Kolaborasi FIKP Unhas & Universitas dari Tiongkok Gelar Pelatihan Marine Eco-Ranching

Tri Yari Kurniawan
Rabu, 30 Okt 2024 16:28
Kolaborasi FIKP Unhas & Universitas dari Tiongkok Gelar Pelatihan Marine Eco-Ranching
FIKP Unhas menggelar pelatihan Talent Cultivation & Technical Personnel Training Course, Sino-Indonesia Technical Cooperation on Offshore Marine Eco-Ranching di Ruang Sidang FIKP. Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Universitas Hasanuddin (Unhas) melalui Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) menggelar pelatihan Talent Cultivation & Technical Personnel Training Course, Sino-Indonesia Technical Cooperation on Offshore Marine Eco-Ranching di Ruang Sidang FIKP, Selasa (29/10/2024).

Kegiatan itu dilaksanakan berkolaborasi dengan universitas dari Tiongkok alias China. Masing-masing yakni Shanghai Ocean University dan Guangdong Ocean University.

‘’China adalah mitra yang luar biasa dalam bidang maritim. Kami berharap melalui pelatihan ini, kita bisa belajar teknologi serta inovasi yang dikembangkan di sana,’’ kata Dekan FIKP Unhas, Prof Safruddin, saat membuka acara pelatihan tersebut.

Ahli Oseanografi Perikanan itu berharap pelatihan yang berlangsung secara hybrid dan diikuti peserta dari berbagai lembaga, baik nasional maupun internasional, dapat berdampak besar bagi keberlanjutan ekosistem laut di Indonesia.

“Pengalaman dan pengetahuan mendalam yang dimiliki Tiongkok dalam berbagai aspek kelautan menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia,’’ ucap Safruddin, yang juga mantan Sekretaris Departemen Perikanan Unhas.

Salah seorang panitia kegiatan, Widyastuti, mengungkapkan pelatihan ini merupakan kerja sama antara FIKP Unhas dengan Shanghai Ocean University dan Guangdong Ocean University. ‘’Pesertanya berasal dari berbagai kalangan, seperti akademisi, pemerhati lingkungan, dan pemerintah,’’ kata dosen Ilmu Kelautan Unhas itu.

Menurut Widyastuti, pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas teknis dan praktis dalam pengelolaan serta pengembangan marine eco-ranching berbasis teknologi artificial reef. Juga sekaligus memperkuat hubungan Indonesia-Tiongkok dalam konservasi laut dan pembangunan ekonomi biru.

Pelatihan tersebut juga dirangkaikan dengan diskusi ilmiah dan menghadirkan beberapa pakar kelautan dari kedua universitas Tiongkok. Prof Zhou Zhang dari Shanghai Ocean University memperkenalkan konsep dasar artificial reef. Menurut Zhou, artificial reef adalah struktur buatan yang dirancang untuk menggantikan fungsi terumbu alami yang rusak.

Ia menekankan artificial reef tidak hanya berdampak ekologis tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat pesisir. Struktur ini dapat mendukung kegiatan perikanan berkelanjutan serta mengurangi tekanan pada terumbu karang alami.

Sementara itu, Prof Zhaoyang Jiang dari Shandong University menjelaskan lebih dalam mengenai desain dan metode instalasi artificial reef. Ia mengurai berbagai jenis material yang digunakan, mulai dari beton, besi, batu, hingga kayu. Setiap material dan desain disesuaikan dengan kebutuhan ekologi setempat.

Prof Jiang juga mengisahkan bahwa teknologi artificial reef di Tiongkok berkembang pesat, dari material tradisional seperti bambu hingga struktur kompleks yang ramah lingkungan dan mampu menahan tekanan laut.

Shike Gao dari Shanghai Ocean University memaparkan hasil survei dampak ekologi dari instalasi artificial reef. Menurut dia, setiap struktur yang ditempatkan di laut harus dievaluasi dampaknya, baik dari segi ekologi, ekonomi, maupun sosial.

Survei rutin terhadap area terumbu meliputi pengukuran kualitas air, sedimen, serta produktivitas perikanan untuk mengetahui bagaimana artificial reef dapat meningkatkan keanekaragaman hayati dan mendukung kesejahteraan masyarakat pesisir.

Prof Liqiang Zhao dari Guangdong Ocean University turut menyoroti peran penting kerang sebagai salah satu biota laut yang sangat mendukung keberlanjutan ekonomi biru. Kerang berfungsi sebagai filter feeder yang membersihkan ekosistem dan memiliki nilai ekonomi tinggi di bidang pariwisata dan industri pangan.

“Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan budidaya kerang yang berkelanjutan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi pesisir,’’ kata Prof Zhao.

Jie Zhou tampil sebagai pemateri terakhir dengan memaparkan metode pemantauan dan restorasi terumbu karang. Menurut Zhou, sangat penting melestarikan terumbu karang yang terancam pemutihan akibat perubahan iklim.

Ia menjelaskan pemantauan terumbu dapat dilakukan dengan berbagai teknik modern, seperti penggunaan eDNA, teknologi akustik, dan robotika. Penggunaan artificial reef juga dapat membantu restorasi terumbu karang dengan menyediakan habitat baru bagi biota laut.

“Terumbu karang tidak hanya kaya akan potensi pangan dan wisata, tetapi juga merupakan pelindung alami pesisir yang harus dijaga kelestariannya,” ujar Zhou.

Panitia sangat gembira menyaksikan antusiasme dan minat peserta terhadap teknologi artificial reef sebagai solusi untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut. Unhas berharap pelatihan ini menjadi langkah nyata dalam pengelolaan dan pelestarian sumber daya laut melalui teknologi inovatif, menjadikan Indonesia lebih siap menghadapi tantangan kelautan di masa depan.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru