Demo Tolak Tambang Emas di Enrekang, Berdampak Keselamatan Warga dan Ancaman Ekologis

Selasa, 02 Des 2025 09:32
Demo Tolak Tambang Emas di Enrekang, Berdampak Keselamatan Warga dan Ancaman Ekologis
Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang menggelar aksi jilid II terkait penolakan rencana penambangan emas di wilayah Kecamatan Cendana dan Enrekang, Kabupaten Enrekang pada Senin (01/12/2025). Foto: Ist
Comment
Share
ENREKANG - Aliansi Masyarakat Lingkar Tambang menggelar aksi jilid II terkait penolakan rencana penambangan emas di wilayah Kecamatan Cendana dan Enrekang, Kabupaten Enrekang pada Senin (01/12/2025).

Aksi ini digelar oleh ratusan warga dari kalangan lansia hingga pemuda, dan mahasiswa. Mereka mendatangi Kantor DPRD Enrekang dan Kantor Bupati Enrekang.

Massa aksi menutup akses trans nasional dengan pembakaran ban. Mereka juga membentangkan spanduk tolak keras perencanaan tambang emas.

Jendral Lapangan, Sul menyampaikan aktivitas penambangan emas terkesan memaksakan kehendak untuk beroprasi, padahal jelas-jelas mendapat penolakan keras dari masyarakat sekitar.

"Penambangan ini juga berpotensi menimbulkan ancaman multidimensi terhadap keberlanjutan lingkungan, keselamatan warga, dan stabilitas sosial di tingkat local," katanya.

Sul menurutkan, wilayah tambang merupakan Kawasan dengan karakteristik geomorfologi yang rentan, ditandai oleh kemiringan lereng yang curam, jaringan sungai kecil yang menjadi sumber air utama bagi masyarakat.

Menurut Sul, tanah pertanian yang menopang ketahanan pangan warga sekitar akan terancam jika tambang emas CV Hadap Karya Mandiri memaksakan beroprasi .

“Kami tentu kecewa sebagai warga ketika pemerintah daerah dan legislatif tidak mendukung perjuangan penolakan masyarakat terkait rencana tambang emas. Karena dampak yang ditimbulkan menjadi ketakutan masyarakat kedepan, dan masyarakat sudah dengan tegas menolak, tidak ada negosiasi lagi," jelasnya.

Sul menegaskan, sejatinya investor tak punya jalan lagi untuk melakukan perencanaan tambang emas. Pasalnya masyarakat sudah menandatangani surat pernyataan yang harusnya menjadi atensi eksekutif dan legislatif.

Lanjut Sul, jika rencana operasi ini dipaksakan, ia percaya konflik horizontal akan terjadi. Ia taku kejadian yang sama terjadi saat penolakan marmer yang membakar alat-alat penambang.

“Kami sangat berharap pemerintah daerah dan legislatif agar betul-betul mempertimbangkan hal ini, agar Enrekang tetap dalam kondisi yang aman dan tidak merugikan pihak-pihak lain. Masyarakat sudah sepakat akan melakukan tindakan ekstrim jika ada pembiaran," tegasnya.

Sul menyayangkan, ada potensi pelanggaran tata ruang karena aktivitas pertambangan pada kawasan potensi dampak bencana sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang Nomor 14 Tahun 2016 tentang RTRW — menetapkan zona merah wilayah yang akan dikelolah menjadi tambang emas. Serta lemahnya proses konsultasi publik sebagaimana diwajibkan oleh UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH.

Sul menduga, ada kesan kuat adanya pembiaran kerusakan lingkungan oleh pemerintah daerah akibat minimnya pengawasan. Tidak transparannya dinas terkait menyangkut dokumen yang dibutuhkan masyarakat dalam menyampaikan hasil mitigasi dampak kepada publik.

"Sehingga menimbulkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah daerah sebagai lembaga yang seharusnya bertanggung jawab menjaga keselamatan ekologis dan hak-hak warga sesuai amanat konstitusi," jelasnya.

Sul menekankan, rencana tambang emas ditolak karena selama ini masyarakat yang mayoritas petani sudah merasa kehidupannya cukup.

"Kami sudah sejahtra melalui bertani serta jangan serakah dan menzalimi demi kepentingan yang mengorbankan nasib masyarakat kedepan. Karena jelas, kami tidak mau seperti daerah-daerah lain yang terdampak bencana dan menghilangkan nyawa saudara kami akibat dampak tambang," tutup Sul.
(UMI)
Berita Terkait
Berita Terbaru