Mengancam Kebebasan Pers, IJTI Sulsel Tegas Tolak RUU Penyiaran

Tim Sindomakassar
Senin, 20 Mei 2024 16:24
Mengancam Kebebasan Pers, IJTI Sulsel Tegas Tolak RUU Penyiaran
Ketua IJTI Sulsel, Andi Mohammad Sardi, secara tegas menyatakan sikap lembaganya untuk menolak draft RUU Penyiaran yang dinilai mengancam kebebasan pers. Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran terus menuai kritik. Sejumlah pasal dalam draft RUU Penyiaran itu dinilai berpotensi memberangus kebebasan pers. Meski muncul penolakan, pembahasan rancangan regulasi penyiaran itu tetap berjalan.

Ikatan Jurnalis Televisi (IJTI) Sulawesi Selatan (Sulsel) secara tegas menolak RUU Penyiaran. Salah satu alasan mendasar karena aturan itu jika disahkan bakal mengancam kebebasan pers.

Salah satu pasal yang menuai protes ialah Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang mengatur larangan penayangan eksklusif liputan investigasi. Sementara liputan investigasi dan ekslusif menjadi mahkotanya jurnalis, karena hasil liputan yang mendalam, membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama.

Diketahui upaya merenggut kemerdekaan pers sudah berlangsung sejak 2007. Upaya tersebut terus berlangsung hingga RUU KUHP tahun 2024. Datanya bahkan telah dikantongi oelh dewan pers terkait Intervensi terhadap kemerdekaan pers yang terus berlangsung.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengatakan larangan untuk menyiarkan liputan investigasi dan ekslusif tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Ada yang toxic terhadap kebebasan pers. Kita belum tau siapa yang memasukan pasal-pasal yang merenggut kemerdekaan pers," katanya.

Ketua IJTI Sulsel, Andi Mohammad Sardi, mempertanyakan sang inisiator hingga terdapat pasal yang merugikan jurnalis. Apalagi dalam salah satu pasal, mewajibkan penyelesaian sengketa pers di KPI. Pelanggaran etik jurnalis akan diselesaikan oleh komisoner yang dipilh oleh anggota DPR.

"Jelas kacau jika ini disahkan. Lembaga penyiaran akan menjadi wahana legislatif memainkan perannya menekan jurnalis. Menjadi ancaman terhadap demokrasi dan kemerdekaan pers," tegasnya.

Ironisnya, IJTI Sulsel sendiri menemukan beberapa kejanggalan pada proses rekrutmen Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Sulsel. Masing-masing komisioner terpilih tidak memiliki latar belakang penyiaran dan bahkan tidak menguasai bidang penyiaran.

Kuat dugaan Dewan Perwakilan Rakyat melakukan uji kelayakan dan kepatutan secara tertutup. Hal tersebut diduga kuat melanggar "PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA, NOMOR : 02/P/KPI/04/2011, TENTANG PEDOMAN REKRUTMEN KOMISI PENYIARAN INDONESIA, yang tertera pada Pasal 9 nomor 5 dan 7 berbunyi, Dewan Perwakilan Rakyat melakukan uji kelayakan dan kepatutan secara terbuka.

Serta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan 9 Anggota KPI Pusat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi menetapkan 7 Anggota KPI Daerah, yang dipilih berdasarkan sistem pemeringkatan (ranking).

Sebelumnya, IJTI Sulsel bersama Koalisi Jurnalis Peduli Penyiaran (KJPP) bahkan telah melayangkan surat kepada ketua DPRD sulsel, sejak 13 mei 2024 lalu, untuk Rapat Dengar Pendapat Umum/RDPU. IJTI ingin mendengarkan langsung terkait adanya masalah dalam proses tahapan pemilihan komisioner (KPI) Daerah Sulsel. Kuat dugaan dua pasal dilanggar dalam proses rekrutmen itu. Namun hingga kini, belum mendapat respons dari Ketua DPRD Sulsel.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru