OPINI: Mengawal Kinerja Timsel Sulsel untuk KPU Kabupaten/Kota
Tim Sindomakassar
Rabu, 19 Apr 2023 21:37
Wasekjen Majelis Nasional KAHMI Bidang Riset dan Teknologi, Suhartini Suaedy. Foto: Dok Pribadi Suhartini
Suhartini Suaedy
Wasekjen Majelis Nasional KAHMI Bidang Riset dan Teknologi
Masa bakti sejumlah KPU Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan akan segera berakhir sekitar bulan Juni dan Juli 2023. Proses pembentukan Tim Seleksi (Timsel) pun untuk Sulsel 1, Sulsel 2 dan juga Sulsel 3 telah dilakukan.
Saat ini khusus untuk Timsel Sulsel 1 yang meliputi perekrutan untuk KPU Kabupaten Gowa, Bone, Bulukumba, Barru, Luwu Timur serta Luwu Utara dan Sulsel 2 yang meliputi Maros, Pangkep, Soppeng, Tana Toraja dan Toraja Utara sedang menjalankan seluruh tahapan seleksi untuk calon anggota KPU di wilayah tersebut.
Tahapan sekarang ini telah memasuki 20 besar dan telah menyelesaikan tes kesehatan dan tes wawancara untuk nantinya menentukan 10 besar yang menjadi rekomendasi Timsel untuk dikirim ke KPU RI.
Selama proses tahapan seleksi berlangsung, ada beberapa hal yang menarik bagi saya, kaitannya dengan indikator masing-masing Timsel dalam memutuskan nasib para peserta untuk menjadi penyelenggara pemilu ini.
Mengutip pemberitaan di sejumlah media, Timsel Sulsel 1 misalnya yang dinakhodai Prof Muhammad sebagai ketua yang integritas dan kapasitas beliau sebagai mantan ketua DKPP RI tentu tidak diragukan lagi, yang akhirnya menjadikan salah satu indikator untuk memotong penyelenggara petahana adalah pernah mendapatkan putusan peringatan atau sanksi lainnya dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Seperti yang terjadi pada petahana Supriadi Halim yang pernah mendapatkan putusan peringatan selama menjabat sebagai anggota KPU di daerahnya Luwu Utara, hingga nasib Supriadi Halim pun terpental dan tidak lagi masuk menjadi 20 besar pasca pengumuman hasil Tes CAT dan Psikotes.
Indikator ini akhirnya merembes pada kritikan terhadap Timsel Sulsel 2 yang dinahkodai oleh Dzulkarnain yang mungkin mereka tidak mempertimbangkan indikator putusan DKPP ini sebagai acuan dalam menentukan 20 besar, namun murni masih berdasarkan hasil seleksi Tes CAT dan Psikotes para peserta, mungkin yah, karena butuh transparansi nilai kedua hasil tes tersebut untuk bisa memvalidasi klaim saya tersebut.
Mengingat pengumuman untuk hasil ini tidak dilakukan secara terbuka hasilnya kepada seluruh peserta, meski pada akhirnya Timsel Sulsel 2 sebagaimana diberitakan juga bahwa mereka memang tidak tahu menahu persoalan peserta yang ikut seleksi dalam wilayahnya ada juga penyelenggara petahana yang pernah mendapatkan putusan serupa yakni Peringatan oleh DKPP di Kabupaten Maros Umar dan Meylani itupun setelah mendapatkan sejumlah tanggapan atau laporan dari berbagai pihak ataupun bisa jadi dari lawan antar calon peserta we don't know.
Baca Juga: Loloskan 2 Calon Komisioner Tersandung DKPP, Timsel KPU Akui Tidak Tahu
Putusan DKPP Petahana atau yang saat ini sedang dilaporkan oleh masyarakat ke DKPP atau sedang menanti putusan DKPP harus menjadi analisis tersendiri bagi Timsel, bahkan sebagai bentuk keseriusan persoalan ini juga bisa melihat perkembangan yang terjadi di daerah tersebut, misalnya saja dua petahana KPU Sulsel Fatmawati dan Upi Hastati yang saat ini sedang menanti hasil 7 besar dan menjadi bagian yang sedang dilaporkan ke DKPP oleh Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), karena dugaan kecurangan hasil verfak perbaikan yang telah diplenokan dan ditandatangani oleh empat pimpinan KPU Sulsel dan dua diantaranya adalah petahana tersebut.
Lalu dampak dari masalah yang sama yang akhirnya menjadi pemicu konflik internal KPU Pangkep yang berujung insiden “vas bunga”. Dan sidang DKPP yang dipicu oleh ketua divisi teknis Aminah yang tidak memberikan dokumen scan Berita Acara Verifikasi Faktual Perbaikan yang diminta oleh Ketua KPU Pangkep, yang juga hasilnya berbeda antara hasil yang diplenokan melalui Rapat Pleno Terbuka KPU Pangkep 8 Desember 2022 yang lalu dengan hasil rekap KPU Provinsi Sulsel tanggal 10 Desember 2022, sebagaimana disaksikan publik melalui sidang DKPP yang disiarkan secara langsung melalui Channel Youtube DKPP.
Dan yang membuat publik tercengang saat dilaksanakan sidang DKPP tanggal 29 Maret 2023 yang lalu telah mengungkap fakta melalui kesaksian Ketua KPU Pangkep Burhan dan juga anggota Divisi Data Pangkep Rohani bahwa adanya pengakuan dua anggota KPU Pangkep Lainnya yakni Saharuddin Hafid dan Saiful Mujib selaku anggota KPU yang menyatakan telah melakukan penandatanganan Berita Acara Palsu atau tidak diluar Berita Acara yang telah diplenokan bersama anggota KPU lainnya yang diduga keras inilah yang menjadi penyebab terjadinya perubahan hasil ini yang berbeda ini.
Persoalan ini pun harus menjadi perhatian bagi Tim Seleksi Sulsel 2 yang digawangi oleh Ketua Timsel Dzulkarnain dan anggota Yusri, Abdul Karim, Alem Febri Sonni dan Abdi Akbar mengingat terdapat dua petahana yang masih begitu percaya diri untuk menjadi bagian penyelenggara layaknya 2 Petahana KPU Sulsel hari ini.
Pertanyaanya kemudian, apakah akhirnya indikator putusan DKPP atau sedang berproses di DKPP ini menjadi rapor merah bagi petahana tanpa mempertimbangkan lagi kinerja mereka selama menjalankan tugas di divisi yang diampunya?
Bagaimana dengan putusan Bawaslu di daerah tersebut terkait tahapan yang berjalan bagi petahana? Apakah ini juga perlu menjadi acuan atau pertimbangan sebelum akhirnya memutuskan memotong atau mempertahankan calon tersebut? Meski sekali lagi itu harus kembali kepada hak pleno ketua dan anggota Tim Seleksi yang bertugas, namun pertimbangan-pertimbangan ini yang juga menjadi sorotan publik harusnya tidak diabaikan.
Pada akhirnya, jika indikator Putusan DKPP harusnya menjadi warning maka perlu diatur secara jelas dalam tata kerja Tim Seleksi yang bertugas ataupun menjadi acuan tetap saat pembekalan atau orientasi tugas para Timsel yang dibentuk, agar semua Timsel memiliki kesepahaman dalam melakukan penilaian pada petahana yang terindikasi pernah mendapatkan putusan DKPP agar semua mendapatkan perlakuan dan keadilan yang sama.
Dan atau, memperjelas putusan level seperti apa yang kemudian masih bisa “ditoleransi” bagi petahana dengan tetap mempertimbangkan kinerja mereka, bukan hanya persoalan background organisasi mana yang ditandai dengan rekomendasi dan akhirnya menjadi alasan untuk tidak memberi kesempatan kepada mereka yang memang memiliki pengalaman sejak menjadi penyelenggara adhoc dan berharap juga bisa bersaing secara sehat dalam kontestasi seleksi KPU Kabupaten/kota di Sulawesi Selatan ini.
Persoalan ini penting untuk kemudian dipikirkan dalam menata sistem seleksi para penyelenggara yang akan menjalankan seluruh tahapan Pemilu 2024 mendatang, mengingat proses seleksi ini berjalan di tengah tahapan, putusan DKPP ini harus clear penerapannya, apakah hanya sekedar menjadi ‘pertimbangan’ atau harus menjadi ‘indikator wajib’ bagi seluruh Timsel nantinya yang akan melakukan perekrutan di Seluruh Indonesia?
Atau jika ini pada akhirnya tergantung siapa dan bagaimana background Timsel yang akan menangani daerah atau wilayah tersebut pasti eksekusinya akan berbeda-beda, sehingga kesempatan calon yang akan mengikuti seleksi ini khususnya petahana bisa melihat tantangan dan peluangnya bahwa dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2023 tentang seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/kota mempertimbangkan rekam jejak calon tanpa membedakan calon tersebut adalah petahana atau bukan memang harus dilakukan, namun mempertimbangkan kelayakan kembali petahana tersebut bisa terus berkarir sebagai penyelenggara juga penting menjadi atensi yang tentu tidak lepas dari tanggapan masyarakat atas kinerjanya selama ini.
Benang merah yang ingin saya sampaikan dalam pandangan saya terkait putusan DKPP, lebih kepada prinsip perlakuan indikator yang setara dalam hal penilaian tentang seberapa berpengaruh putusan DKPP bagi petahana yang masih ingin berkarir dalam dunia penyelenggara, agar tidak bias antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Mengingat Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga hierarkis dan mengingat putusan DKPP juga berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.
Saya termasuk yang bersepakat bahwa sangat penting mempertimbangkan putusan DKPP terlebih jenis pelanggaran seperti apa yang menjadi materi pelanggaran penyelenggara tersebut kaitannya dengan pelanggaran kode etik penyelenggara, membandingkan putusan DKPP untuk petahana Supriadi Halim KPU Luwu Utara dan petahana Masdar yang merupakan petahana KPU Kabupaten Barru yang merupakan yang mendapatkan 3 jenis putusan pelanggaran DKPP sebagaimana diberitakan, akhirnya menjadi dasar juga bagi Timsel untuk tidak meloloskan yang bersangkutan dalam 20 besar.
Bagi saya pribadi itu hal yang tepat, karena prinsip kehati-hatian penyelenggara tersebut diabaikan karena telah melakukan pelanggaran lebih dari sekali dan berulang kali mendapatkan putusan teguran tentu nilainya harus berbeda dengan mereka yang baru sekali mendapatkan teguran dari DKPP.
Hal menarik lainnya yang juga menjadi perhatian saya dan juga publik bahkan sejumlah calon yang telah berguguran dalam seleksi ini kaitannya dengan seleksi anggota KPU Kabupaten/Kota ini adalah penggabungan nilai Tes CAT yang sekarang juga telah ada nilai tambahan berupa soal essay dalam paketan seleksi ini, kemudian ditambah hasil Psikotes yang akan menghasilkan apakah calon tersebut layak dipertimbangkan, direkomendasikan atau tidak sama sekali untuk dipertimbangkan yang akhirnya menjadi nilai gabungan yang menentukan peserta untuk bisa lulus melenggang pada tahapan berikutnya, cukup menjadi pro dan kontra dalam hal memastikan nilai calon peserta tersebut karena membutuhkan waktu untuk menunggu hasilnya untuk diperiksa oleh Timsel.
Berbeda 180 derajat dalam seleksi yang digelar periode sebelumnya tahun 2018 yang lalu, yang membedakan adalah nilai CAT terlebih dahulu diumumkan hasilnya dan dilakukan perangkingan untuk menghitung siapa yang akan memasuki 20 besar, hasilnya juga seketika bisa disaksikan sesaat setelah selesai tes CAT. Kemudian hasil tes CAT inilah yang menjadi tiket bagi peserta selanjutnya untuk mengikuti Psikotes yang digabungkan dengan pemeriksaan kesehatan, lalu dilanjutkan dengan tes wawancara untuk menentukan 10 besar.
Dan akhirnya dilakukan Fit dan Proper Test oleh KPU RI melalui KPU Provinsi dan hasilnya disampaikan ke KPU RI untuk selanjutnya menunggu hasil akhir perangkingan yang lolos masuk 5 besar dan peringkat 6 hingga 10 menjadi cadangan. Jika, harus memilih model seleksi periode sebelumnya atau periode hari ini, sebagai pengamat saya termasuk yang memilih jenis seleksi model periode sebelumnya, yang secara proses dan hasil jauh lebih transparan dan akuntabel bagi semua peserta yang ingin mencoba peruntukannya di dunia penyelenggara.
Wasekjen Majelis Nasional KAHMI Bidang Riset dan Teknologi
Masa bakti sejumlah KPU Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan akan segera berakhir sekitar bulan Juni dan Juli 2023. Proses pembentukan Tim Seleksi (Timsel) pun untuk Sulsel 1, Sulsel 2 dan juga Sulsel 3 telah dilakukan.
Saat ini khusus untuk Timsel Sulsel 1 yang meliputi perekrutan untuk KPU Kabupaten Gowa, Bone, Bulukumba, Barru, Luwu Timur serta Luwu Utara dan Sulsel 2 yang meliputi Maros, Pangkep, Soppeng, Tana Toraja dan Toraja Utara sedang menjalankan seluruh tahapan seleksi untuk calon anggota KPU di wilayah tersebut.
Tahapan sekarang ini telah memasuki 20 besar dan telah menyelesaikan tes kesehatan dan tes wawancara untuk nantinya menentukan 10 besar yang menjadi rekomendasi Timsel untuk dikirim ke KPU RI.
Selama proses tahapan seleksi berlangsung, ada beberapa hal yang menarik bagi saya, kaitannya dengan indikator masing-masing Timsel dalam memutuskan nasib para peserta untuk menjadi penyelenggara pemilu ini.
Mengutip pemberitaan di sejumlah media, Timsel Sulsel 1 misalnya yang dinakhodai Prof Muhammad sebagai ketua yang integritas dan kapasitas beliau sebagai mantan ketua DKPP RI tentu tidak diragukan lagi, yang akhirnya menjadikan salah satu indikator untuk memotong penyelenggara petahana adalah pernah mendapatkan putusan peringatan atau sanksi lainnya dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Seperti yang terjadi pada petahana Supriadi Halim yang pernah mendapatkan putusan peringatan selama menjabat sebagai anggota KPU di daerahnya Luwu Utara, hingga nasib Supriadi Halim pun terpental dan tidak lagi masuk menjadi 20 besar pasca pengumuman hasil Tes CAT dan Psikotes.
Indikator ini akhirnya merembes pada kritikan terhadap Timsel Sulsel 2 yang dinahkodai oleh Dzulkarnain yang mungkin mereka tidak mempertimbangkan indikator putusan DKPP ini sebagai acuan dalam menentukan 20 besar, namun murni masih berdasarkan hasil seleksi Tes CAT dan Psikotes para peserta, mungkin yah, karena butuh transparansi nilai kedua hasil tes tersebut untuk bisa memvalidasi klaim saya tersebut.
Mengingat pengumuman untuk hasil ini tidak dilakukan secara terbuka hasilnya kepada seluruh peserta, meski pada akhirnya Timsel Sulsel 2 sebagaimana diberitakan juga bahwa mereka memang tidak tahu menahu persoalan peserta yang ikut seleksi dalam wilayahnya ada juga penyelenggara petahana yang pernah mendapatkan putusan serupa yakni Peringatan oleh DKPP di Kabupaten Maros Umar dan Meylani itupun setelah mendapatkan sejumlah tanggapan atau laporan dari berbagai pihak ataupun bisa jadi dari lawan antar calon peserta we don't know.
Baca Juga: Loloskan 2 Calon Komisioner Tersandung DKPP, Timsel KPU Akui Tidak Tahu
Putusan DKPP Petahana atau yang saat ini sedang dilaporkan oleh masyarakat ke DKPP atau sedang menanti putusan DKPP harus menjadi analisis tersendiri bagi Timsel, bahkan sebagai bentuk keseriusan persoalan ini juga bisa melihat perkembangan yang terjadi di daerah tersebut, misalnya saja dua petahana KPU Sulsel Fatmawati dan Upi Hastati yang saat ini sedang menanti hasil 7 besar dan menjadi bagian yang sedang dilaporkan ke DKPP oleh Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), karena dugaan kecurangan hasil verfak perbaikan yang telah diplenokan dan ditandatangani oleh empat pimpinan KPU Sulsel dan dua diantaranya adalah petahana tersebut.
Lalu dampak dari masalah yang sama yang akhirnya menjadi pemicu konflik internal KPU Pangkep yang berujung insiden “vas bunga”. Dan sidang DKPP yang dipicu oleh ketua divisi teknis Aminah yang tidak memberikan dokumen scan Berita Acara Verifikasi Faktual Perbaikan yang diminta oleh Ketua KPU Pangkep, yang juga hasilnya berbeda antara hasil yang diplenokan melalui Rapat Pleno Terbuka KPU Pangkep 8 Desember 2022 yang lalu dengan hasil rekap KPU Provinsi Sulsel tanggal 10 Desember 2022, sebagaimana disaksikan publik melalui sidang DKPP yang disiarkan secara langsung melalui Channel Youtube DKPP.
Dan yang membuat publik tercengang saat dilaksanakan sidang DKPP tanggal 29 Maret 2023 yang lalu telah mengungkap fakta melalui kesaksian Ketua KPU Pangkep Burhan dan juga anggota Divisi Data Pangkep Rohani bahwa adanya pengakuan dua anggota KPU Pangkep Lainnya yakni Saharuddin Hafid dan Saiful Mujib selaku anggota KPU yang menyatakan telah melakukan penandatanganan Berita Acara Palsu atau tidak diluar Berita Acara yang telah diplenokan bersama anggota KPU lainnya yang diduga keras inilah yang menjadi penyebab terjadinya perubahan hasil ini yang berbeda ini.
Persoalan ini pun harus menjadi perhatian bagi Tim Seleksi Sulsel 2 yang digawangi oleh Ketua Timsel Dzulkarnain dan anggota Yusri, Abdul Karim, Alem Febri Sonni dan Abdi Akbar mengingat terdapat dua petahana yang masih begitu percaya diri untuk menjadi bagian penyelenggara layaknya 2 Petahana KPU Sulsel hari ini.
Pertanyaanya kemudian, apakah akhirnya indikator putusan DKPP atau sedang berproses di DKPP ini menjadi rapor merah bagi petahana tanpa mempertimbangkan lagi kinerja mereka selama menjalankan tugas di divisi yang diampunya?
Bagaimana dengan putusan Bawaslu di daerah tersebut terkait tahapan yang berjalan bagi petahana? Apakah ini juga perlu menjadi acuan atau pertimbangan sebelum akhirnya memutuskan memotong atau mempertahankan calon tersebut? Meski sekali lagi itu harus kembali kepada hak pleno ketua dan anggota Tim Seleksi yang bertugas, namun pertimbangan-pertimbangan ini yang juga menjadi sorotan publik harusnya tidak diabaikan.
Pada akhirnya, jika indikator Putusan DKPP harusnya menjadi warning maka perlu diatur secara jelas dalam tata kerja Tim Seleksi yang bertugas ataupun menjadi acuan tetap saat pembekalan atau orientasi tugas para Timsel yang dibentuk, agar semua Timsel memiliki kesepahaman dalam melakukan penilaian pada petahana yang terindikasi pernah mendapatkan putusan DKPP agar semua mendapatkan perlakuan dan keadilan yang sama.
Dan atau, memperjelas putusan level seperti apa yang kemudian masih bisa “ditoleransi” bagi petahana dengan tetap mempertimbangkan kinerja mereka, bukan hanya persoalan background organisasi mana yang ditandai dengan rekomendasi dan akhirnya menjadi alasan untuk tidak memberi kesempatan kepada mereka yang memang memiliki pengalaman sejak menjadi penyelenggara adhoc dan berharap juga bisa bersaing secara sehat dalam kontestasi seleksi KPU Kabupaten/kota di Sulawesi Selatan ini.
Persoalan ini penting untuk kemudian dipikirkan dalam menata sistem seleksi para penyelenggara yang akan menjalankan seluruh tahapan Pemilu 2024 mendatang, mengingat proses seleksi ini berjalan di tengah tahapan, putusan DKPP ini harus clear penerapannya, apakah hanya sekedar menjadi ‘pertimbangan’ atau harus menjadi ‘indikator wajib’ bagi seluruh Timsel nantinya yang akan melakukan perekrutan di Seluruh Indonesia?
Atau jika ini pada akhirnya tergantung siapa dan bagaimana background Timsel yang akan menangani daerah atau wilayah tersebut pasti eksekusinya akan berbeda-beda, sehingga kesempatan calon yang akan mengikuti seleksi ini khususnya petahana bisa melihat tantangan dan peluangnya bahwa dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2023 tentang seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/kota mempertimbangkan rekam jejak calon tanpa membedakan calon tersebut adalah petahana atau bukan memang harus dilakukan, namun mempertimbangkan kelayakan kembali petahana tersebut bisa terus berkarir sebagai penyelenggara juga penting menjadi atensi yang tentu tidak lepas dari tanggapan masyarakat atas kinerjanya selama ini.
Benang merah yang ingin saya sampaikan dalam pandangan saya terkait putusan DKPP, lebih kepada prinsip perlakuan indikator yang setara dalam hal penilaian tentang seberapa berpengaruh putusan DKPP bagi petahana yang masih ingin berkarir dalam dunia penyelenggara, agar tidak bias antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Mengingat Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga hierarkis dan mengingat putusan DKPP juga berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.
Saya termasuk yang bersepakat bahwa sangat penting mempertimbangkan putusan DKPP terlebih jenis pelanggaran seperti apa yang menjadi materi pelanggaran penyelenggara tersebut kaitannya dengan pelanggaran kode etik penyelenggara, membandingkan putusan DKPP untuk petahana Supriadi Halim KPU Luwu Utara dan petahana Masdar yang merupakan petahana KPU Kabupaten Barru yang merupakan yang mendapatkan 3 jenis putusan pelanggaran DKPP sebagaimana diberitakan, akhirnya menjadi dasar juga bagi Timsel untuk tidak meloloskan yang bersangkutan dalam 20 besar.
Bagi saya pribadi itu hal yang tepat, karena prinsip kehati-hatian penyelenggara tersebut diabaikan karena telah melakukan pelanggaran lebih dari sekali dan berulang kali mendapatkan putusan teguran tentu nilainya harus berbeda dengan mereka yang baru sekali mendapatkan teguran dari DKPP.
Hal menarik lainnya yang juga menjadi perhatian saya dan juga publik bahkan sejumlah calon yang telah berguguran dalam seleksi ini kaitannya dengan seleksi anggota KPU Kabupaten/Kota ini adalah penggabungan nilai Tes CAT yang sekarang juga telah ada nilai tambahan berupa soal essay dalam paketan seleksi ini, kemudian ditambah hasil Psikotes yang akan menghasilkan apakah calon tersebut layak dipertimbangkan, direkomendasikan atau tidak sama sekali untuk dipertimbangkan yang akhirnya menjadi nilai gabungan yang menentukan peserta untuk bisa lulus melenggang pada tahapan berikutnya, cukup menjadi pro dan kontra dalam hal memastikan nilai calon peserta tersebut karena membutuhkan waktu untuk menunggu hasilnya untuk diperiksa oleh Timsel.
Berbeda 180 derajat dalam seleksi yang digelar periode sebelumnya tahun 2018 yang lalu, yang membedakan adalah nilai CAT terlebih dahulu diumumkan hasilnya dan dilakukan perangkingan untuk menghitung siapa yang akan memasuki 20 besar, hasilnya juga seketika bisa disaksikan sesaat setelah selesai tes CAT. Kemudian hasil tes CAT inilah yang menjadi tiket bagi peserta selanjutnya untuk mengikuti Psikotes yang digabungkan dengan pemeriksaan kesehatan, lalu dilanjutkan dengan tes wawancara untuk menentukan 10 besar.
Dan akhirnya dilakukan Fit dan Proper Test oleh KPU RI melalui KPU Provinsi dan hasilnya disampaikan ke KPU RI untuk selanjutnya menunggu hasil akhir perangkingan yang lolos masuk 5 besar dan peringkat 6 hingga 10 menjadi cadangan. Jika, harus memilih model seleksi periode sebelumnya atau periode hari ini, sebagai pengamat saya termasuk yang memilih jenis seleksi model periode sebelumnya, yang secara proses dan hasil jauh lebih transparan dan akuntabel bagi semua peserta yang ingin mencoba peruntukannya di dunia penyelenggara.
(UMI)
Berita Terkait
Sulsel
Bawaslu Palopo Diadukan ke DKPP, Dinilai Tak Lakukan Pengawasan Aktif Kasus Ijazah Paket C
Dahyar mengadukan dua Komisioner Bawaslu Palopo yakni Khaerana dan Widianto Hendra. Laporan Dahyar telah dikirim dengan nomor tanda terima 559/01-18/SET-02/X/2024.
Kamis, 07 Nov 2024 15:26
Sulsel
Bawaslu Palopo Kaji Putusan KPU Tak Tindaklanjuti Rekomendasi Diskualifikasi Trisal-Ome
Bawaslu Kota Palopo akan mengkaji keputusan KPU yang tidak menindaklanjuti rekomendasi untuk mengubah berita acara (BA) penetapan pasangan calon (Paslon) di Pilwalkot 2024.
Rabu, 06 Nov 2024 14:42
Sulsel
Tim Hukum Uji-Sah Bakal Laporkan Ketua KPU Bantaeng ke DKPP, Begini Jawaban Saleh
Tim Hukum Paslon Nomor Urut 1, M. Fathul Fauzy Nurdin - H. Sahabuddin (Uji-Sah) bakal melaporkan Ketua KPU Bantaeng, Muhammad Saleh ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Rabu, 30 Okt 2024 23:50
Sulsel
DKPP Kumpulkan 518 Penyelenggara Pemilu dalam Rakor di Makassar
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengumpulkan 518 penyelenggara Pemilu dalam kegiatan Rapat Koordinasi (Rakor) Penyelenggara Pemilu di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, pada 24-26 Oktober 2024.
Jum'at, 25 Okt 2024 11:38
Sulsel
Duga Ada Pelanggaran Etik, Warga Laporkan Bawaslu Bulukumba ke DKPP
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bulukumba dilapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran etika dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Kamis, 24 Okt 2024 13:31
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Survei Pamungkas Pilwalkot Makassar Jelang Pencoblosan: MULIA 41,9%, INIMI 25,1%, SEHATI 21,1%
2
Tanggapi Hasil Survei LSI, Pegiat Data Ragukan Sehati Bisa Salip Mulia Jelang Pencoblosan
3
Sarif-Qalby Gelar Kampanye Akbar, 93 Ribu Massa Tumpah Ruah di Lapangan Pastur
4
Bawaslu Soppeng Ingatkan KPU dan Paslon untuk Patuhi Aturan Masa Tenang Pilkada
5
Merajai 4 Survei Terpercaya, Aurama' Diprediksi Keluar Sebagai Pemenang Pilkada Gowa 2024
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Survei Pamungkas Pilwalkot Makassar Jelang Pencoblosan: MULIA 41,9%, INIMI 25,1%, SEHATI 21,1%
2
Tanggapi Hasil Survei LSI, Pegiat Data Ragukan Sehati Bisa Salip Mulia Jelang Pencoblosan
3
Sarif-Qalby Gelar Kampanye Akbar, 93 Ribu Massa Tumpah Ruah di Lapangan Pastur
4
Bawaslu Soppeng Ingatkan KPU dan Paslon untuk Patuhi Aturan Masa Tenang Pilkada
5
Merajai 4 Survei Terpercaya, Aurama' Diprediksi Keluar Sebagai Pemenang Pilkada Gowa 2024