Cahaya Ramadan: Marhaban Ya Ramadan

Tim Sindomakassar
Selasa, 12 Mar 2024 12:57
Cahaya Ramadan: Marhaban Ya Ramadan
Idrus Marham, Mantan Menteri Sosial Republik Indonesia. Foto: Istimewa
Comment
Share
Idrus Marham
Mantan Menteri Sosial Indonesia

Marhaban ya Ramadan. Ucapan selamat datang selalu menggema mengiringi datangnya bulan suci Ramadan. Seperti bulan ini, bulan penantian kita bersama. InsyaAllah.

Lalu apa yang kita nanti nanti dari Ramadan? Apakah keseruan buka bersamanya? Kue lebaran, baju baru Atau keseruan mudik dan lebaran bersamanya? Atau yang kita incar kemakmuran pahala ibadah, dan kemeriahan ampunannya? Wallahualam. Bisa beragam sebab musababnya, tapi segalanya akan tergantung bagaimana kita memaknainya saja.

Lalu apa makna hakiki ungkapan marhaban. Kandungan substansial dari kata marhaban adalah ekspresi kegembiraan batiniah. Namun secara harfiah, diksi "Marhaban", dipahami sebagai ekspresi "selamat datang". Biasanya kata ini digunakan sebagai salam atau ucapan selamat datang kepada seseorang dalam suasana yang penuh kehangatan.

Lalu mengapa ibadah puasa yang sering dikategorikan sebagai bulan latihan mental- spiritual, latihan jiwa, bulan menahan lapar dan dahaga, kita nanti dengan penuh kehangatan sebagai bulan istimewa? Jawabnya lagi lagi terpulang pada diri kita masing-masing.

Namun kalau mau kita telisik lebih jauh, uniknya ibadah Ramadan tuh di sini. Sepertinya ibadah Ramadan didesain Allah untuk merefresh (menyegarkan) kejenuhan atau bahkan kemudaratan sosial yang ada. Allah seperti mendesain bulan ini menjadi bulan dimana kita semua mau introspeksi diri, mau saling mengerti, saling memaafkan dan berhenti hajar hajaran.

Setting atas desain ini bukan mustahil, sebab ini ibadah yang prosesnya sangat subyektif penuh dengan ujian kejiwaan tapi efeknya obyektif penuh dengan kemaslahatan sosial. Puasa menggembleng ketaqwaan individu, yang jika dieksternalisasikan -- sekedar meminjam istilah Peter L.Berger -- menjelmakan terbentuknya kesalehan sosial. Membangun rahmatan Lil Al-Amin.

Sebagian dari kita mengandalkan kebahagian Ramadan semenjak Ramadhan belum tiba. karena meyakini bahwa inilah bulan yang segala amal ibadah dilipatgandakan pahalanya. Bulan yang gampang menerima taubat dan ampunan dosa.

Menempatkan kesadaran akan kemuliaan sebagai bagian yang menyatu dengan Ramadan, sesungguhnya juga wajar menjadi dasar kegembiraan kita.

Namun jika kita tilik lebih dalam lagi, ternyata ada satu hikmah penting yang disajikan oleh bulan Ramadan, yakni hikmah latihan pembiasaaan. Itu karena Ramadan mengajarkan kita menjadi insan yang "terbiasa dan "berbiasa" menjadi manusia "luar biasa". Karena orang berpuasa itu maunya berbuat serba baik aja.

Secara lahiriah Ramadan mengajarkan kita disiplin, punya self control, sekaligus self preventif dari perilaku tercela dan seterusnya.

Kebaikan batiniahnya membuat kita bisa, "terbiasa" dan "berbiasa" bergaul dengan hati bersih, mulut santun, pikiran jernih, penuh solidaritas dan pengertian, dan makmur dengan seribu satu perbuatan maslahat.

Sejatinya, apa yang kita lakukan dan latih sebulan penuh, bukanlah sesuatu yang akan tanggal dan ditinggalkan di bulan Syawal. Kita dilatih satu bulan dalam rangka menyimpan bekal dan modal untuk menjalankan 11 bulan kehidupan berikutnya.

Sejatinya, Ramadan adalah ibadah rahasia, ibadah yang hanya kita dan Allah saja yang tahu. Di bulan Ramadan kita dilatih mengkonstrusikan ibadah rahasia tadi ke dalam simpul simpul kehidupan nyata.

Ibadah rahasia yang dilakukan untuk melatih pemantapan proses ibadah rahasia, melahirkan dua wajah sekaligus. Pertama wajah pemantapan korektif.

Sebelas bulan sebelumnya mungkin kita teledor menjaga hati, sempat takabur dan sombong, teledor menyembunyikan kebaikan, teledor berbagi, teledor menjaga hati dan perasaan, maka di Ramadan inilah Allah mempersembahkan momentum ampunannya. Momentum pertaubatan massal. Supaya setelah Ramadan, kita menjadi tak ubahnya dengan manusia yang baru dilahirkan. Bersih dosa, karena bersih hati, bersih pikiran dan bersih perilaku.

Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa Ramadan dengan iman dan berharap pahala (dari Allah), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang menyambut datangnya bulan Ramadan dengan suka cita dan semangat untuk beribadah, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua, wajah pemantapan adaptif. Dimana orang yang berpuasa potensial menyertakan proses dan hasil pengendalian hawa nafsunya sebagai fungsi kontrol dalam kehidupan 11 bulan mendatang.

Maka terbayang bagaimana akan luar biasanya, ketika konstruksi kehidupan sosial terbangun dengan berbasis fondasi individu yang beriman, penuh rasa tawadhu, patuh dan taat pada ketentuan Allah.

Di bulan Ramadan, orang akan berlomba kebaikan, berlomba mencegah kesalahan. Jika karakter orang yang berpuasa seperti ini dikonstruksi menjadi kenyataan sosial, maka bisa dibayangkan maslahatnya. Polisi bisa cuti sebulan penuh.
(GUS)
Berita Terkait
Berita Terbaru