Hadapi Pemilu 2024, IAS Dorong KPI Libatkan Masyarakat dalam Pengawasan Penyiaran

Tri Yari Kurniawan
Sabtu, 09 Des 2023 11:06
Hadapi Pemilu 2024, IAS Dorong KPI Libatkan Masyarakat dalam Pengawasan Penyiaran
IAS bersama pembicara lain pada Bimtek Pengawasan Penyiaran Pemilu 2024 di Hotel Melia, Kota Makassar, Jumat (8/12/2023). Foto/Tri Yari Kurniawan
Comment
Share
MAKASSAR - Tokoh masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel), Ilham Arief Sirajuddin (IAS), mendorong Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), termasuk KPID Sulsel untuk lebih meningkatkan pengawasan penyiaran menjelang Pemilu 2024. Salah satunya dengan melibatkan masyarakat.

Hal itu disampaikan oleh IAS saat menjadi pembicara pada Bimtek Pengawasan Penyiaran Pemilu 2024 di Hotel Melia, Kota Makassar, Jumat (8/12/2023). Kegiatan yang diselenggarakan oleh KPI pusat itu menghadirkan pembicara dari KPI pusat, KPID Sulsel, akademisi, tokoh masyarakat dan anggota DPR RI.

"KPI, termasuk KPID Sulsel, harus lebih mendorong lagi agar pengawasan penyiaran itu benar-benar bisa melibatkan masyarakat," kata IAS, yang juga Ketua Radio Amatir Penduduk Indonesia (RAPI) Sulsel.

Diakuinya perlu sosialisasi yang lebih luas terkait jenis dan bentuk pelanggaran lembaga penyiaran terkait siaran pemilu. Musababnya, tidak mungkin mengajak masyarakat melakukan pengawasan, sementara masyarakat sendiri tidak paham apa saja yang termasuk pelanggaran dan bukan.

Ia juga mendorong KPI menciptakan kanal yang mudah terkait mekanisme pelaporan dugaan pelanggaran. Sekaligus menyosialisasikan secara luas kanal pelaporan tersebut.

"Banyak elemen dan lembaga masyarakat yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan, yang bisa diajak untuk menciptakan pengawasan swadaya masyarakat," ujarnya.

Bukan hanya KPI, lembaga penyiaran meliputi TV dan radio juga punya tugas dan tantangan berat menghadapi Pemilu 2024. Olehnya itu, IAS mendorong agar media senantiasa menaati pedoman perilaku penyiaran standar program siaran (P3&SPS). Sedangkan, untuk wartawannya dalam bekerja harus tertib tetap taat pada kode etik jurnalistik.

"Lembaga penyiaran resmi ini adalah milik publik. Diharapkan peran media, khususnya lembaga penyiaran televisi dan radio menjadi penyampai informasi yang baik dan benar selama tahapan Pemilu 2024," jelasnya.

Lebih jauh, IAS menyampaikan media penyiaran juga mengalami tantangan terkait potensi konflik kepentingan bagi media yang dimiliki politikus. Sudah diketahui publik, rata-rata lembaga TV arus utama dimiliki oleh pengusaha sekaligus politikus, semisal Hary Tanoesoedibjo (owner MNC Group), Surya Paloh (owner Metro TV) dan Abu Rizal Bakri (owner TV One & ANTV).

Tantangan lain menjelang Pemilu 2024 bagi lembaga penyiaran, kata IAS adalah iklan. Jangan juga karena iklan, membuat lembaga penyiaran tidak berimbang dalam menyiarkan peserta pemilu.

"Tantangan terbesar sebuah lembaga penyiaran untuk bisa independen dan memberi kesempatan yang sama bagi para kontestan pemilu adalah belanja iklan. Selalu saja ada potensi privilege berlebihan untuk mereka yang belanja media lebih besar," jelasnya.

Pada kesempatan itu, IAS mengatakan masyarakat pada umumnya menaruh harapan besar agar lembaga penyiaran semakin melipatgandakan upayanya menangkal hoaks atau berita bohong. Apalagi, lembaga penyiaran diyakini masih memiliki tingkat kepercayaan lebih baik di mata masyarakat dari pada informasi yang beredar lewat media sosial.

"Jangan malah sebaliknya, lembaga penyiaran menjadi tempat beredarnya informasi yang tidak benar, provokatif, fitnah dan hinaan terhadap agama," pungkasnya.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru