Cofiring Bonggol Jagung di PLTU Punagaya Dukung Asa Nol Emisi Karbon 2060

Tri Yari Kurniawan
Minggu, 15 Jan 2023 12:35
Cofiring Bonggol Jagung di PLTU Punagaya Dukung Asa Nol Emisi Karbon 2060
PT PLN (Persero) lewat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Punagaya, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan menerapkan cofiring bonggol jagung untuk menghadirkan energi bersih. Foto/Dok PLN
Comment
Share
JENEPONTO - Limbah tidak selamanya harus berakhir di tempat pembuangan sampah. Juga tidak harus menjelma menjadi masalah yang merusak lingkungan, jika dapat dikelola dengan baik. Mengolahnya sebagai bahan bakar melalui metode cofiring untuk menghasilkan listrik merupakan solusi mendukung target pemerintah menuju nol emisi karbon pada 2060.

Metode itu diterapkan PT PLN (Persero) pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Punagaya, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan. Inisiatif transisi energi pada pembangkit listrik berkapasitas 2 x 100 MW tersebut mampu menghasilkan 2.060 MWh energi hijau periode Januari-November 2022. Tidak kalah penting, penerapan cofiring berdampak terhadap penurunan nilai emisi karbon sebesar 121.869 ton CO2 dalam setahun sejak 2020 hingga 2021.



Sekadar diketahui, cofiring merupakan proses penambahan senyawa organik (biomassa) sebagai bahan bakar pengganti parsial atau bahan campuran batu bara di PLTU. Melalui metode tersebut, PLN berkomitmen mewujudkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 25 persen pada 2025. Di PLTU Punagaya, penerapan cofiring mulai dilakukan sejak Februari 2021 dan semakin intensif pada tahun ini.

Pejabat Pelaksana Lingkungan pada PLN Unit Pelaksana Pembangkitan (UPK) Punagaya, Firmansyah Fattah, menjelaskan bonggol jagung yang telah digiling untuk pelaksanaan cofiring berasal dari petani dan masyarakat setempat. Limbah domestik itu selanjutnya diproses sebagai bahan campuran batu bara dengan komposisi perbandingan 5:95.

Berdasarkan data PLN UPK Punagaya, pemakaian biomassa dari bonggol jagung untuk PLTU setempat mencapai 1.617,27 ton periode Januari-November 2022. Cofiring menghasilkan 2.060 MWh energi hijau, sekaligus daya listrik 1,98 MW. Produksi energi hijau terbesar terjadi pada Juli 2022 sebesar 329,88 MWh dengan pemakaian bonggol jagung mencapai 255,57 ton.

“Kami terus berusaha merintis jalan menghasilkan listrik hijau, energi bersih. Penggunaan bonggol jagung sebagai bahan biomassa untuk cofiring adalah salah satu upaya. Ya bonggol jagung ini kan limbah domestik, sampah yang tidak terpakai lalu dimanfaatkan, mengubahnya (lewat metode cofiring menjadi energi listrik),” kata Firmansyah, kepada INDO Makassar, belum lama ini.

Perlahan tapi pasti, porsi penggunaan bonggol jagung untuk cofiring semakin besar. Sejak mulai dijalankan pada 10 Februari 2021, produksi listrik hijau di PLTU Punagaya terus meningkat. Paling tidak sudah memenuhi harapan pemerintah untuk mulai menerapkan metode cofiring, meski sejauh ini baru 1 persen. Ke depan, diupayakan agar dapat meningkat hingga 5 persen.

“Ini kan bentuk transisi energi, ya bertahap, tidak bisa langsung. Kalau sekarang memang baru 1 persen, tapi arahnya kami tentu ingin bisa lebih besar lagi, kalau bisa sampai 5 persen,” tuturnya.

Kendala untuk memenuhi target itu terletak pada pasokan bonggol jagung yang masih belum memenuhi ekspektasi. Pemenuhan 1 persen saja membutuhkan suplai bonggol jagung yang telah digiling sebesar 25 ton per hari. Artinya, jika ingin porsi cofiring mencapai 5 persen, maka diperlukan pasokan bonggol jagung 125 ton per hari.

Sejauh ini, suplai bonggol jagung yang diperolehnya masih fluktuatif rentang 15-25 ton. Itu pun area pengumpuolan sudah diperluas. Bukan hanya di Jeneponto, tapi sampai ke kabupaten tetangga seperti Takalar dan Gowa. PLTU UPK Punagaya juga telah membentuk setidaknya dua bank sampah dan menggandeng pengusaha lokal untuk menyuplai bahan bakar cofiring sebagai pengganti batu bara tersebut.

“Cofiring bonggol jagung ini juga sebenarnya mampu menggerakkan ekonomi masyarakat setempat. Ya, karena limbah domestik yang sebenarnya tidak terpakai kini memiliki nilai ekonomi, makanya ke depan kami berencana membentuk beberapa bank sampah lagi di Jeneponto dan Takalar,” kata Firmansyah, sembari menyebut pihaknya juga terus mendorong petani jagung dapat lebih produktif.

General PLN UIKL Sulawesi, Munawwar Furqan, sebelumnya mengungkapkan transisi energi melalui peningkatan bauran EBT pada pembangkit menjadi fokus perusahaan. Implementasi cofiring pada PLTU merupakan wujud green booster dari PLN. Lewat cofiring, PLTU Punagaya berhasil menekan emisi karbon sebesar 121.869 ton CO2 sejak 2020 hingga 2021.

Angka penurunan di atas sesuai dengan capaian intensitas emisi PLTU Punagaya pada 2021 yakni 1,002 ton CO2 per MWh atau lebih rendah dari Nilai Batas Atap (Cap) PLTU yang telah ditetapkan oleh Kementerian ESDM sebesar 1,013 ton CO2 per MWh.

Gerakkan Ekonomi
Cofiring bukan hanya berkontribusi menghasilkan energi bersih, namun juga menggerakkan ekonomi kerakyatan. Penggunaan biomassa dengan berbagai jenisnya menjadi peluang ekonomi bagi masyarakat. Seperti di PLTU Punagaya yang menggunakan cofiring bonggol jagung maupun PLTU Bolok yang memakai cofiring dari hutan dan peternakan.

Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyatakan PLN telah menggunakan teknologi cofiring sejak 2020 lalu. Hingga Mei 2022, sebanyak 32 PLTU sudah menerapkan cofiring dan PLN telah memproduksi listrik hijau setara 487 MWh. Implementasi cofiring juga memberikan dampak penurunan emisi karbon 184 ribu ton CO2 per April 2022.

“Program ini ditargetkan rata-rata menggunakan 10-20 persen dari kapasitas PLTU PLN untuk cofiring atau ekuivalen sekitar 2.700 MW. Cofiring akan terus dilakukan PLN sampai paling tidak 52 titik PLTU bisa menggunakan teknologi ini pada 2025,” jelasnya.



Dari aspek ekonomi, ia menyebut PLN terus mendorong sinergi dengan berbagai pihak terkait. Dengan begitu, diharapkan penerapan metode cofiring juga memberikan nilai ekonomi kepada masyarakat maupun daerah setempat.

“Ini adalah energi yang berbasis pada energi kerakyatan. Artinya, bagaimana kita melakukan sinergi menambah EBT tetapi di saat yang sama juga menciptakan lapangan kerja, mempercepat pertumbuhan ekonomi dan melakukan eradikalisasi kemiskinan,” pungkasnya.
(RPL)
Berita Terkait
Berita Terbaru