Ibu Tiga Anak di Jeneponto yang Dikriminalisasi, Dipenjara, Tapi Tidak Terbukti Mencari Keadilan

Sabtu, 13 Des 2025 17:22
Ibu Tiga Anak di Jeneponto yang Dikriminalisasi, Dipenjara, Tapi Tidak Terbukti Mencari Keadilan
Kolase foto Amrina usai vonis bebas dan saat ditetapkan tersangka oleh Kejari Jeneponto. Foto: Istimewa
Comment
Share
JENEPONTO - Ibu tiga anak di Jeneponto, Amrina Rachmi Warham merasa dikriminalisasi atas kasus mafia pupuk. Ia kemudian ditetapkan tersangka, dipenjara selama 10 bulan, tapi tidak terbukti di persidangan dan divonis bebas.

Amrina adalah staf distributor PT Koperasi Perdagangan Indonesia (KPI) yang merupakan mantan terdakwa kasus tindak pidana korupsi pupuk subsidi untuk petani di Jeneponto. Usai divonis bebas, ia pun mencari keadilan.

Amrina menceritakan awal mula kasus ini yang ditangani Kejari Jeneponto pada 2021-2022. Pelapornya merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang sampai saat ini ia tidak tahu nama LSMnya.

Ada tiga perusahaan distributor yang diperiksa, yakni Puspud, CV. Anjas, termasuk PT KPI, tempat Amrina bekerja. Dalam prosesnya, 100 orang saksi diperiksa, tapi hanya Amrina yang tersangka dengan tuduhan mafia pupuk.

"Saya heran, katanya kasus mafia pupuk, ratusan orang diperiksa. Tapi hanya saya yang ditersangkakan. Itu pun saya tidak terbukti bersalah di pengadilan," ucap Amrina kepada awak media di Makassar pada Kamis (11/12/2025).

Dalam persidangan 17 Febuari 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar memutus Amrina tidak bersalah alias tidak terbukti korupsi seperti dakwaan jaksa.

Vonis bebas itu membuat jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Jeneponto melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun MA menolak kasasi tersebut. Amrina pun menghirup udara bebas, setelah 10 bulan mendekam dalam penjara.

“Saya ditahan selama 10 bulan. Di Rutan Jeneponto saya ditahan 5 bulan 2 minggu, di Rutan Makassar 4 bulan 2 minggu. Alhamdulillah kasasi kejaksaan ditolak Mahkamah Agung,” kata Amrina.

Amrina mengaku telah berulang kali mengajukan penangguhan penahanan kepada Kejari Jeneponto, tapi selalu ditolak. Padahal ia belum lama ini menjalani operasi batu ginjal, punya anak kecil dan neneknya yang sakit-sakitan.

Hingga pada akhirnya, neneknya meninggal saat ia masih berada di dalam penjara.

"Saya mengajukan penangguhan penahanan 6 kali, tidak pernah diberikan. Anakku masih kecil, saya katanya ditakutkan kabur dan bikin ricuh," ujarnya.

#Amrina Menuntut Keadilan

Saat ini, Amrina sedang berjuang menuntut keadilan. Perempuan berusia 40 tahun ini menggugat Kejari Jeneponto bersama Kejati Sulsel. Gugatan dilayangkan sekaligus untuk mengembalikan nama baiknya usai ditahan dalam sel selama 10 bulan.

Gugatannya dengan nomor perkara 43/Pid.Pra/2025/PN Mks teregistrasi 27 November 2025. Adapun pokok gugatannya yakni mengganti kerugian materil Rp2 miliar dan rehabilitasi nama baik.

Selama di penjara, Amrina mengaku telah kehilangan penghasilannya. Selain itu, kesempatannya untuk menjadi PPPK di salah satu Puskesmas di Jeneponto pupus. Padahal ia telah menjadi honor selama 10 tahun.

#Kejanggalan Kasus Menurut Korban

Amrina mengaku, dia awalnya dituduh menjual pupuk subsidi di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), tapi tidak terbukti. Kemudian, ia disebut menjual pupuk subsidi ke luar wilayah Jeneponto, tapi tidak benar.

Kasus ini sempat berhenti. Tapi pada 2024, Amrina kembali dipanggil. Kali ini, panggilan itu dari Inspektorat Kabupaten Jeneponto.

Amrina hadir sebagai pendamping bosnya, Karaeng Sewang selaku Direktur PT KAI. Amrina mengaku tidak ikut diaudit, ia hanya mendampingi Karaeng Sewang.

Hasil audit Inspektorat Kabupaten Jeneponto, menemukan ada data stok pupuk pada akhir bulan Desember 2021. Stok itulah yang dihitung nilainya sebagai kerugian negara dengan total Rp6 miliar.

"Kalau PT KPI disebut merugikan negara Rp2,6 miliar. Tidak tahu kalau untuk 2 distributor lain," ujarnya.

"Yang jelas itu, kerugian negara Rp6 miliar dari 3 distributor, tapi cuma saya yang ditahan, yang lain tidak. Bahkan janjinya kejaksaan itu malam waktu saya ditahan, tenang bu, besok atau lusa akan ada tersangka lain," tuturnya saat menirukan ucapan jaksa.

"Saya bilang, bukan siapa lagi yang akan tersangka. Tapi saya mau tahu apa salahku? Kenapa saya tersangka? dan kenapa cuma saya?," jelasnya.

Amrina menegaskan, bahwa jaksa keliru menetapkanya sebagai tersangka. Ia merasa, hanya dirinya yang ditarget dalam kasus ini.

"Salah memang (jaksa), karena saya dibilang menjual keluar (dari Jeneponto), baru saya tidak menjual keluar. Dia bilang ada kerugian negara tapi di persidangan, hakim bilang tidak ada kerugian negara. Inspektorat yang ditanya tidak bisa dijawab soal kerugian negara dari mana didapatnya," jelasnya.

Dalam persidangan, Amrina menyebut hakim juga heran dengan kesaksian Inspektorat dan Dinas Perdagangan Jeneponto.

"Hakim tanya siapa yang diaudit, katanya direktur. Terus hakim tanya lagi kenapa direktur yang diaudit, Rina yang merugikan negara. Katanya (inspektorat) karena Rina yang mendampingi," ucapnya.

"Terus hakim bilang, siapa yang tanda tangan di BAP audit? Inspektorat bilang direkturnya. Sementara saya tersangka karena hasil audit, di mana logikanya," paparnya.

Lanjut Amrina, saksi dari Inspektorat Jeneponto sempat diminta hakim menunjukkan bukti kerugian negaranya, tapi tidak bisa ditunjukkan. Adapun hasil audit dan BAP tidak disetor ke kejaksaan.

Sementara saksi dari Dinas Perdagangan ditanya soal alasan stok pupuk akhir tahun, bisa menjadi kerugian negara.

"Dia (saksi) bilang, waktu di BAP dia belum tahu. Setelah di BAP baru dia tahu, ternyata ada aturan boleh ada stok akhir tahun untuk sampai 4 bulan kedepan. Berarti tidak ada pelanggaran dalam kasus ini," jelasnya.

#Tanggapan Kejati Sulsel dan Kejari Jeneponto

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan, langkah hukum yang dilakukan Amrina adalah hak yang harus dihormati.

"Itu hak mantan tersangka atau terdakwa menuntut rehabilitasi," kata Soetarmi saat dimintai keterangannya oleh awak media pada Jumat (12/12/2025).

Menurut Soetarmi, salah satu hakim anggota pada tingkat kasasi memberikan dissenting opinion atas putusan bebas Amrina. Ia dianggap bersalah menyalahgunakan wewenang.

Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Jeneponto, Abdillah Zikri Natsir yang dihubungi awak media belum bisa memberikan jawaban. Ia mengaku perlu melakukan koordinasi dengan pimpinan, sebelum memberikan pernyataan resmi.
(UMI)
Berita Terkait
Berita Terbaru