UMI Kukuhkan 3 Profesor Bidang Ilmu Kelautan dan Perikanan

Minggu, 09 Feb 2025 15:29
UMI Kukuhkan 3 Profesor Bidang Ilmu Kelautan dan Perikanan
Suasana pengukuhan Guru Besar UMI di auditorium Al-Jibra, Minggu (9/2/2025). Foto: SINDO Makassar/Dewan Ghiyats Y.G.
Comment
Share
MAKASSAR - Universitas Muslim Indonesia (UMI) kembali melakukan pengukuhan Profesor atau Guru Besar di Auditorium Al Jibra, Kampus UMI di Jalan Urip Sumiharjo Kota Makassar, Minggu (9/2/2025).

Ketiga guru besar tersebut yakni Prof. Dr Ir Harlina M, Prof Dr Ir Andi Tamsil MS IPM dan Prof Hasnidar yang merupakan pasangan suami istri. Mereka semua berasal dari Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FPIK) UMI.

Prof Harlina meraih gelar profesor pada FKIP UMI di Bidang Ilmu Manajemen Kesehatan dan Penyakit Akuatik. Ia menyampaikan orasi ilmiah dengan judul 'Inovasi Penaggulangan Penyakit Bakterial Berbahan Herbal'.

Prof Andi Tamsil meraih guru besar di Bidang Biologi Reproduksi Ikan pada Program Studi Budidaya Perikananan, FKIP UMI. Ia memaparkan karya ilmiah berjudul 'Domestikasi Ikan: Kunci untuk Meningkatkan Swasembada Pangan Akuatik dan Membangun Ketahanan Pangan Nasional'.

Terakhir, Prof Hasnidar diberikan gelar guru besar di Bidang Ilmu Fisiologi Nutrisi Ikan yang diberikan kepada , MS., IPM dengan judul artikel ilmiah yakni 'Peran Fisiologi Nutrisi dalam Revolusi Teknologi Akuakultur'.

Rektor UMI, Prof Dr Hambali Thalib mengatakan, pengukuhan gelar profesor merupakan indikator keberhasilan dalam mendukung akademik yang berkelanjutan. Ini sekaligus semakin mengukuhkan posisi UMI sebagai perguruan tinggi dengan jumlah profesor terbanyak di lingkungan Dikti Wilayah IX Sultanbatara.

"Dengan pengukuhan guru besar ini, UMI terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas akademik. Penghargaan ini kami berikan atas pencapaian luar biasa dan kontribusi signifikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan ilmu perikanan dan kelautan," beber Prof Hambali.

"Alhamdulillah sampai saat ini UMI memiliki 96 guru besar. Pengukuhan ini bukan hanya sekadar seremonial saja, tetapi merupakan pengakuan dedikasi, inovasi, dan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta kemanfaatannya bagi masyarakat," sambung Rektor.

Dalam kesempatan itu, masing-masing guru besar menyampaikan orasi ilmiahnya.

Prof Andi Tamsil dalam orasinya menjelaskan, kebutuhan akan protein akuatik diperoleh dari penangkapan, kemudian berkembang menjadi budi daya, karena meningkatnya kebutuhan, semakin tingginya selera konsumen dan semakin meningkatnya selera yang menuntut keanekaragaman sumber protein akuatik.

"Jumlah spesies ikan dari kelompok vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) lebih dari 27,000 di seluruh dunia, Indonesia berada di peringkat 2 tingkat jumlah spesies ikannya yaitu sekitar 4.782 spesies. Jumlah spesies ini tentu merupakan potensi yang besar untuk dikembangkan melalui upaya budidaya," ungkapnya.

"Perilaku dari setiap ikan secara umum dapat bervariasi tergantung pada spesies dan habitatnya, dan kondisi lingkungan di mana ikan tersebut tinggal. Setiap spesies ikan memiliki perilaku khas yang membantunya dalam bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan mereka tinggal," sambungnya.

Sementara Prof Harlina mengatakan, permasalahan utama dalam pengembangan usaha budi daya udang adalah rendahnya kelangsungan hidup udang akibat kematian masal yang disebabkan oleh serangan penyakit.

"Salah satu jenis penyakit yang merupakan masalah serius adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh serangan vibriosis terutama Vibrio harveyi dan Vibrio parahaemolyticus penyebab penyakit Acute Hepatopankreatic Necrosis Desease (AHPND)," katanya dalam sambutan.

"Penyakit bakterial sangat ditakuti oleh petambak udang. Infeksi bakterial dapat menyebabkan tingkat kematian yang tinggi pada udang, terutama pada fase larva dan juvenil. Kematian mendadak dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan," sambungnya.

Terakhir, Prof Dr Ir Hasnidar dalam orasi ilmiahnya mengatakan bahwa penerapan teknologi nutrisi dalam akuakultur menghadapi berbagai tantangan yang kompleks. Salah satu hambatan utama adalah keterbatasan sumber daya dan bahan baku alternatif.

"Meskipun protein alternatif seperti limbah industri makanan, serangga, ikan invasif, mikroalga memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan pada tepung ikan konvensional," ujarnya dalam pemaparan karya ilmiahnya.

"Tantangan lain yang signifikan adalah kompleksitas kebutuhan spesifik ikan. Setiap spesies ikan memiliki kebutuhan nutrisi yang unik, dan formulasi pakan yang memenuhi kebutuhan ini memerlukan pendekatan yang lebih rumit," imbuhnya.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru