Pakar Hukum Unhas Sebut Gugatan Pemohon INIMI di MK Sulit Dilanjutkan

Selasa, 21 Jan 2025 21:38
Pakar Hukum Unhas Sebut Gugatan Pemohon INIMI di MK Sulit Dilanjutkan
Pakar Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Amir Ilyas. Foto: Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Pakar Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Amir Ilyas menyebut dalil yang dimohonkan tim pasangan Indira-Ilham di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) sangat aneh, karena tidak jelas materi gugatan.

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unhas itu, bahwa dalil Pemohon tim Indira-Ilham dalam sidang MK bersifat ambiguous atau kabur. Bahkan, tidak jelas dan kontradiktif antara posita (dasar hukum) dan petitum (tuntutan).

"Kalau kita membaca dan menyimak dalil pemohon (tim hukum paslon INIMI) di sidang MK, sangat aneh. Pada petitum pemohon vague (tidak jelas) juga ambiguous (kabur)," jelas Prof Amir Ilyas usai menyimak keterangam pihak Termohon dan Pihak Terkait dalam sidang MK pada Selasa (21/01/2025).

Prof Amir Ilyas menuturkan poin-poin tuntutan tim hukum INIMI tidak memenuhi syarat hukum untuk diproses di MK.

"Fakta persidangan di MK, jawaban dari Termohon dan Pihak Terkait sangat jelas membuat hakim MK memahami. Apa dasarnya? Karena materi gugatan Pemohon antara posita didalilkan tidak sesuai petitum," tutur Prof Amir.

Wakil Dekan Bidang Inovasi, Kemahasiswaan, Alumni, dan Kemitraan pada Sekolah Pascasarjana Unhas itu mencontohkan, Pemohon mendalilkan dalam petitum ada data 300 lebih TPS di 15 kecamatan yang bermasalah. Namun yang ditampilkan hanya 39 TPS.

"Ini kan tidak signifikan dan keterangan tidak jelas dari Tim INIMI. Ini tidak sesuai dalil mereka," tuturnya.

Prof Amir menilai, bahwa tuduhan kecurangan yang disampaikan oleh INIMI, seperti manipulasi Daftar Hadir Pemilih Tetap (DHPT) dan tanda tangan palsu tidak sesuai fakta persidangan.

"Mengenai tanda tangam palsu, sudah terjawab. Bahwa kata kunci adalah mereka dapat undangan form C6 memilih, sehingga datang ke TPS, jadi tidak diwakili. Sehingga, tuduhan dari Pemohon sangatlah tidak rasional," jelasnya.

Tak hanya itu, Prof Amir menuturkan dalil Pemohon soal tingkat partisipasi masuk dalam petitum sangatlah lucu. Menurutnya, setiap hajatan Pilwalkot Makassar tingkat partisipasi pemilih relatif, sehingga tidak ada Paslon yang mengintervensi pemilih.

Ia mencontohkan, pada Pilwalkot Makassar 2013 partisipasi pemilih sebesar 58,9 persen, sedangkan pada 2018 sebesar 57,2 persen. Sementara itu, pada 2020 sebesar 59,6 persen.

Jika dibandingkan dengan partisipasi Pilkada yang tertinggi berada pada tahun 2013 itu meningkat 0,7 persen. Namun, jika dibandingkan dengan partispasi pilkada 2020 dengan pilkada yang terkahir 2018 meningkat 2,4 persen.

"Sangat lucu kalau Pemohon soal partisipasi masuk dalil pemohon. Apalagi disebut ada intervensi pemilih. Kalau kita lihat 2013, 2018 mulai angka 57 dan 58 persen," ungkapnya.

"Katanya paslon lawan arahakan pemilih atau intervensi, seharusnya inkumben mengarahakan. Jadi, sangat lucu kalau tuduhan ke lawan arahkan. Kan semua dalil pemohon juga terbantahkan di depan hakim MK kan," lanjut Prof Amir.

Sebagai tenaga pengajar bidang Hukum, ia sangat meyakini gugatan sengketa hasil Pilwalkot Makassar 2024 yang diajukan INIMI di MK tidak diterima. Bahkan ia menyarankan MK tidak melanjutkan ke tahapan selanjutnya.

Dia menambahkan, bahwa tidak cukup alasan bagi MK untuk menerima gugatan tersebut, karena melampaui ambang batas. Begitu pun kedudukan pemohon hanya nomor urut 3. Menurutnya, sangat tidak relevan menuduh dengan dalil yang sifatnya opini.

"Saya lihat semua dalil yang dikemukakan tim INIMI ditolak MK atau dismisal (karena tidak cukup bukti). Sehingga saya sarankan gugatan Pemohon tidak akan lanjut tahapan berikutnya," saran Prof Amir.
(UMI)
Berita Terkait
Berita Terbaru