Kejati Sulsel Selesaikan 4 Perkara dengan Mekanisme Keadilan Restoratif

Selasa, 10 Des 2024 08:58
Kejati Sulsel Selesaikan 4 Perkara dengan Mekanisme Keadilan Restoratif
Ekspose pengajuan Restorative Justice (RJ) di aula Lantai 2 Kejati Sulsel, Senin (9/12/2024). Foto: Kajati Sulsel
Comment
Share
MAKASSAR - 4 kasus pidana yang terjadi di wilayah Provinsi Sulsel diselesaikan dengan mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif. Permohonan keadilan restoratif ini diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) ke Kejati Sulsel.

Ekspose persetujuan pemberian mekanisme keadilan restoratif 4 perkara tersebut dilakukan Kejati Sulsel, kemarin. Hadir dalam agenda tersebut Kepala Kejati Sulsel Agus Salim didampingi Wakajati Sulsel, Teuku Rahman, Asisten Tindak Pidana Umum, Rizal Nyaman Syah dan Koordinator pada Tindak Pidana Umum, Akbar.

Adapun 4 perkara yang disetujui untuk diselesaikan lewat keadilan restoratif berasal dari satuan kerja Kejari Makassar, Bantaeng dan Palopo. Ekspose ini juga jajaran masing-masing Kejari yang mengajukan ekspose keadilan restoratif secara daring lewat aplikasi zoom meeting.

Kajati Sulsel, Agus Salim mengatakan penyelesaian sebuah perkara lewat keadilan restoratif memberikan solusi untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat dengan tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku.

“Kalau kita melihat kondisi rumah dan ekonomi tersangka memang memprihatinkan. Karena itu, keadilan restoratif menjadi solusi terbaik. Dengan catatan, kepentingan korban tetap diutamakan dalam penyelesaian perkara,” ujar Agus Salim.

Adapun keempat perkara tersebut, pertama diajukan oleh Kejari Makassar. Perkara tindak pidana pencurian ini melibatkan sopir jasa transportasi online atas nama Muh Darwis (44). Ia disangkakan pasal 362 KUHPidana (kasus pencurian) lantaran menyembunyikan gawai milik penumpangnya, A Agung (34).

Kasus itu bermula ketika Agung memesan layanan jasa transportasi online melalui gawainya pada Juli 2024 lalu di Jalan Hertasning, Kota Makassar. Pesanan itu kemudian diterima Darwis.

Ketika tiba di lokasi tujuan, Agung turun dari kendaraan namun melupakan gawainya di kendaraan Darwis. Tersangka lantas berbohong bahwa tak ada gawai yang tertinggal di mobilnya. Perangkat tersebut tidak jadi dijual dan simpan selama 2 bulan hingga akhirnya ditemukan penyidik kepolisian saat kembali dinyalakan.

Perkara kedua diajukan Kejari Palopo. Keadilan restoratif diajukan untuk perkara yang menyeret tersangka Agus Santoso alias Agus bin Alm Ilyas (39). Ia diduga melanggar pasal 335 ayat (1) KUHPidana (kasus pengancaman) terhadap korban Hasriani Hatta (25).

Perkara itu terjadi pada Kamis tanggal 17 Oktober 2024 di Jalan Pongtiku, Kelurahan Salobulo Kecamatan Wara Utara, Kota Palopo. Kasus ini dipicu sakit hati Agus teradap Hasriani yang mengeluarkan kata-kata yang merendahkan keluarganya. Agus ketika itu sempat mengancam Hasriani dengan senjata tajam berupa parang.

Dua perkara lain datang dari Kejari Bantaeng. Pertama pertama yang diajukan terkait tindak pidana penganiayaan yang melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP dengan tersangka Ridwan alias Rido bin Salning (19) terhadap korban Asral bin Hayyung (21).

Peristiwa itu bermula dari salah paham yang terjadi antara keduanya melibatkan beberapa orang lain. Dalam kejadian tersebut, Asral terluka akibat terkena sebuah anak panah. Ia juga harus menjalani rawat inap dengan total biaya sebesar Rp13.000.000.

Kasus kedua yang diusulkan untuk RJ juga kasus tindak penganiayaan yang melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) KUHP dengan nama tersangka Bakri bin Baco (38) terhadap korban Asral bin Hayyung (21).

Perkaranya sama dengan tersangka sebelumnya, hanya saja Bakri punya peran sebagai orang yang membonceng pelaku Ridwan alias Rido.

Secara umum, kata Agus Salim, pengajuan RJ dari 4 perkara dilakukan dengan beberapa alasan. Pertama para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bukan residivis. Ancaman pidana penjara juga tidak lebih dari lima tahun, serta masih adanya hubungan kekeluargaan antara koran dan tersangka.

Faktor lain, korban telah memaafkan perbuatan tersangka dan telah ada perdamaian kedua belah pihak serta masyarakat yang merespons positif.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru