Oknum Notaris di Bantaeng Diduga Palsukan Dokumen Balik Nama Sertipikat ke BPN
Selasa, 02 Sep 2025 17:20

Aksan Albar, korban pemalsuan dokumen. Foto: SINDO Makassar/Sulaiman Nai
BANTAENG - Dugaan pemalsuan tanda tangan dalam proses balik nama sertipikat tanah mencuat di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel). Warga Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng, bernama Aksan Albar mengaku menjadi korban.
Kisahnya bermula setelah mendapati namanya tercantum pada dokumen yang disebut-sebut tak pernah ia tanda tangani. Ditemui di kediamannya, Sabtu (23/8/2025) malam lalu, Aksan bercerita ihwal kejadian tersebut.
Bermula pada 2017 ketika Aksan mengambil kredit senilai Rp500 juta di salah satu bank. Tiga tahun berjalan, pembayaran macet.
"Waktu mau sambung kredit, pihak bank bilang tidak bisa karena riwayat saya sudah merah," ucapnya.
Di fase itu, Ia bertemu temannya, Haji Sukamat. Pertemuan singkat yang belakangan menjadi titik belok cerita ini.
"Pak Haji tanya kenapa pusing, saya bilang mau ambil dana lagi tapi tidak bisa, dia bilang besok datang ke rumah," tutur Aksan.
Keesokan hari, Aksan mendatangi rumah Sukamat. Ia membawa uang Rp50 juta sebagai komitmen awal. Agunan pun berlanjut di bank atas nama Sukamat. Namun jaminannya, tetap sertipikat tanah yang disetor pada 2017.
"Pak Sukamat yang bermohon di BRI, nilainya Rp600 juta, kalau tidak salah cair tahun 2020," kata Aksan.
Dari angka Rp600 juta itu, Aksan hanya menerima sekitar Rp200 juta. Sisanya disebut dipotong untuk berbagai biaya yang sampai kini membuatnya bertanya-tanya.
"Kenapa sisa uang cuma segitu, dia bilang ada potongan, biaya notaris Rp117 juta, biaya akad sekitar Rp60 juta, tapi kwitansi resminya tidak ada, cuma tulisan saja," beber Aksan.
Waktu pun berjalan. Pada 2024, sebuah telepon dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bantaeng datang. Aksan diminta hadir, mengklarifikasi tanda tangan pada surat kuasa di bulan April dan surat permohonan balik nama sertipikat tanah miliknya yang menjadi jaminan di bank.
"Saya bilang tidak benar, ada dua dokumen surat kuasa dan surat permohonan yang tanda tangannya bukan saya," tegasnya.
Di sinilah, muncul dugaan pemalsuan dokumen. Nama oknum notaris, Darmawati kemudian disebut. Darmawati diduga terlibat dalam upaya proses peralihan nama sertipikat tanah milik Aksan ke BPN yang terjamin di bank. Aksan mengaku mengenal Darmawati dari urusan-urusan sebelumnya.
"Saya kenal bu Darmawati dari urusan lain, tapi untuk kredit tambahan saya tidak pernah tanda tangan. Sertipikat saya juga tidak tahu sekarang ada di bank atau di notaris (Darmawati)," katanya.
Aksan melanjutkan, BPN sempat tidak bisa memproses lebih jauh dan menyarankan jalur pelaporan ke polisi. Namun, laporannya sempat terkendala karena debitur tercatat atas nama Sukamat dan alasan kurang bukti.
"Bahkan pernah dibilang eror sistem, Sertipikat sempat dikembalikan, tapi kami tidak berhenti," ujarnya.
Aksan kembali melengkapi dokumen. Kini laporan resminya sudah diterima di kepolisian.
"Saya sudah melapor dan sudah berproses di Polres Bantaeng," kata Aksan.
Kronologi yang Aksan beberkan mengerucut pada dua hal. Aliran dana kredit tak sepenuhnya Ia nikmati dan dokumen kunci surat kuasa serta surat permohonan yang diduga dipalsukan.
Haji Sukamat disebut sebagai pihak yang mengajukan kredit lanjutan. Sementara Notaris, Darmawati disebut dalam proses dokumen. Pihak bank dan BPN berada pada wilayah administrasi perkara. Sementara sertipikat tanah milik Aksan menjadi objek sengketa.
Aksan ingin semua pihak memberikan keterangan.
"Biar terang benderang, saya maunya diperiksa saja semua dokumen itu," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Darmawati dikabarkan membantah tudingan tersebut. Darmawati mengklaim jika Aksan telah menandatangani dua dokumen yang dimaksud. Bukti diperlihatkan Darmawati adalah foto Aksan sedang menandatangani dokumen di atas map.
Meskipun pada akhirnya, Aksan ikut membantah terkait klaim yang dimaksud Darmawati.
"Itu foto bukan saat saya tanda tangan surat kuasa dan permohonan balik nama sertipikat, tapi urusan lain mengenai perjanjian utang piutang dengan orang lain tahun 2017 melibatkan notaris bu Darmawati," tutup Aksan.
Darmawati yang berusaha dikonfirmasi sejak Minggu (24/8/2025) hingga kini belum membuahkan hasil. Nomor kontak Darmawati bahkan tidak aktif saat dihubungi via telepon.
Bahkan saat ditemui di kantornya, Jalan Poros Kecamatan Bantaeng, Jumat (29/8/2025) sore, Darmawati tidak berada di tempat. Stafnya bernama Kiki juga enggan berbicara.
"Minta maaf sebelumnya, kami semua sudah disampaikan sama ibu (Darmawati) untuk tidak memberikan keterangan terkait itu," ucap Kiki.
Bahkan kontak Whatsapp Darmawati enggan diberikan.
"Nda boleh dikasi sembarangan (nomor Whatsappnya), siapapun itu tidak boleh, begitu pesannua (ibu Darmawati)," tutupnya
Kasat Reskrim Polres Bantaeng, Iptu Gunawan membenarkan laporan Aksan. Kasus tersebut kini sudah bergulir di unit Tindak Pidana Umum (Tipidum) Satreskrim Polres Bantaeng.
"Sementara tahap penyelidikan, pelapor sudah memberikan ketarangan, saksi-saksi mungkin juga sudah, terlapor kami mau koordinasi dulu dengan penyidik apakah sudah diundang atau belum," ujarnya.
Kisahnya bermula setelah mendapati namanya tercantum pada dokumen yang disebut-sebut tak pernah ia tanda tangani. Ditemui di kediamannya, Sabtu (23/8/2025) malam lalu, Aksan bercerita ihwal kejadian tersebut.
Bermula pada 2017 ketika Aksan mengambil kredit senilai Rp500 juta di salah satu bank. Tiga tahun berjalan, pembayaran macet.
"Waktu mau sambung kredit, pihak bank bilang tidak bisa karena riwayat saya sudah merah," ucapnya.
Di fase itu, Ia bertemu temannya, Haji Sukamat. Pertemuan singkat yang belakangan menjadi titik belok cerita ini.
"Pak Haji tanya kenapa pusing, saya bilang mau ambil dana lagi tapi tidak bisa, dia bilang besok datang ke rumah," tutur Aksan.
Keesokan hari, Aksan mendatangi rumah Sukamat. Ia membawa uang Rp50 juta sebagai komitmen awal. Agunan pun berlanjut di bank atas nama Sukamat. Namun jaminannya, tetap sertipikat tanah yang disetor pada 2017.
"Pak Sukamat yang bermohon di BRI, nilainya Rp600 juta, kalau tidak salah cair tahun 2020," kata Aksan.
Dari angka Rp600 juta itu, Aksan hanya menerima sekitar Rp200 juta. Sisanya disebut dipotong untuk berbagai biaya yang sampai kini membuatnya bertanya-tanya.
"Kenapa sisa uang cuma segitu, dia bilang ada potongan, biaya notaris Rp117 juta, biaya akad sekitar Rp60 juta, tapi kwitansi resminya tidak ada, cuma tulisan saja," beber Aksan.
Waktu pun berjalan. Pada 2024, sebuah telepon dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bantaeng datang. Aksan diminta hadir, mengklarifikasi tanda tangan pada surat kuasa di bulan April dan surat permohonan balik nama sertipikat tanah miliknya yang menjadi jaminan di bank.
"Saya bilang tidak benar, ada dua dokumen surat kuasa dan surat permohonan yang tanda tangannya bukan saya," tegasnya.
Di sinilah, muncul dugaan pemalsuan dokumen. Nama oknum notaris, Darmawati kemudian disebut. Darmawati diduga terlibat dalam upaya proses peralihan nama sertipikat tanah milik Aksan ke BPN yang terjamin di bank. Aksan mengaku mengenal Darmawati dari urusan-urusan sebelumnya.
"Saya kenal bu Darmawati dari urusan lain, tapi untuk kredit tambahan saya tidak pernah tanda tangan. Sertipikat saya juga tidak tahu sekarang ada di bank atau di notaris (Darmawati)," katanya.
Aksan melanjutkan, BPN sempat tidak bisa memproses lebih jauh dan menyarankan jalur pelaporan ke polisi. Namun, laporannya sempat terkendala karena debitur tercatat atas nama Sukamat dan alasan kurang bukti.
"Bahkan pernah dibilang eror sistem, Sertipikat sempat dikembalikan, tapi kami tidak berhenti," ujarnya.
Aksan kembali melengkapi dokumen. Kini laporan resminya sudah diterima di kepolisian.
"Saya sudah melapor dan sudah berproses di Polres Bantaeng," kata Aksan.
Kronologi yang Aksan beberkan mengerucut pada dua hal. Aliran dana kredit tak sepenuhnya Ia nikmati dan dokumen kunci surat kuasa serta surat permohonan yang diduga dipalsukan.
Haji Sukamat disebut sebagai pihak yang mengajukan kredit lanjutan. Sementara Notaris, Darmawati disebut dalam proses dokumen. Pihak bank dan BPN berada pada wilayah administrasi perkara. Sementara sertipikat tanah milik Aksan menjadi objek sengketa.
Aksan ingin semua pihak memberikan keterangan.
"Biar terang benderang, saya maunya diperiksa saja semua dokumen itu," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Darmawati dikabarkan membantah tudingan tersebut. Darmawati mengklaim jika Aksan telah menandatangani dua dokumen yang dimaksud. Bukti diperlihatkan Darmawati adalah foto Aksan sedang menandatangani dokumen di atas map.
Meskipun pada akhirnya, Aksan ikut membantah terkait klaim yang dimaksud Darmawati.
"Itu foto bukan saat saya tanda tangan surat kuasa dan permohonan balik nama sertipikat, tapi urusan lain mengenai perjanjian utang piutang dengan orang lain tahun 2017 melibatkan notaris bu Darmawati," tutup Aksan.
Darmawati yang berusaha dikonfirmasi sejak Minggu (24/8/2025) hingga kini belum membuahkan hasil. Nomor kontak Darmawati bahkan tidak aktif saat dihubungi via telepon.
Bahkan saat ditemui di kantornya, Jalan Poros Kecamatan Bantaeng, Jumat (29/8/2025) sore, Darmawati tidak berada di tempat. Stafnya bernama Kiki juga enggan berbicara.
"Minta maaf sebelumnya, kami semua sudah disampaikan sama ibu (Darmawati) untuk tidak memberikan keterangan terkait itu," ucap Kiki.
Bahkan kontak Whatsapp Darmawati enggan diberikan.
"Nda boleh dikasi sembarangan (nomor Whatsappnya), siapapun itu tidak boleh, begitu pesannua (ibu Darmawati)," tutupnya
Kasat Reskrim Polres Bantaeng, Iptu Gunawan membenarkan laporan Aksan. Kasus tersebut kini sudah bergulir di unit Tindak Pidana Umum (Tipidum) Satreskrim Polres Bantaeng.
"Sementara tahap penyelidikan, pelapor sudah memberikan ketarangan, saksi-saksi mungkin juga sudah, terlapor kami mau koordinasi dulu dengan penyidik apakah sudah diundang atau belum," ujarnya.
(MAN)
Berita Terkait

Sulsel
DPRD Sulsel Jadwal Ulang RDP Sengketa Lahan Proyek Pembangunan Bendungan Jenelata di Gowa
Komisi D DPRD Sulsel menggelar rapat dengar pendapat (RDP) membahas persoalan lahan dalam proyek pembangunan Bendungan Jenelata, Selasa (26/8/2025).
Selasa, 26 Agu 2025 19:45

Sulsel
Diduga Palsukan Dokumen, Kantor Notaris di Bantaeng Didemo Warga
Puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pemerhati Sulawesi Selatan menggelar unjuk rasa di depan Kantor Notaris Darmawati, di Jallan DR Sam Ratulangi Bantaeng, Rabu (6/8/2025).
Rabu, 06 Agu 2025 19:22

News
Polisi Bongkar Kasus Penipuan Tiket Kapal Palsu di Pelabuhan Makassar
Polisi berhasil membongkar kasus penipuan tiket kapal palsu yang kerap terjadi di Pelabuhan Soekarno-Hatta, Kota Makassar.
Rabu, 06 Agu 2025 17:35

Sulsel
210 Bidang Tanah di Pinrang Diusulkan Dapat Program Redistribusi dari BPN Sulsel
Bupati Pinrang, Andi Irwan Hamid memimpin langsung Sidang Gugus Tugas Reforma Agraria yang digelar di Ruang Rapat Bupati Pinrang pada Kamis (31/07/2025).
Kamis, 31 Jul 2025 15:32

Sulsel
Tanda Tangan Diduga Dipalsukan, Pria Bantaeng Laporkan Oknum Notaris ke Polisi
Seorang warga di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, berinisial AA (48), melaporkan dugaan pemalsuan dokumen yang mencatut namanya. Kasus ini mencuat usai AA menyambangi Kantor Pertanahan setempat, Sabtu (26/7/2025).
Selasa, 29 Jul 2025 08:06
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Polda Sulsel Akhirnya Tangkap 10 Pelaku Pembakaran Gedung DPRD
2

Bukan Massa Tandingan, Masyarakat Pemerhati Adat Budaya Gowa Hadir Kawal Aksi Damai
3

Imigrasi Polman Edukasi Pelajar Mamasa Lewat Program Goes to School
4

Oknum Notaris di Bantaeng Diduga Palsukan Dokumen Balik Nama Sertipikat ke BPN
5

BKN Pastikan ASN Korban Kebakaran DPRD Makassar Dapat Hak Pensiun
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1

Polda Sulsel Akhirnya Tangkap 10 Pelaku Pembakaran Gedung DPRD
2

Bukan Massa Tandingan, Masyarakat Pemerhati Adat Budaya Gowa Hadir Kawal Aksi Damai
3

Imigrasi Polman Edukasi Pelajar Mamasa Lewat Program Goes to School
4

Oknum Notaris di Bantaeng Diduga Palsukan Dokumen Balik Nama Sertipikat ke BPN
5

BKN Pastikan ASN Korban Kebakaran DPRD Makassar Dapat Hak Pensiun