Cerita dari Loeha Raya tentang Ruang Hidup, Perempuan, dan Masa Depan Inklusif
Kamis, 24 Apr 2025 22:05

Perempuan Loeha menyuarakan aspirasi tentang harapan terkait masa depan yang lebih inklusif di kampung halamannya. Foto/Istimewa
LUWU TIMUR - Di balik rimbunnya kebun merica yang menyelimuti perbukitan Loeha Raya, tersembunyi kisah tentang perjuangan, ketahanan, dan harapan akan masa depan yang lebih inklusif. Di tengah tarik-menarik antara pelestarian lingkungan dan kebutuhan ekonomi, ada suara-suara yang mengajak duduk bersama, bukan saling menunjuk.
Fatmawati, warga Loeha yang kini mengelola usaha kuliner, mengenang masa tiga tahun lalu saat ia masih berada di garis penolakan terhadap tambang. Namun, waktu dan pengalaman mengajarkannya bahwa membangun masa depan tidak hanya soal menolak, tapi juga membuka pintu dialog.
“Ada waktunya kita bicara keras, tapi ada waktunya kita mendengarkan. Saya melihat PT Vale membuka ruang untuk keterlibatan perempuan, untuk UMKM, dan saya ingin itu tumbuh. Saya ingin anak saya punya lebih banyak pilihan pekerjaan daripada yang saya punya dulu,” ujar Fatmawati.
Antara Lada dan Lapangan Kerja
Merica adalah nadi ekonomi Loeha. Namun, seperti yang diungkapkan Buana, seorang petani dan ibu rumah tangga dari Desa Loeha, hasil kebun tidak selalu cukup memenuhi kebutuhan.
“Ladang saya tidak besar, dan harga merica fluktuatif. Kadang saya harus menjual ayam atau pinjam ke tetangga kalau anak sakit. Saya berharap, kalau ada tambang, kami bisa ikut serta dan tidak sekadar jadi penonton,” katanyaBuana yang dahulu aktif menolak tambang, kini memilih pendekatan kolaboratif.
“Kami bukan melupakan perjuangan, tapi kami juga butuh solusi. Kalau ada ruang untuk masyarakat terlibat, kenapa tidak kita manfaatkan?”
Fatmawati dan Buana sepakat, bahwa keterlibatan warga tetap penting. Jika ada kebijakan yang merugikan, mereka akan bersuara. Tapi mereka percaya, solusi tidak lahir dari konfrontasi tanpa ujung.
Sebaliknya, mereka melihat pendidikan dan pemberdayaan sebagai kunci. Inisiatif mendukung UMKM perempuan, pelatihan generasi muda, serta pembangunan infrastruktur sosial seperti posyandu dan sekolah, menunjukkan bahwa pembangunan bisa bersifat manusiawi jika dilakukan bersama.
“Yang kami butuhkan bukan belas kasih, tapi kemitraan yang adil,” ujar Fatmawati sambil menatap kebun kecilnya.
Menanam Harapan di Tanah Sendiri
Di tengah perbedaan pandangan, satu hal yang pasti: masyarakat Loeha Raya adalah penjaga tanah mereka sendiri. Mereka tahu kapan harus berkata cukup, tapi juga tahu kapan saatnya membuka ruang untuk harapan.
Bagi mereka, masa depan tidak harus menjadi pilihan antara lada atau tambang, tradisi atau teknologi. Yang lebih penting adalah bagaimana semua pihak bisa menjaga keseimbangan bersama.
Mungkin dari Loeha Raya, kita bisa belajar bahwa keberlanjutan sejati dimulai dari kesediaan untuk saling mendengarkan.
Fatmawati, warga Loeha yang kini mengelola usaha kuliner, mengenang masa tiga tahun lalu saat ia masih berada di garis penolakan terhadap tambang. Namun, waktu dan pengalaman mengajarkannya bahwa membangun masa depan tidak hanya soal menolak, tapi juga membuka pintu dialog.
“Ada waktunya kita bicara keras, tapi ada waktunya kita mendengarkan. Saya melihat PT Vale membuka ruang untuk keterlibatan perempuan, untuk UMKM, dan saya ingin itu tumbuh. Saya ingin anak saya punya lebih banyak pilihan pekerjaan daripada yang saya punya dulu,” ujar Fatmawati.
Antara Lada dan Lapangan Kerja
Merica adalah nadi ekonomi Loeha. Namun, seperti yang diungkapkan Buana, seorang petani dan ibu rumah tangga dari Desa Loeha, hasil kebun tidak selalu cukup memenuhi kebutuhan.
“Ladang saya tidak besar, dan harga merica fluktuatif. Kadang saya harus menjual ayam atau pinjam ke tetangga kalau anak sakit. Saya berharap, kalau ada tambang, kami bisa ikut serta dan tidak sekadar jadi penonton,” katanyaBuana yang dahulu aktif menolak tambang, kini memilih pendekatan kolaboratif.
“Kami bukan melupakan perjuangan, tapi kami juga butuh solusi. Kalau ada ruang untuk masyarakat terlibat, kenapa tidak kita manfaatkan?”
Fatmawati dan Buana sepakat, bahwa keterlibatan warga tetap penting. Jika ada kebijakan yang merugikan, mereka akan bersuara. Tapi mereka percaya, solusi tidak lahir dari konfrontasi tanpa ujung.
Sebaliknya, mereka melihat pendidikan dan pemberdayaan sebagai kunci. Inisiatif mendukung UMKM perempuan, pelatihan generasi muda, serta pembangunan infrastruktur sosial seperti posyandu dan sekolah, menunjukkan bahwa pembangunan bisa bersifat manusiawi jika dilakukan bersama.
“Yang kami butuhkan bukan belas kasih, tapi kemitraan yang adil,” ujar Fatmawati sambil menatap kebun kecilnya.
Menanam Harapan di Tanah Sendiri
Di tengah perbedaan pandangan, satu hal yang pasti: masyarakat Loeha Raya adalah penjaga tanah mereka sendiri. Mereka tahu kapan harus berkata cukup, tapi juga tahu kapan saatnya membuka ruang untuk harapan.
Bagi mereka, masa depan tidak harus menjadi pilihan antara lada atau tambang, tradisi atau teknologi. Yang lebih penting adalah bagaimana semua pihak bisa menjaga keseimbangan bersama.
Mungkin dari Loeha Raya, kita bisa belajar bahwa keberlanjutan sejati dimulai dari kesediaan untuk saling mendengarkan.
(TRI)
Berita Terkait

News
Hijau dari Awal: Langkah Nyata PT Vale di Hari Bumi
Memperingati Hari Bumi 2025 dengan tema “Our Power, Our Planet”, PT Vale menunjukkan komitmen terhadap pelestarian lingkungan melalui aksi penanaman pohon perdana oleh proyek IGP Morowali.
Rabu, 23 Apr 2025 17:15

News
Wagub Sulsel Apresiasi Komitmen Keberlanjutan PT Vale di Sorowako
Kunjungan kerja Wagub Sulsel, Fatmawati Rusdi, ke kawasan operasional PT Vale Indonesia Tbk di Sorowako menjadi penegasan bahwa industri pertambangan bisa menjadi landasan penting bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Sabtu, 19 Apr 2025 18:07

Ekbis
PT Vale IGP Morowali Beroperasi: Perkuat Hilirisasi & Pasokan Nikel Bersih Dunia
PT Vale, bagian dari grup MIND ID, memulai fase operasional proyek Indonesia Growth Project di Morowali, sebagai kontribusi nyata terhadap solusi global.
Sabtu, 19 Apr 2025 13:11

Ekbis
PT Vale Perkuat Komitmen Hijau Lewat Proyek Sorlim dan Tanamalia
Proyek Sorlim mendukung rencana pencapaian netralitas karbon di 2050. Harapannya dengan pengembangan teknologi pengolahan bijih nikel limonit, kontribusi terhadap lingkungan.
Rabu, 16 Apr 2025 10:38

News
Awas Penipuan! Pendataan Lahan Kebun di Blok Tanamalia Dipastikan Ilegal
Kemenhut RI memastikan pendataan lahan kebun di Kawasan Hutan Lindung Blok Tanamalia, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, adalah aktivitas ilegal.
Rabu, 09 Apr 2025 22:20
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

4 Oknum LSM di Wajo Resmi Dipolisikan Gegara Kasus Pemerasan
2

Fatmawati Rusdi Ajak Mahasiswa Teknik Berkolaborasi Bangun SDM Unggul
3

Lubang Diameter 70 Cm Muncul Di Jalan Poros Maros-Bone
4

Pemuda di Maros Tewas Tertusuk Badik saat Lakukan Angngaru
5

Muhamadiyah Siap Dukung Pemkot Makassar di Bidang Pendidikan dan Pembinaan Akhlak
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

4 Oknum LSM di Wajo Resmi Dipolisikan Gegara Kasus Pemerasan
2

Fatmawati Rusdi Ajak Mahasiswa Teknik Berkolaborasi Bangun SDM Unggul
3

Lubang Diameter 70 Cm Muncul Di Jalan Poros Maros-Bone
4

Pemuda di Maros Tewas Tertusuk Badik saat Lakukan Angngaru
5

Muhamadiyah Siap Dukung Pemkot Makassar di Bidang Pendidikan dan Pembinaan Akhlak