Kelanjutan Kasus Korupsi DAK Dinkes Parepare Dipertanyakan Usai Rumah Eks Pejabat Digeledah
Rabu, 29 Jan 2025 09:47

Polda Sulsel. Foto: Dok/SINDO Makassar
PAREPARE - Perkembangan kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Kesehatan Kota Parepare tahun 2017-2018 mandek di Polda Sulsel. Saat ini, tak ada lagi perkembangan pasca penggeledahan rumah Eks Kabag Pembangunan Kota Parepare dan Kantor Dinas Kesehatan, 19 Juli 2024 lalu.
Kasus korupsi ini merugikan negara Rp6,3 miliar. Kasus korupsi Dinkes Parepare muncul di permukaan pada 2019 lalu.
Kasus itu pun langsung menyeret nama mantan Kepala Dinas Kesehatan Parepare dr Muh Yamin dan bendaharanya saat itu bernama Sandra.
Awalnya, di tahun anggaran 2017-2018 Dinkes Parepare mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp40 miliar dari pusat.
Peruntukannya di berbagai kegiatan, seperti pembinaan Posyandu, pelayanan pengobatan tradisional, pemantauan wilayah, dan peningkatan imunisasi.
Kemudian pencegahan penyakit kanker, Call Center, Kota Sehat, pemeliharaan kendaraan dan listrik/PAM.
Di tahun 2018, aparat penegak hukum (APH) kemudian mencium adanya dugaan korupsi di Dinkes Parepare, dana tersebut diduga raib sebesar Rp2,9 miliar.
Namun belakangan bertambah Rp 6,3 miliar sesuai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat itu.
Terpisah, Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar, Djusman AR, angkat bicara terkait Kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Kesehatan Kota Parepare tahun 2017-2018 yang sedang mandek.
Padahal, kasus korupsi ini merugikan negara mencapai Rp6,3 miliar.
Pasalnya, tidak ada perkembangan pasca penggeledahan rumah Eks Kabag Pembangunan Kota Parepare dan Kantor Dinas Kesehatan, 19 Juli 2024 lalu.
Sebelumnya kasus ini telah ada terpidananya, namun pihak penyidik Polda Sulsel kembali melakukan penggeledahan yang diduga terkait dengan kasus di Dinkes Parepare.
"Jadi jawaban saya begini ya, memang meskipun perkara tersebut telah berstatus inkrah seperti dalam tuntutan telah divonis bersalah, dengan beberapa tersangka yang kemudian menjadi berstatus terpidana, namun pada perkembangannya penyidik menemukan fakta baru, maka itu bukan keliru, ini membuktikan untuk dilakukan pengembangan," tutur Djusman, dalam siaran pers yang diterima SINDO Makassar.
Nah, penyidik telah melakukan upaya hukum dalam hal ini penggeledahan terhadap oknum, lanjut Djusman, namun memang menjadi pertanyaan besar karena pengeledahan itu tidak pernah diketahui perkembangannnya, sehingga ini yang harus dibuka ke pablik.
"Kita tidak ingin jangan sampai penggeledahan ini tidak jelas. Apa motifnya? Karena yang kita pahami kan, penggeledahan itu dilakukan tentu karena penyidik berpendapat atau telah menemukan fakta-fakta baru yang belum terbuka pada penanganan perkara sebelumnya yang menyatakan putusan terhadap beberapa orang, kan begitu! Nah inilah yang dituntut oleh publik," kata Djusman.
Bagaimana dan seperti apa perkembangan kasus tersebut dalam upaya penggeledahan itu, tidak ada alasan bagi penyidik, khususnya polda dan sekaligus ini juga menjadi ujian atau tantangan terhadap kapolda Sulsel yang baru untuk menjawab pertanyaan publik.
"Nah, saya selaku pegiat anti korupsi meminta ataupun mendesak penyidik polda atau kapolda untuk menjawab ini," tegasnya.
Ia menambahkan, jika memang hasil penggeledahan itu dinyatakan tidak cukup bukti, tetap harus ada kepastian hukum, kalau unsur tidak terpenuhi, hentikan atau jawab atau SP3.
"Namun jika buktinya memang cukup, lanjutkan. Kita tidak ingin, jangan sampai penggeledahan itu dilakukan kurang lebih atau seolah-olah hanya ingin melakukan gertakan (menakut-nakuti). Jadi apapun tindakan hukum yang dilakukan, karena memang kasus ini menarik. Menariknya karana sebelumnya sudah inkrah, tapi kemudian di belakang ada tindakan hukum yang menyusul dan melakukan penggeledahan," terangnya.
Ia berpendapat bahwa kasus ini tidak boleh mandek, sebab ada hak publik untuk mengetahuinya.
"Ini sekaligus menjadi ujian dan tantangan bagi kapolda baru untuk menjawab itu ke ranah publik. Apabila kemudian Kapolda tidak menjawab pertanyaan publik ini, bukan hal keliru jika publik menduga-duga ataupun curiga," tutupnya.
Kasus korupsi ini merugikan negara Rp6,3 miliar. Kasus korupsi Dinkes Parepare muncul di permukaan pada 2019 lalu.
Kasus itu pun langsung menyeret nama mantan Kepala Dinas Kesehatan Parepare dr Muh Yamin dan bendaharanya saat itu bernama Sandra.
Awalnya, di tahun anggaran 2017-2018 Dinkes Parepare mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp40 miliar dari pusat.
Peruntukannya di berbagai kegiatan, seperti pembinaan Posyandu, pelayanan pengobatan tradisional, pemantauan wilayah, dan peningkatan imunisasi.
Kemudian pencegahan penyakit kanker, Call Center, Kota Sehat, pemeliharaan kendaraan dan listrik/PAM.
Di tahun 2018, aparat penegak hukum (APH) kemudian mencium adanya dugaan korupsi di Dinkes Parepare, dana tersebut diduga raib sebesar Rp2,9 miliar.
Namun belakangan bertambah Rp 6,3 miliar sesuai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat itu.
Terpisah, Koordinator Badan Pekerja Komite Masyarakat Anti Korupsi (KMAK) Sulselbar, Djusman AR, angkat bicara terkait Kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Kesehatan Kota Parepare tahun 2017-2018 yang sedang mandek.
Padahal, kasus korupsi ini merugikan negara mencapai Rp6,3 miliar.
Pasalnya, tidak ada perkembangan pasca penggeledahan rumah Eks Kabag Pembangunan Kota Parepare dan Kantor Dinas Kesehatan, 19 Juli 2024 lalu.
Sebelumnya kasus ini telah ada terpidananya, namun pihak penyidik Polda Sulsel kembali melakukan penggeledahan yang diduga terkait dengan kasus di Dinkes Parepare.
"Jadi jawaban saya begini ya, memang meskipun perkara tersebut telah berstatus inkrah seperti dalam tuntutan telah divonis bersalah, dengan beberapa tersangka yang kemudian menjadi berstatus terpidana, namun pada perkembangannya penyidik menemukan fakta baru, maka itu bukan keliru, ini membuktikan untuk dilakukan pengembangan," tutur Djusman, dalam siaran pers yang diterima SINDO Makassar.
Nah, penyidik telah melakukan upaya hukum dalam hal ini penggeledahan terhadap oknum, lanjut Djusman, namun memang menjadi pertanyaan besar karena pengeledahan itu tidak pernah diketahui perkembangannnya, sehingga ini yang harus dibuka ke pablik.
"Kita tidak ingin jangan sampai penggeledahan ini tidak jelas. Apa motifnya? Karena yang kita pahami kan, penggeledahan itu dilakukan tentu karena penyidik berpendapat atau telah menemukan fakta-fakta baru yang belum terbuka pada penanganan perkara sebelumnya yang menyatakan putusan terhadap beberapa orang, kan begitu! Nah inilah yang dituntut oleh publik," kata Djusman.
Bagaimana dan seperti apa perkembangan kasus tersebut dalam upaya penggeledahan itu, tidak ada alasan bagi penyidik, khususnya polda dan sekaligus ini juga menjadi ujian atau tantangan terhadap kapolda Sulsel yang baru untuk menjawab pertanyaan publik.
"Nah, saya selaku pegiat anti korupsi meminta ataupun mendesak penyidik polda atau kapolda untuk menjawab ini," tegasnya.
Ia menambahkan, jika memang hasil penggeledahan itu dinyatakan tidak cukup bukti, tetap harus ada kepastian hukum, kalau unsur tidak terpenuhi, hentikan atau jawab atau SP3.
"Namun jika buktinya memang cukup, lanjutkan. Kita tidak ingin, jangan sampai penggeledahan itu dilakukan kurang lebih atau seolah-olah hanya ingin melakukan gertakan (menakut-nakuti). Jadi apapun tindakan hukum yang dilakukan, karena memang kasus ini menarik. Menariknya karana sebelumnya sudah inkrah, tapi kemudian di belakang ada tindakan hukum yang menyusul dan melakukan penggeledahan," terangnya.
Ia berpendapat bahwa kasus ini tidak boleh mandek, sebab ada hak publik untuk mengetahuinya.
"Ini sekaligus menjadi ujian dan tantangan bagi kapolda baru untuk menjawab itu ke ranah publik. Apabila kemudian Kapolda tidak menjawab pertanyaan publik ini, bukan hal keliru jika publik menduga-duga ataupun curiga," tutupnya.
(MAN)
Berita Terkait

