Diduga Ubah Data Verfak Parpol, DKPP Sidang Etik Anggota KPU Pangkep

Tim Sindomakassar
Jum'at, 08 Mar 2024 23:00
Diduga Ubah Data Verfak Parpol, DKPP Sidang Etik Anggota KPU Pangkep
DKPP menggelar sidang etik dengan Teradu anggota KPU Pangkep. Foto: IST
Comment
Share
MAKASSAR - DKPP menggelar sidang etik terhadap satu Komisioner KPU Pangkep, Saiful Mujib sebagai Teradu di Kantor Bawaslu Sulsel pada Jumat (08/03/2024). Pengadu dalam kasus ini ialah Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu Sulsel yang menduga Teradu melakukan manipulasi data hasil verifikasi faktual perbaikan kepengurusan dan anggota partai politik (parpol).

Ketua Majelis DKPP, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan pihaknya tidak bisa memberikan pendapat terkait substansi persidangan. I Dewa Kade mengaku laporan OMS Kawal Pemilu Sulsel terhadap Komisioner KPU Pangkep sangat penting.

"Kedua, kami DKPP hadir di tengah-tengah padatnya jadwal, karena kami memandang pengaduan ini sangat penting. Kita ketahui bahwa di provinsi juga sedang rekap tingkat provinsi sedang berjalan," katanya usai sidang.

I Dewa Kade mengaku dalam persidangan yang digelar hadir seluruh pihak termasuk Pengadu dan Teradu, serta saksi dan pihak terkait. Ia memastikan sidang etik yang digelar tidak mengganggu proses rekapitulasi tingkat provinsi yang sedang berlangsung.

"Tadi sebagai pihak terkait hadir, dari unsur perwakilan ya. Jadi agar persidangan DKPP tetap berjalan, di sisi lain rekapitulasi (Pemilu tingkat provinsi) juga berjalan," sebutnya.

I Made Kade mengaku setelah sidang etik, pihaknya akan menggelar rapat tingkat DKPP untuk membahas soal putusan. Kemudian selanjutnya DKPP akan melakukan penyusunan draft putusan.

"Dan pada saatnya tentu akan dibacakan ya. intinya seperti itu. Jadi kami sudah punya mekanisme, setidaknya 10 hari setelah sidang dinyatakan ditutup itu akan dilakukan rapat pleno," kata dia.

"Tetapi jika dipandang perlu pada pleno itu juga bisa dibuka sidang kembali. Nah setelah pleno terakhir, itu ada waktu 30 hari kerja untuk membacakan keputusan," imbuhnya.

I Dewa Kade mengaku sidang etik yang digelar terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu tingkat kabupaten. Ia menyebut dugaan pelanggaran etik terkait perbaikan verifikasi faktual partai politik.

"Jadi pada prinsipnya pengaduan itu adalah terkait dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu tingkat kabupaten terkait dengan verifikasi faktual perbaikan partai politik," ucapnya.

Sementara itu penggugat dari OMS Kawal Pemilu Sulsel, Aflina Mustafa Inah mengungkapkan pihaknya menggugat Teradu sudah dilayangkan sejak dua bulan lalu.

"Mengadukan saudara Saiful Mujib, beliau sekarang itu anggota KPU Pangkep Divisi Teknis. Tapi sebelumnya yang kami juga adalah pada saat beliau menjadi KPU untuk posisi (divisi) parmas (partisipasi masyarakat)," ungkapnya.

Aflina mengatakan OMS Kawal Pemilu mengajukan permintaan kepada KPU kabupaten/kota terkait verifikasi faktual parpol pada pleno tanggal 8 Desember 2022. Berdasarkan penelusuran ada perbedaan antara pleno khusus KPU Pangkep dengan pemberitaan media terkait verifikasi faktual parpol.

"Pleno itu isinya bahwa dari penelusuran atau verifikasi faktual partai baik dari sisi kepengurusan, keterwakilan perempuan, keanggotaan itu sudah dilakukan oleh KPU masing-masing dan di pleno untuk khusus Pangkep ini terdapat dua yang TMS (tidak memenuhi syarat) yaitu partai PKN (Partai Kebangkitan Nusantara) dan Partai Ummat. Itu diloloskan dan itu kami peroleh semuanya dari pemberitaan media" sebutnya.

"Ada juga kabupaten atau kota lain kayak Kota Makassar ya mengupload itu langsung di laman website mereka. Jadi dari situ kami bisa memastikan bahwa semua ini TMS, apa tidak tidak memenuhi syarat," sambungnya.

Bahkan OMS Kawal Pemilu menemukan bukan dua parpol, tetapi empat yang tidak memenuhi syarat.

"Bahwa ada beberapa partai, kalau kami hitung dari 24 kabupaten/kota ada sekitar empat partai yang tidak memenuhi syarat untuk lolos menjadi peserta pemilu pada saat itu," ungkapnya.

Temuan OMS Kawal Pemilu tak sampai di situ, berdasarkan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) ternyata menampilkan hal berbeda.

"Nah perbedaan inilah yang menjadi pantauan kami terus. Kenapa kami pantau, karena kan kami itu adalah bagian dari pemantau Pemilu yang mengawasi langkah-langkah apa yang dilakukan oleh kawan-kawan kita yang menjadi penyelenggara," tuturnya.

Aflina mengaku pihaknya sempat mempertanyakan perbedaan data tersebut kepada KPU Pangkep. Saat itu, kata Aflina, Komisioner KPU Pangkep Saiful Mujib mengirimkan jawaban atas pertanyaan terkait verifikasi faktual parpol.

"Nah khusus Saiful Mujib ini mengirimkan kami jawaban, karena kami kan mengirim email maupun surat secara tertulis ya bukti fisiknya ada, itu yang meminta data yang mereka tandatangani bersama pada saat mereka pleno tanggal 8 Desember 202 itu. Itu ternyata berbeda antara yang kami ketahui sudah di upload oleh kawan-kawan jurnalis di medianya masing-masing dengan yang diberikan oleh Saiful Mujib ini," tuturnya.

"Jadi yang kami temukan berbeda, yang Saiful Mujib jawab ke kami adalah semuanya memenuhi syarat," kata dia.

Ia menegaskan meski ada perbedaan, seharusnya Sipol tidak bisa menjadi rujukan. OMS Kawal Pemilu Sulsel menganggap Sipol hanya sebagai data pembanding.

"Padahal Sipol hanyalah data pembanding. Data yang sebenarnya adalah apa yang diplenokan dan dikeluarkan oleh KPUD," tegasnya.

Bagi Aflina, apa yang dilakukan Saiful Mujib sudah terbukti melakukan pelanggaran etik. Ia pun berharap DKPP memberikan sanksi pemberhentian kepada Saiful Mujib.

"Itu sudah terbukti (pelanggaran) etik. karena bagi kami saudara Saiful Mujib tidak mengirimkan hal yang sebenarnya kepada kami. Tuntutan kami memang sudah sangat jelas bahwa pemberhentian bagi (Saiful Mujib), tidak secara profesional melakukan kerjanya sebagai KPU dan juga memberikan data yang bagi kami itu kekeliruan besar," kata dia.

"Dan ketiga bahwa mereka yang sebagai penyelenggara negara melakukan seluruh pekerjaannya dengan dana negara. Sehingga dana negara itu jika salah, maka ada indikasi yang kami tidak mengatakan itu indikasi korupsi tapi perlu juga diperiksa sebagai sebuah kebocoran," pungkasnya.
(UMI)
Berita Terkait
Berita Terbaru