Keluarga Santriwati Korban Dugaan Pencabulan Keluhkan Lambannya Penanganan Polisi

Rabu, 30 Jul 2025 22:39
Keluarga Santriwati Korban Dugaan Pencabulan Keluhkan Lambannya Penanganan Polisi
Ilustrasi. Foto: Istimewa
Comment
Share
MAROS - Keluarga korban dugaan pencabulan pemimpin Pondok Pesantren Manbaul Ulum Tompobalang, mengeluhkan lambannya penanganan kasus ini di Polres Maros. Pasalnya, kasus ini dilaporkan Februari 2025.

Kendati sudah 5 bulan berlalu, AA (64), pemimpin pondok pesantren yang diduga melakukan pencabulan terhadap lebih dari satu santri perempuan itu tak kunjung ditetapkan sebagai tersangka.

Bahkan, informasi yang diterima pihak keluarga korban, AA sudah kabur ke Kalimantan.

Keluarga korban, AR (36) mengklaim ada empat korban yang mendapatkan perlakuan tidak senonoh pelaku. "Namun hanya saya yang melapor, sebagai perwakilan,” sebut bibi korban ini, saat ditemui awak media dikediamannya, Rabu (30/7/2025).

AR mengatakan, dari penuturan polisi kepada pihak keluarga, terduga pelaku mangkir setelah dipanggil tiga kali. Sementara penjemputan paksa terduga pelaku terkendala dana operasional.

"Lalu kami disuruh menunggu, katanya sembari si terduga pelaku dijemput, sampai hari ini belum ada konfirmasi dan kabar penangkapan. Katanya mereka terkendala dana untuk penjemputan paksa pelaku,” imbuhnya.

Kasus ini terbongkar saat korban curhat pada bibinya pada awal Januari 2025. Sang anak mengaku sering diajak ke kamar oleh sang pimpinan pesantren.

"Modusnya diajak ke kamar, disuruh pijit-pijit dan sempat dikasih uang dari awalnya Rp500 ribu menjadi Rp 1,5 juta dengan alasan 'bisaki temanika?'," Katanya.

Tak jarang, pemimpin pesantren ini memakai modus menghukum santriwati di kamar muhasabah. Diduga ada empat korban pelaku, dengan perlakuan dan modus yang sama berulang kali di ruang hukuman.

Dia menyebutkan keponakannya saat itu duduk di bangku kelas 3 SMA.

Korban memberanikan kabur dari pondok setelah mendapat perlakuan tak menyenangkan. Kejadian ini pun menyisakan trauma mendalam bagi korban. Bahkan korban sempat tak masuk sekolah hingga hari ujian.

"Korban ada empat, dua orang kelas 3 SMA, dua lainnya masih SMP," tururnya.

AR berharap, kasus ini bisa ditangani secepatnya.

“Harapan kami secepatnya pelaku ditemukan dan diberikan sanksi sebagaimana perbuatannya kepada anak-anak kami,” tutupnya.

Keluarga korban lainnya, MK (72) pun menuturkan hal senada. Dia merasa penanganan kasus ini sangat lamban.

"Kadang saya berpikir apakah seperti ini karena kami bukan orang berada? Melapor, tidak ditanggapi," kata ayah korban ini.

Dia menyebut anaknya sudah beberapa kali dipanggil sebagai saksi. Anaknya pun sama traumanya dengan korban lainnya. Anaknya yang saat itu duduk di SMA kelas 3.

MK mengatakan anaknya beberapa kali mendapatkan hukuman dan dikurung dalam ruang muhasabah. Kamar tersebut dalam kondisi gelap dan terdapat tempat tidur. Di kamar itu sang pimpinan masuk dan melakukan pencabulan pada korban.

“Kadang tidak diberi makan, hanya sehari sekali, kalau ada temannya yang bawakan makanan kadang dimarahi,” sebutnya.

Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Ridwan menjelaskan, kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan. Terlapor yang merupakan oknum guru di pesantren tersebut sudah dua kali mangkir dari panggilan pada proses penyelidikan.

“Pemanggilan 2 kali belum menghadap. Dan berdasarkan hasil gelar perkara di tingkatkan ke penyidikan,” sebutnya.

Dia menuturkan, pihaknya akan kembali memanggil terlapor untuk dimintai keterangan.

"Jika sudah dipanggil dua kali pada tahap penyidikan namun masih mangkir, maka akan dijemput paksa," katanya.

Ia mengatakan terdapat enam orang saksi yang diperiksa atas kasus ini.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru