Opini
Perang Gaza: Kemunduran Tamaddun (Peradaban) Ummat Manusia
Sabtu, 27 Sep 2025 20:34

Baidillah Sahabuddin, Pengamat Sosial Kemasyarakatan. Foto: Istimewa
Oleh Baidillah Sahabuddin
Pengamat Sosial Kemasyarakatan
Kamis, 25 september 2025, di salah satu warkop di sudut kota Makassar, sambil memesan kopi dan sepiring pisang goreng bersama rekan pensiunan Kalla Group, berbincang tentang usaha yang masing masing digeluti setelah pensiun. Tidak lupa mengomentari berbagai hal termasuk dampak dari demo besar yang baru baru ini mengguncang Kota Makassar.
Insiden ini mengingatkan penulis tentang tragedi Gaza yang tadi nya kota indah di tepi laut Mediterania, sekarang hampir menjadi hamparan padang pasir dengan sedikit sisa sisa bangunan.
Tragedi Gaza telah menjadi salah satu tragedi kemanusiaan paling memilukan di abad ini. Setiap hari, dunia menyaksikan kehancuran demi kehancuran: rumah yang rata dengan tanah, masjid yang hancur, anak-anak yang tergeletak tanpa nyawa, dan jeritan para ibu yang kehilangan keluarga tercinta.
Gaza kini berada dalam fase paling kritis, bukan hanya dari sisi fisik, tetapi juga dari sisi moral dan spiritual umat manusia. Dunia yang menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi, banyak berdemo memilih membela Gaza dan Palestina ketika kebiadaban terus berlangsung.
PBB terus berupaya menekan Zionis Yahudi Israel. Sudah hampir 100 ribu nyawa melayang. Teriak genosida teriak, fasisme teriak nazisme, yang ditujukan ke Netanyahu PM negara Israel. Saat ini mulai berhasil dengan pengakuan akan akan kedaulatan Negara Palestina oleh negara-negara besar seperti, Inggris, Prancis dan beberapa negara Eropa.
Beberapa pembahasan tentang Gaza sepeti, Konteks Historis; Konflik Palestina–Israel berakar sejak awal abad ke-20, dengan titik kritis pada pembentukan negara Israel (1948) dan Nakba yang menyebabkan eksodus besar-besaran bangsa Palestina. Gaza, sebagai wilayah kecil dan padat penduduk, sejak 2007 berada di bawah blokade darat, laut, dan udara. Situasi ini melahirkan ketegangan struktural yang berulang dalam bentuk perang berskala besar.
Perspektif Tamaddun; dalam tradisi Islam, tamaddun mengacu pada kemajuan yang berlandaskan nilai tauhid, keadilan, dan kemanusiaan. Perang Gaza menunjukkan kemunduran pada beberapa aspek, nilai kemanusiaan: penggunaan kekuatan militer terhadap warga sipil, anak-anak, rumah sakit, dan infrastruktur dasar.
Kemudian nilai hukum; kegagalan lembaga internasional menegakkan hukum humaniter dan prinsip keadilan global dan terakhir nilai solidaritas; melemahnya empati dan keberanian negara-negara besar untuk mengedepankan kemanusiaan di atas kepentingan politik dan ekonomi.
Gaza sebagai Cermin Krisis Global, Perang Gaza bukan hanya tragedi lokal, tetapi juga indikator krisis tamaddun global. Dunia modern dengan teknologi tinggi justru menghasilkan penderitaan massal yang disiarkan secara langsung. Ironisnya, peradaban yang membanggakan Hak Asasi Manusia dan Piagam PBB gagal melindungi rakyat tertindas. Dengan kata lain, kemajuan teknologi tidak diiringi oleh kemajuan moral.
Ada Dampak Peradaban; Psikologis dan sosial: generasi yang tumbuh dalam trauma, kehilangan pendidikan, dan dehumanisasi.
Ekonomi dan lingkungan: keruntuhan infrastruktur, runtuhnya sistem ekonomi lokal, serta kerusakan ekologi akibat bom dan blokade. Politik global, terjadinya polarisasi antara negara-negara besar yang memperlihatkan krisis legitimasi lembaga internasional.
Refleksi Modernisasi Militer; modernisasi militer Israel, konfliks Gaza dijadikan percobaan senjata dengan pertunjukkan rudal-rudal berpeledak besar dan teknologi pertahanan yang canggih. Kemajuan teknologi militer digunakan untuk memusnahkan, bukan melindungi.
Perang Gaza adalah cermin kemunduran tamaddun umat manusia. Ia menyingkap jurang antara ideal kemanusiaan yang diproklamirkan di forum akademik, politik, dan budaya, dengan realitas kekerasan yang menimpa jutaan jiwa. Dalam konteks ini, peradaban global harus dikaji ulang: apakah kita sedang maju atau mundur ke zaman barbarisnme modern yang dibungkus tekhnologi dan politik global.
Pengamat Sosial Kemasyarakatan
Kamis, 25 september 2025, di salah satu warkop di sudut kota Makassar, sambil memesan kopi dan sepiring pisang goreng bersama rekan pensiunan Kalla Group, berbincang tentang usaha yang masing masing digeluti setelah pensiun. Tidak lupa mengomentari berbagai hal termasuk dampak dari demo besar yang baru baru ini mengguncang Kota Makassar.
Insiden ini mengingatkan penulis tentang tragedi Gaza yang tadi nya kota indah di tepi laut Mediterania, sekarang hampir menjadi hamparan padang pasir dengan sedikit sisa sisa bangunan.
Tragedi Gaza telah menjadi salah satu tragedi kemanusiaan paling memilukan di abad ini. Setiap hari, dunia menyaksikan kehancuran demi kehancuran: rumah yang rata dengan tanah, masjid yang hancur, anak-anak yang tergeletak tanpa nyawa, dan jeritan para ibu yang kehilangan keluarga tercinta.
Gaza kini berada dalam fase paling kritis, bukan hanya dari sisi fisik, tetapi juga dari sisi moral dan spiritual umat manusia. Dunia yang menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi, banyak berdemo memilih membela Gaza dan Palestina ketika kebiadaban terus berlangsung.
PBB terus berupaya menekan Zionis Yahudi Israel. Sudah hampir 100 ribu nyawa melayang. Teriak genosida teriak, fasisme teriak nazisme, yang ditujukan ke Netanyahu PM negara Israel. Saat ini mulai berhasil dengan pengakuan akan akan kedaulatan Negara Palestina oleh negara-negara besar seperti, Inggris, Prancis dan beberapa negara Eropa.
Beberapa pembahasan tentang Gaza sepeti, Konteks Historis; Konflik Palestina–Israel berakar sejak awal abad ke-20, dengan titik kritis pada pembentukan negara Israel (1948) dan Nakba yang menyebabkan eksodus besar-besaran bangsa Palestina. Gaza, sebagai wilayah kecil dan padat penduduk, sejak 2007 berada di bawah blokade darat, laut, dan udara. Situasi ini melahirkan ketegangan struktural yang berulang dalam bentuk perang berskala besar.
Perspektif Tamaddun; dalam tradisi Islam, tamaddun mengacu pada kemajuan yang berlandaskan nilai tauhid, keadilan, dan kemanusiaan. Perang Gaza menunjukkan kemunduran pada beberapa aspek, nilai kemanusiaan: penggunaan kekuatan militer terhadap warga sipil, anak-anak, rumah sakit, dan infrastruktur dasar.
Kemudian nilai hukum; kegagalan lembaga internasional menegakkan hukum humaniter dan prinsip keadilan global dan terakhir nilai solidaritas; melemahnya empati dan keberanian negara-negara besar untuk mengedepankan kemanusiaan di atas kepentingan politik dan ekonomi.
Gaza sebagai Cermin Krisis Global, Perang Gaza bukan hanya tragedi lokal, tetapi juga indikator krisis tamaddun global. Dunia modern dengan teknologi tinggi justru menghasilkan penderitaan massal yang disiarkan secara langsung. Ironisnya, peradaban yang membanggakan Hak Asasi Manusia dan Piagam PBB gagal melindungi rakyat tertindas. Dengan kata lain, kemajuan teknologi tidak diiringi oleh kemajuan moral.
Ada Dampak Peradaban; Psikologis dan sosial: generasi yang tumbuh dalam trauma, kehilangan pendidikan, dan dehumanisasi.
Ekonomi dan lingkungan: keruntuhan infrastruktur, runtuhnya sistem ekonomi lokal, serta kerusakan ekologi akibat bom dan blokade. Politik global, terjadinya polarisasi antara negara-negara besar yang memperlihatkan krisis legitimasi lembaga internasional.
Refleksi Modernisasi Militer; modernisasi militer Israel, konfliks Gaza dijadikan percobaan senjata dengan pertunjukkan rudal-rudal berpeledak besar dan teknologi pertahanan yang canggih. Kemajuan teknologi militer digunakan untuk memusnahkan, bukan melindungi.
Perang Gaza adalah cermin kemunduran tamaddun umat manusia. Ia menyingkap jurang antara ideal kemanusiaan yang diproklamirkan di forum akademik, politik, dan budaya, dengan realitas kekerasan yang menimpa jutaan jiwa. Dalam konteks ini, peradaban global harus dikaji ulang: apakah kita sedang maju atau mundur ke zaman barbarisnme modern yang dibungkus tekhnologi dan politik global.
(GUS)
Berita Terkait

News
Dari Aksi Massa ke Reshuffle Kabinet Presiden Prabowo
Bangsa Indonesia menjadikan Agustus sebagai bulan yang istimewa. Bulan dinanti-natikan seluruh rakyat Indonesia. Bulan ini memiliki makna yang mendalam, setidaknya ada dua hal penting yang menjadi rutinitas bangsa pada bulan ini.
Rabu, 10 Sep 2025 14:53

News
Triwarna dan Reclaiming Ruang Politik
Saya tidak tahu siapa yang pertama kali menyebutnya Triwarna Solidaritas Indonesia. Mungkin tidak penting. Yang penting adalah bagaimana warna-warna itu muncul.
Rabu, 10 Sep 2025 12:30

News
Abay, Simbol Kemanusiaan di Tengah Bara Anarki
Tragedi kerusuhan di Kota Makassar, Jumat malam 29 Agustus 2025, menyisakan luka mendalam. Api yang membakar gedung DPRD Kota Makassar bukan hanya meruntuhkan bangunan fisik
Rabu, 03 Sep 2025 06:47

News
Pepe-pepeka ri Mangkasara: Api, Rakyat, dan Panggung Kekuasaan
Pepe-pepeka ri Mangkasara, adaptasi tari api tradisi Makassar, menjadi bingkai esai reflektif tentang pembakaran DPRD, relasi rakyat, api, dan panggung kekuasaan.
Minggu, 31 Agu 2025 14:24

News
Affan yang Dilindas, Negara yang Diam
Endang Sari, Dosen Ilmu Politik FISIP Unhas memberikan opini terkait tragedi seorang ojek online, Affan Kurniawan yang dilindas mobil barracuda milik Brimob saat aksi demonstrasi di Jakarta.
Jum'at, 29 Agu 2025 20:53
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Muh Natsir Ali Tegaskan Tak Terlibat Dalam Proyek Embung Serbaguna di Jeneponto
2

Perang Gaza: Kemunduran Tamaddun (Peradaban) Ummat Manusia
3

Bikin Bangga! Siswa Sekolah Islam Athirah Raih Medali Emas & Perunggu OSN 2025
4

Sambangi Makassar, RS Premier Bintaro Ajak Masyarakat Peduli Kesehatan Jantung
5

Polipangkep-Pesantren MIM Kembangkan Budidaya Ikan Lele Sistem Akuaponik
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Muh Natsir Ali Tegaskan Tak Terlibat Dalam Proyek Embung Serbaguna di Jeneponto
2

Perang Gaza: Kemunduran Tamaddun (Peradaban) Ummat Manusia
3

Bikin Bangga! Siswa Sekolah Islam Athirah Raih Medali Emas & Perunggu OSN 2025
4

Sambangi Makassar, RS Premier Bintaro Ajak Masyarakat Peduli Kesehatan Jantung
5

Polipangkep-Pesantren MIM Kembangkan Budidaya Ikan Lele Sistem Akuaponik