Sulsel
Anggaran Bencana Alam di Wajo Dipakai Bayar Iuran PDAM yang Sudah Dimark-Up
Kasus tindak pidana dugaan korupsi Bantuan Tak Terduga (BTT) untuk Bencana Alam di Wajo terus bergulir di Polres Wajo.
Jum'at, 21 Mar 2025 14:44

Sulsel
Masyarakat Dukung Polisi Ungkap Kasus Dugaan Korupsi BTT di BPBD Wajo
Masyarakat Kabupaten Wajo mendukung penuh aparat Kepolisian ungkap kasus dugaan korupsi Belanja Tak Terduga (BTT) di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Wajo.
Sabtu, 08 Mar 2025 20:30

Sulsel
Menelisik Dugaan Korupsi BTT BPBD Wajo Tahun 2023 Dari Hasil Temuan BPK
Belanja Tak Terduga (BTT) Badan Penanggulagan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Wajo tahun anggaran 2023 yang diperuntukkan untuk kegiatan tanggap darurat bencana alam diduga dikorupsi.
Kamis, 06 Mar 2025 14:07

Sulsel
Polisi Terima Laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi BPBD Wajo
Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Wajo, Syamsul Bahri resmi dilaporkan ke Kepolisian Resor (Polres) Wajo atas kasus dugaan tindak pidana korupsi Belanja Tak Terduga (BTT) tahun anggaran 2023 di Kantor BPBD Kabupaten Wajo, Rabu (05/03/2025).
Rabu, 05 Mar 2025 23:36

Sulsel
Kejari Selidiki Dugaan Korupsi di KPU Maros
Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros tengah menindaklanjuti laporan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maros.
Selasa, 18 Feb 2025 11:00
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Fraksi Revolusi Keadilan Soroti Sikap Camat Turatea Jeneponto
2

Komisi II DPRD Jeneponto RDP Bahas HPP Gabah dan Jagung Kuning
3

Guru PAI di Jeneponto Kecewa, Tamsil Gaji ke-13 Tidak Dibayarkan
4

PNM Makassar Salurkan Bantuan ke Nasabah dan Santri di Ruang Pintar Terapung
5

Mitra Grab Ngabuburit dengan Bagikan Ratusan Takjil di Makassar
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Fraksi Revolusi Keadilan Soroti Sikap Camat Turatea Jeneponto
2

Komisi II DPRD Jeneponto RDP Bahas HPP Gabah dan Jagung Kuning
3

Guru PAI di Jeneponto Kecewa, Tamsil Gaji ke-13 Tidak Dibayarkan
4

PNM Makassar Salurkan Bantuan ke Nasabah dan Santri di Ruang Pintar Terapung
5

Mitra Grab Ngabuburit dengan Bagikan Ratusan Takjil di Makassar