Pemprov Sulsel dan Komut PT SCI Perseroda Mangkir Sidang Perdana di PN Makassar

Tim Sindomakassar
Jum'at, 29 Mar 2024 15:58
Pemprov Sulsel dan Komut PT SCI Perseroda Mangkir Sidang Perdana di PN Makassar
Suasana sidang perdana gugatan perdata mantan Direktur Utama PT Sulsel Citra Indonesia (Perseroda), Rendra Darwis di Pengadilan Negeri Makassar, Selasa 26 Maret 2024. Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Tim kuasa hukum mantan Direktur Utama PT Sulsel Citra Indonesia (Perseroda), Rendra Darwis, menyayangkan ketidakhadiran Penjabat Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin dan Komisaris Utama (Komut) PT SCI Tanri Abeng dalam sidang perdana gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

Ketua tim hukum Rendra Darwis, Acram Mappaona Azis, mengungkapkan mangkirnya pihak-pihak tersebut memberi kesan ketidaksiapan mereka dalam menghadapi kasus gugatan tersebut.

"Padahal sebelumnya melalui Asisten Dua Pemprov Sulsel menyatakan siap menghadapi sidang gugatan tersebut," kata Acram, Jumat (29/3/2024).

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Makassar mulai menyidangkan perkara perkara Nomor: 80/Pdt.G/2024 pada Selasa, 26 Maret lalu. Namun, pihak tergugat tidak hadir dalam sidang perdana tersebut. Selain Bahtiar dan Tanri Abeng, pengadilan juga memanggil notaris, Liong Rahman yang juga memilih mangkir.

Persidangan yang dijadwalkan pukul 09.00 wita, diundur sampai pukul 12.00 untuk menunggu kehadiran dari para tergugat. Namun hingga ditutupnya persidangan, tidak satu pun dari tergugat yang hadir.

Berdasarkan rilis yang dikeluarkan PN Makassar, para tergugat telah menerima panggilan resmi dan sah, namun tidak menghadiri persidangan.

Majelis Hakim kemudian memutuskan untuk membuka persidangan, dan menutup dengan memerintahkan juru sita pada Pengadilan Negeri Makassar untuk melayangkan panggilan kedua. Dengan memperhatikan hari libur nasional dan cuti bersama, maka sidang berikutnya dijadwalkan pada Selasa, 30 April 2024.

Diketahui, Rendra Darwis menggugat akta notaris Nomor: 07 tanggal 08 Januari 2024 yang dibuat oleh Lion Rahman. Akta tersebut kemudian diketahui tidak memenuhi syarat objektif, karena bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan sehingga patut dinyatakan batal demi hukum.

Akta Nomor 07 tersebut mengenai pengangkatan Tanri Abeng sebagai Komisaris Utama PT SCI, yang dilakukan tanpa suatu proses seleksi dan melampaui batas umur yang diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2017 Jo. Permendagri Nomor : 37 Tahun 2018 Jo. Perda Nomor 2 tahun 2020 Jo Akta Pendirian PT SCI.

Acram mengatakan, Tanri Abeng awalnya diangkat sebagai Pelaksana tugas Komisaris Utama PT SCI berdasarkan SK Nomor: 1500/X/ Tahun 2023 ditandatangni oleh Penjabat Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui SK tersebut Merujuk pada PP Nomor 54 Tahun 2017 Jo. Permendagri Nomor : 37 Tahun 2018 Jo. Perda Nomor 2 tahun 2020 Jo Akta Pendirian PT SCI, namun dalam objek pengangkatan terdapat kekeliruan yang bertentangan dengan aturan tersebut di atas," beber Acram.

Polemik ini kemudian mencuat di permukaan, pada saat beredar SK Nomor : 220/ II/ Tahun 2024, dan hasil klarifikasi Komisaris Utama PT SCI, bahwa pengangkatan dan pemberhentian komisaris menjadi wewenang Penjabat Gunernur Sulawesi Selatan. SK yang sempat menjadi desas desus tersebut, kemudian baru diserahkan kepada Rendra Darwis pada tanggal 1 Maret 2024.

Penjabat Gubernur Sulsel kemudian mengangkat Pj Direktur Utama, Pj Direktur Keuangan dan Pj Direktur Pengembangan Usaha PT SCI tanpa melalui suatu Rapat Umum Pemegang Saham.

Menurut Acram, berdasarkan hasil penelusuran di sostem AHU Online, diketahui nama Rendra Darwis, dan Dedi Irfan Bachri masih sah menjabat sebagai Direktur PT SCI. Hal ini menimbulkan kekosongan hukum, karena yang berhak bertindak dan atas nama Perseroan adalah Direksi, yang diangkat melalui suatu kekuasaan RUPS Luar Biasa.

"Dalam perjalanannya, ternyata Tanri Abeng justeru melakukan perbuatan hukum yang menimbulkan dualisme organ Perseroan. Kantor PT SCI, kemudian dipadati oleh pihak yang mengatasnamakan Komisaris Utama Tanre Abeng," kata Acram.

Acram mengatakan, meskipun masih sah menurut hukum sebagai direksi, namun Rendra dan Dedi tidak dapat menjalankan tugas, karena adanya pihak Pelaksana Tugas yang dibekali dengan SK Nomor : 221/ II/ 2024, yang sampai dengan saat ini, belum pernah dilakukan RUPS, termasuk RUPS luar biasa.

Dengan kondisi tersebut tergambarkan kondisi PT SCI yang menggunakan SK 221, telah melakukan perbuatan hukum pada tanggal 1 Maret 2024, yang memasukkan Plt Direksi ke Kantor SCI untuk menjalankan kewenangan Direksi.

"Hal ini dapat berakibat menimbulkan risiko hukum terkait legal standing Plt Direksi, karena tidak diangkat menurut tata cara yang diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas," tegas Acram.

Diketahui pula bahwa SK 220 dan SK 221 terebut masih dalam proses upaya keberatan. Terkait dengan informasi yang diterima masyarakat, tersapat suatu kekeliruan yang nyata, dimana SK yang masih dalam pross upya administrasi, telah dipergunakan oleh Pelaksana Tugas Direksi.

Sementara itu, terkait dengan dugaan kejahatan administrasi yang patut diduga dilakukan Penjabat Gubernur Bahtiar, seharusnya dianggap belum bisa dilaksanakan karena adanya upaya administrasi yang dilakukan Rendra Darwis dan Dedi Irfan Bachri.

Jika kemudian PTUN membatalkan SK Nomor 220 dan 221, maka segala kerugian yang ditimbulkan Pelaksana Tugas Direksi PT SCI menjadi tanggung jawab perseorangan.

Meskipun menggunakan legal standing yang cacat juridis, Pelaksana Tugas Direksi dan Penjabat Gubernur Sulsel melakukan pembiaran dengan tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan untuk mencegah terjadinya risiko hukum dalam operasional PT SCI.

Hal tersebut akan berdampak pada setiap perikatan yang dibuat oleh PT SCI dengan pihak ketiga, yang mengandung cacat fomal, terkait legal standing Pelaksana Tugas Direksi yang diangkat tanpa suatu RUPS.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru