Cahaya Ramadan: Madrasah Ramadan

Tim Sindomakassar
Senin, 10 Apr 2023 08:01
Cahaya Ramadan: Madrasah Ramadan
Firdaus Muhammad, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin. Foto: Dokumen pribadi
Comment
Share
Dr Firdaus Muhammad
Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin dan Ketua Komisi Infokom MUI Sulsel

SEPARUH Ramadan telah dilalui menuju derajat takwa. Meraih kemenangan Idul Fitri. Ramadan ini menjadi bulan madrasah. Pendidikan bagi orang beriman. Mereka ditempa menahan segala keinginan untuk menjadi prinadi paripurna.

Orang yang dipertemukan bulan Ramadan, artinya Allah Swt masih meminjamkan umur kepadanya dan dipertemukan kembali bulan Ramadan. Jawaban dari doanya, allahumma baliqramadan, ya Allah izinkan bertemu Ramadan. Ramadan itu diibaratkan sebagai tamu yang datang hanya sekali dalam setahun, kewajiban kita adalah memperlakukannya secara istimewa, dijamu dengan amalan-amalan ibadah secara sempurna.

Kita melayani dengan puasa, tarawih, berzakat, bersedekah, tadarus Al-Quran, salat berjamaah, memberi buka puasa dan ibadah lainnya. Agar bisa maksimal pelayanannya, tentu perlu persiapan-persiapan. Ada yang menyambutnya dengan lebih dahulu berziarah pada keluarga yang telah wafat, ada yang belanja bekal sahur dan buka puasa. Pengurus masjid juga berbenah.

Menjalankan ibadah puasa dan ibadah lainnya di bulan Ramadan ini. Tentu dengan pelayanan yang baik karena Ramadan merupakan tamu agung. Salat lail di sepuluh terakhir Ramadan di masjid raya diharapkan tetap dijaga sebagai bentuk memaksimalkan pelayanan dan penghargaan kita pada bulan Ramadan, seluruh amal itu Allah akan balas setimpal bahkan ditambahkan sesuai janji-Nya.



Ramadan identik dengan puasa sehingga kadang disebut bulan puasa. Semua agama memiliki ajaran puasa. Tentu caranya berbeda. Ternyata, puasa di setiap agama pesan intinya terkait menahan diri dalam hal makanan dan hubungan suami istri. Kenapa soal makanan dan seks menjadi perhatian agama untuk ditahan. Oleh karena, kedua persoalan itu yang menjadikan manusia mudah terjerumus.

Dalam Al-Quran, selalu menggunakan kata lataqrabu, jangan dekati, untuk soal makanan dan perzinaan. Jangan dekati karena jika dekat bisa tergoda. Kalau seseorang mau beli sepatu boleh mendekat bahkan boleh mencobanya. Kalaupun tidak beli boleh dikembalikan. Tapi laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim tidak boleh berdekatan apatah lagi berduaan.

Tidak boleh naik becak berduaan atau boncengan motor kalau bukan muhrim. Makanya Islam mengajarkan etika meminang dengan mengutus orang terpercaya. Jadi selama bukan muhrim tidak boleh berdekatan. Sebab dikhawatirkan susah mengendalikan diri. Begitu juga soal makanan, sulit seseorang menahan diri.

Tujuan utama puasa menahan diri dari makan minum serta hubungan suami istri dan kedua hal ini cukup berat, butuh perjuangan. Tidak ada kebahagiaan bagi orang yang puasa melebihi saat akan berbuka puasa karena ia berhasil dalam perjuangan melawan nafsu dan godaan setan.



Orang yang tidak puasa itu memperlihatkan dirinya sebagai orang yang lemah. Tidak mampu menahan diri. Demikianlah Ramadan hadir menjadi madrasah iman kita. Semoga kita lulus dengan meraih predikat takwa.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru