KPRP Gali Masukan Akademisi Unhas soal Reformasi Polri

Selasa, 16 Des 2025 17:17
KPRP Gali Masukan Akademisi Unhas soal Reformasi Polri
Anggota KPRP, Prof Mohammad Mahfud Mahmodin (Mahfud MD) saat menjawab pertanyaan awak media di lantai 2 Fakultas Hukum Unhas, Selasa (16/12/2025). Foto: SINDO Makassar/Dewan Ghiyats Yan G
Comment
Share
MAKASSAR - Sekretariat Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Republik (KPRP) Republik Indonesia melakukan kunjungan kerja di Ruang Rapat Senat, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin (Unhas) Kampus Tamalanrea, Kota Makassar, Selasa (16/12/2025).

Pertemuan ini bertujuan untuk mendapatkan aspirasi dari perwakilan masyarakat yang lebih mendalam dan komperhensif terkait dengan perbaikan dan reformasi di tubuh Polri.

Salah satu pembahasan dalam pertemuan tersebut adalah peran KPRP dan Perpol Nomor 10 tahun 2025.

Anggota KPRP, Prof Mohammad Mahfud Mahmodin (Mahfud MD), mengatakan bahwa KPRP merupakan lembaga yang tidak memiliki wewenang untuk menilai satu tindakan dan menyelesaikan kasus hukum.

"Kita ini tim untuk menyiapkan kerangka kebijakan baru tentang Polri. Tapi saya banyak mendapat istilah-istilah berdasar kearifan lokal dari Makassar dan bagus-bagus. Kita akan coba itu nanti diolah sehingga muncul dan ikut mewarnai apa-apa yang harus kita lakukan untuk perbaikan Polri. Pokoknya Polri itu milik kita," ujarnya.

Mahfud MD juga menegaskan, Polri tidak boleh terlibat langsung dalam dunia politik, yang merupakan salah satu penyebab citra Polri menurun hingga saat ini.

"Terjadi pemerasan, kriminalisme, hedonisme, flexing, berkolaborasi dengan kejahatan, dan sebagainya. Sehingga masyarakat tidak terlindungi. Nah kita cari. Ada beberapa faktor yang sudah ditemukan. Pertama, Polri ini mulai bermasalah ketika masuk unsur politik ke dalamnya. Lalu yang kedua soal leadership," tegasnya saat dikonfirmasi.

Maka dari itu, Mahfud menilai pihak Polri harus harus mengevaluasi kinerja, dengan cara meningkatkan penegakan hukum, serta melindungi, dan mengayomi masyarakat.

"Karena polisi itu kan sangat terkomando. Kalau yang di atasnya bagus, bawahnya pasti bagus. Kalau di atasnya tidak terkontaminasi oleh politik, ke bawahnya pasti bagus. Hanya itu kuncinya sebenarnya. Politik dan leadership. Nah yang lain-lain itu nanti kita perbaiki sedikit-sedikit, upaya untuk memperbaiki. Harus dekat dengan rakyat," tandasnya.

Di sisi lain, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu juga menyoroti Perpol Nomor 10 tahun 2025. Menurutnya, aturan tersebut bertentangan dengan konstitusi yang berlaku.

"Bahkan istilah yang lebih tegas itu adalah pembangkangan terhadap konstitusi dan hukum. Saya yang bicara pertama itu, ketika orang lain belum bicara, baru besoknya dimuat di media. Baru ribut sampai sekarang dan Kapolri menjelaskan," jelasnya kepada wartawan.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menilai, Perpol Nomor 10 tahun 2025 bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2002 dan UU Nomor 20 tahun 2023.

"Sudah ada aturannya bahwa Polri tidak boleh masuk dalam ranah politik. Waktu saya bicara di Medan. Saya katakan, saya bukan anggota Komisi Reformasi Polri. Saya Mahfud, ahli hukum, pembelajar hukum, pengamat hukum. Akan tetapi saya sebagai ahli hukum. Saya harus bicara karena saya harus meluruskan keadaan ini," sebutnya kepada wartawan.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru