share
Lutfie Natsir, SH. MH, CLa
(Pemerhati Hukum)

Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 53, sebagaimana telah diubah dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang Undang, Bab XI, Bagian Kedua Administrasi Pemerintahan, Pasal 175, Angka 7 disebutkan Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

(1) Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

(3) Dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan Keputusan dan/atau Tindakan sebagai Keputusan atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.

(4) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Presiden.

Ketentuan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sebagaimana telah diubah dalam Undang Undang Cipta Kerja Pasal 175 angka 7 tidak memberikan penjelasan tentang kriteria keputusan / tindakan Fiktif Positif Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.

Dalam aspek Hukum Administrasi Negara, ada tiga jenis tindakan hukum Pemerintahan yaitu :
1. Melakukan perbuatan materil (materiele daad),
2. Mengeluarkan peraturan (regeling),
3. Mengeluarkan keputusan/ketetapan (beschikking).

Pada awalnya terhadap sikap diam pemerintah ini tidak dapat memberikan kepastian hukum bagi pemohon keputusan atau tindakan pemerintah oleh karena tidak ada keputusan yang diterbitkan. Pada prinsipnya pemerintah tidak boleh mengambil manfaat dari sikap diamnya, keadaan ini dapat menutup peluang mendapat jawaban bagi orang perseorangan atau perusahaan tanpa batas waktu.

Oleh karena itu keputusan implisit telah diciptakan. Tujuannya adalah setelah tenggang waktu tertentu (selama 5 hari sejak permohonan di ajukan) apabila dalam batas waktu tersebut, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.

Keputusan fiktif lahir sebagai sarana untuk memberikan ruang bagi publik untuk mendapat kepastian hukum atas permohonan keputusan dan tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintah, mengapa diperlukan pengaturan tentang keputusan fiktif? Pertama, untuk melindungi pemohon, sebagai salah satu syarat hak konstitusional untuk mendapat kepastian hukum dengan adanya suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur akibat sikap diam pemerintah terhadap permohonan.

Pengertian Tindakan Fiktif Positif Badan dan / atau Pejabat Pemerintahan Negara Indonesia merupakan negara hukum, yang baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan pelaksanaan lainnya yang dilaksanakan oleh administrasi negara selaku alat perlengkapan negara yang menyelenggarakan tugas servis publik.

Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan atau dalam rangka merealisir tujuan negara harus memiliki dasar hukum atau dasar kewenangan. Dalam hukum administrasi dikenal dengan asas legalitas. Artinya setiap aktifitas pemerintah harus memiliki dasar pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undanganyang berlaku, maka aparat pemerintah tidak memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya.

Dalam praktek dan perkembangannya tindakan pemerintahan itu tidak semata-mata harus berdasarkan wewenang yang diberikan undang-undang atau peraturan perundang-undangan, tetapi juga harus memperhatikan hukum yang berlaku.

Dengan kata lain pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan tidak semata-mata harus mendasarkan pada peraturan tertulis tetapi juga harus memperhatikan hukum tidak tertulis atau yang dikenal dengan istilah asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

Tugas dan fungsi pemerintahan harus berdasarkan wewenang karena pada saat pemerintah melaksanakan tugas dan fungsinya secara yuridis pemerintah melakukan perbuatan hukum, yakni suatu tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu atau suatu tindakan hukum adalah tindakan yang dimaksudkan untuk menciptakan hak dan kewajiban. Tanpa dasar peraturan perundang-undangan, tindakan hukum pemerintah akan dikategorikan sebagai tindakan hukum tanpa kewenangan dan dikategorikan sebagai tindakan yang tidak sah (onrechtmatige daad).

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, Tindakan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya dalam melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret/ faktual (materieele daad) dikenal dengan Tindakan Administrasi Pemerintahan (Tindakan), Pasal 1 UU No 30 Tahun 2014 sebagai telah diubah dalam UU No 6 tahun 2023 Tentang Cipta Kerja Ketentuan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

1. Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

2. Fungsi Pemerintahan adalah fungsi dalam melaksanakan Administrasi Pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelindungan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.

3. Atasan Pejabat adalah atasan pejabat langsung yang mempunyai kedudukan dalam organisasi atau strata pemerintahan yang lebih tinggi.

4. Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

5. Kewenangan Pemerintahan yang selanjutnya disebut Kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.

6. Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.

7. Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau Penyelenggara Negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

Terminologi fiktif positif tidak disebutkan secara eksplisit dalam Undang Undang Administrasi Pemerintahan, Istilah ini merupakan fiksi hukum yang digunakan untuk mempermudah konstruksi hukum dalam Pasal 53 Undang Undang Administrasi Pemerintahan sebagaimana diubah oleh UU Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja Pasal 175 . Fiksi hukum yang dianut dalam Undang Undang Administrasi Pemerintahan, sikap diam berarti mengabulkan (disebut keputusan/ tindakan fiktif positif).

Demikian sekadar disampaikan semoga menjadi Amal Ibadah disisi Allah SWT, Jazakallahu Khairan, Wallahu A’lam Bishawab.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru