Kemarau Panjang di Bontoa Maros, Lahan Tambak Dialihfungsikan Produksi Garam

Najmi S Limonu
Senin, 04 Sep 2023 17:24
Kemarau Panjang di Bontoa Maros, Lahan Tambak Dialihfungsikan Produksi Garam
Sejumlah petambak di Dusun Sabanga, Desa Bonto Bahari, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros memilih mengalihfungsikan lahan tambaknya untuk produksi garam. Foto/Najmi S Limonu
Comment
Share
MAROS - Sejumlah petambak di Dusun Sabanga, Desa Bonto Bahari, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros memilih mengalihfungsikan lahan tambaknya untuk produksi garam.

Hal ini dikarenakan musim kemarau yang cukup ekstrem yang dipicu oleh El Nino. Akibatnya banyak tambak milik petani kering. Musim kemarau yang melanda Kabupaten Maros sejak tiga bulan terakhir, dimanfaatkan sebagian warga yang untuk produksi garam.

Salah seorang petambak, Musdalifah, mengaku memiliki ide alternatif di masa sulit dengan memanfaatkan tambak ikan miliknya untuk produksi garam.Langkah ini baru dilakukannya di tahun ini. Sebab tahun ini kata dia, musim kemarau cukup lama.

Musdalifah mengatakan, dia bersama penambak lainnya memulai produksi garam sejak bulan enam lalu. Rencananya, periode panen perdana garamnya dilakukan di bulan September ini.

"Kami melihat, musim kemarau cukup panjang, makanya kami memilih untuk memproduksi garam. Dari pada tambak kami kering tidak bisa juga diisi. Makanya sejak bulan enam lalu kami sudah mulai memproduksi garam, dan bulan ini sudah siap dipanen," ujar dia, kepada awak media, Senin (4/9/2023).

Untuk airnya sendiri kata Musdalifa, mereka mengambil air dari laut yang kemudian disalurkan ke tambak miliknya. Namun menurut Musdalifah, saat mereka ingin panen hasil produksi garamnya, harga garam di pasaran mengalami penurunan.

"Saat ini harga garam mengalami penurunan. Satu karung dengan berat 50 Kg itu hanya dihargai Rp100 ribu. Padahal sebelumnya, satu karung garam itu harganya bisa mencapai Rp150 ribu," ujarnya.

Permasalahan yang dihadapi Musdalifa bukan hanya persoalan harga yang mengalami penurunan. Namun dia mengakui, jika sulitnya menjual hasil produksi garamnya menjadi kendala setelah panen.

"Kami juga kesulitan menjual hasil panen. Karena tidak adanya pengepul sehingga kami hanya menjual garam ini kepada warga yang datang membeli," keluhnya.

Musdalifah berharap pemerintah memberikan bantuan kepada warga yang saat ini sedang beralih profesi menjadi petani garam. Agar hasil panen mereka bisa lebih maksimal.

Sekedar diketahui, saat ini harga garam mengalami penurunan dari Rp2.500/kg menjadi Rp2.000. Harga ini tidak sebanding dengan usaha penambak yang harus mengalirkan dan menampung air laut ke tambaknya untuk dijadikan produksi garam.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru