Cahaya Ramadan: Menjaga Islam Melalui Perjanjian Hudaibiyah, Najran, Abudabi dan Program Moderasi Beragama

Tim Sindomakassar
Senin, 27 Mar 2023 07:54
Cahaya Ramadan: Menjaga Islam Melalui Perjanjian Hudaibiyah, Najran, Abudabi dan Program Moderasi Beragama
Prof Dr Mustari, guru besar filsafat UIN Alauddin. Foto: Dokumen pribadi
Comment
Share
Prof Dr Mustari MPd
- Guru Besar Filsafat UIN Alauddin
- Mantan Atdikbud KBRI Bangkok Thailand

BEBERAPA waktu lalu, bahkan bertepatan kita umat muslim memulai melaksanakan puasa, terjadi peristiwa kekerasan atas nama agama kepada penganut agama yang lain.

Dibutuhkan kesabaran, ketepatan sekaligus pada waktunya dengan ketegasan untuk menangani problem sosial keagamaan ini, karena selalu muncul terus-menerus.

Masyarakat kita masih banyak yang belum memahami apalagi melakoni cara beragama sesuai pesan Nabi SAW. Bukan hanya di kalangan Islam, yang non Islam pun juga ada.

Ajaran Nabi Muhammad SAW melalui banyak syariat seperti salat, puasa, dan ada juga syariat yang lainnya, sangat menekankan misi (dakwah) menyelamatkan orang lain bahkan menyelamatkan alam semesta. Pelajaran dari Nabi SAW tentang perdamaian dalam naskah perjanjian Najran antara Nabi dengan umat Kristen atau perjanjian Hudaibiyah antara Nabi dengan kaum qurays menunjukkan betapa penting dan perlunya kemerdekaan dan perdamaian dalam menjalankan agama itu.



Beberapa waktu lalu dua tokoh agama dunia Paus Fransiskus dan Rektor Universitas Al Azhar pun telah menandatangani pesan damai untuk umat manusia di Abudabi (Dokumen Abudabi).

Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar, Dr Ahmed At-Tayyeb telah menandatangani dokumen bersejarah, dalam Pertemuan Persaudaraan Manusia di Uni Emirat Arab, Senin 4 Februari 2019.

Deklarasi yang disebut "Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Berdampingan" itu berupaya mendorong untuk hubungan yang lebih kuat antara umat manusia. Selain itu juga mempromosikan kepada hidup berdampingan antara umat beragama untuk melawan ekstremisme dan dampak negatifnya.

Paus Fransiskus menyampaikan bahwa tindak kekerasan dan kebencian yang mengatasnamakan Tuhan tidak dapat dibenarkan. Paus juga menyebut pentingnya nilai pendidikan dalam mengurangi konflik dan kekerasan di dunia.



Sementara Rektor Universitas Al Azhar, Cairo Dr Ahmed At-Tayyeb menyerukan kepada umat Islam untuk melindungi komunitas Kristen di Timur Tengah dan untuk umat Islam di negara Barat agar dapat hidup berdampingan dan berintegrasi dengan lingkungan mereka.

"Anda adalah bagian dari bangsa ini.. Anda bukan minoritas," ujar At-Tayyeb yang dikenal sebagai salah satu pemimpim Muslim terkemuka di dunia ini.

Salah satu isi dari dokumen Deklarasi Abu Dhabi tersebut, seperti dirilis pemerintah UEA, yakni seruan untuk menghapuskan penggunaan istilah minoritas yang disebut hanya akan melahirkan perasaan terisolasi dan rendah diri.

Juga menyerukan untuk hubungan baik antara Timur dan Barat yang tidak dapat disangkal, diperlukan untuk kedua pihak.



Dokumen tersebut juga menyerukan perlindungan terhadap hak perempuan, anak-anak, serta orang tua, kaum difabel, dan tertindas. Ini disebut-sebut sebagai piagam yang disebut "Penghargaan Persaudaraan Manusia".

Maka betapa bertentangannya sikap menghalangi apalagi menghilangkan kemerdekaan dan perdamaian dalam kehidupan beragama seluruh umat. Orang-orang yang melupakan hal ini sebenarnya termasuk orang yang merusak citra Islam yang “rahmatan lil alamin”. Atau mereka sedang lalai/lupa sehingga perlu diingatkan melalui gerakan pendidikan yang tepat.

Oleh karena itu kami mendukung ketegasan pemerintah khususnya aparat penegak hukum dalam rangka membina meluruskan kelalaian-kelalaian seperti ini.

Kementerian Agama dibawah pimpinan Pak Menag H. Yaqut Cholil Qoumas (Gus Men) sekarang ini, telah dan sedang menangani persoalan-persoalan intoleransi, ekstrimisme, dan semacamnya melalui “Gerakan Moderasi Beragama” sebagai anti virus dari intoleransi radikalisme ini.



Di internal Kementerian Agama sendiri telah diadakan survei beberapa bulan lalu, hasilnya memang sangat mencengangkan. Dari kurang lebih 235.300 orang ASN kemenag (data 2020) terdapat sekitar 40% atau sekitar 100.000-an diantara mereka terpapar oleh virus intoleransi, radikalisme, ekstrimisme dan semacamnya.

Program Moderasi Beragama yang sedang berjalan di Kementerian Agama telah menekan angka keterpaparan Asn Kemenag hingga 10 % saat ini melalui berbagai program prioritas antara lain : Penguatan cara pandang, sikap dan praktik beragama, jalan tengah. Penguatan harmonisasi dan kerukunan umat beragama. Pengembangan ekonomi dan sumber daya keagamaan. Peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama.

Pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan beragama dan berbangsa antara lain: memperkuat esensi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat, mengelola keragaman tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan keberagamaan, merawat Keindonesiaan dalam bingkai NKRI.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru