Loloskan 2 Calon yang Dilaporkan ke DKPP, Begini Penjelasan Timsel KPU Sulsel
Jum'at, 24 Mar 2023 16:43
Tim Seleksi Calon Komisioner KPU Sulsel Periode 2023-2028. Foto: Sindo Makassar
MAKASSAR - Sebanyak 14 nama calon anggota komisioner KPU Sulsel periode 2023-2028 resmi diumumkan tim seleksi (Timsel) pada Jumat (24/3). Mereka yang lolos berasal dari berbagai latar belakang.
Menariknya, ada dua nama yang lolos, tapi sedang memiliki kasus di DKPP. Keduanya ialah komisioner KPU Sulsel petahana yakni Fatmawati dan Upi Hastati.
Fatma dan Upi dilaporkan ke DKPP oleh koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Sulsel. Keduanya diduga melakukan pelanggaraan kode etik saat tahapan Pemilu beberapa waktu lalu.
Dalam aduan OMS Sulsel ke DKPP, Fatma dan Upi bersama 2 komisioner KPU Sulsel yakni Faisal Amir dan Asram Jaya diduga kuat telah mendalangi perubahan dan menandatangani BA rekapitulasi hasil verifikasi faktual perbaikan kepengurusan dan keanggotaan partai politik calon peserta pemilu di provinsi Sulawesi Selatan, yang tidak sesuai dengan BA di beberapa kabupaten/kota.
Ketua Timsel KPU Provinsi, Nur Fadhilah Mappaselleng mengatakan sudah melakukan konfirmasi soal dugaan pelanggaran itu kepada Fatma, Upi dan Uslimin saat wawancara.
Fatma dan Upi melakukan tanda tangan berita acara (BA). Sementara Uslimin tidak melakukan tanda tangan.
"Baik pelaku yang tanda tangan, maupun pelaku yang tidak tanda tangan, dengan alasan semuanya. Ketika kami tanyakan apakah putusan yang dilakukan oleh KPU itu adalah putusan kolektif kolegial? Mereka menjawab, iya kolektif kolegial," katanya.
"Berarti ketika keluar maka putusan itu menjadi keputusan lembaga. Itu kalau orang pintar memang berdemokrasi yah. Karena lembaga itu dua pertiga, empat dan tiga itu tidak tanda tangan," lanjutnya.
Dhilah bilang, pihaknya menggali informasi kepada Usle sapaan Uslimin. Usle juga menjadi calon komisioner KPU Sulsel yang masuk 28 nama dan mengikuti tes wawancara.
"Yang tiga tidak tanda tangan ada satu calonnya (Usle) kita sudah klarifikasi. Alasannya dia berada di luar kota, bukan alasan yes or no, tapi berada di luar kota," ujarnya.
"Itu juga yang perlu teman-teman tahu. Mungkin di luar sana, lain ceritanya tapi kami sudah klasifikasi, dia berada di luar kota," sambungnya.
Dia melanjutkan, pihaknya juga sudah melakukan koordinasi dengan Bawaslu soal ini. Apalagi Bawaslu Sulsel sudah memutuskan kasus yang dilaporkan OMS, bahwa terlapor KPU Provinsi dalam hal, tidak bersalah.
"Dan pihak Bawaslu kami pertanyakan, apakah putusan ini pribadi atau lembaga? (jawabannya) lembaga. Yang melakukan putusan yang sudah ada putusan Bawaslu, tidak terindikasi. Maka kami mengatakan bahwa ini adalah putusan lembaga," bebernya.
"Kalau muncul nama-nama, maaf harus belajar lagi ini. Kalau muncul nama perorangan, itu tidak benar lagi kita sampaikan karena ini lembaga," terusnya.
"Kalau kebetulan ada nama itu, maka juga tidak adil. Surat terakhir karena ini dua, yang awalnya tiga, harus adil menyebutkan itu," terusnya lagi.
Menurut Dhilah, putusan yang dikeluarkan Bawaslu Sulsel soal perkara ini ialah mengikat. Sehingga bila ada pihak yang tidak puas dengan putusan KPU Sulsel saat itu, maka yang digugat ialah lembaganya, bukan personalnya.
"Dan kami sampaikan, kalau anda tidak puas, maka bukan personnya yang ditampilkan, bukan personnya yang digugat, tetapi lembaganya, silahkan anda gugat Bawaslu. Jangan gugat kami sebagai Timsel, jangan memberikan gorok-gorok kepada Timsel, kami hanya tahu rekam jejak," jelasnya.
Akademisi UMI Makassar ini menekankan sekali lagi, bahwa persoalan itu adalah putusan lembaga. Dhilah menyampaikan, salah seorang peserta juga sudah mengatakan bahwa ini putusan lembaga, dan dia setuju.
"Kalau sudah begitu, kenapa di luar sana ngomongnya lain, ini yang perlu. Jadi jangan omongan itu menjadi omongan yang hoax. Jadi kami sudah dapatkan yang benarnya," tandasnya.
"Cuman sedihnya kita karena yang ditanyakan, dia bilang, saya tidak ada waktu itu. Ada dimana? Saya tidak ada waktu itu, setuju atau tidak? Yah saya setuju, tapi kenapa kau tidak tanda tangan? Saya juga tidak tahu. Nah itu kan integritasnya dipertanyakan," ucap Dhilah menyinggung salah satu calon.
Dhilah kembali menegaskan, sudah mengkonfrontir hal ini ke Fatma dan Upi. "Jadi kalau ada orang yang pertanyaan bertele-tele, saya tanya kepada saudara yang terlibat bertanda tangan, saudara Fatma, saudara Upi. Apakah betul kau lakukan apa yang dituduhkan? Dia menjawab secara kronologis dan mereka punya buktinya," paparnya.
Sehingga menurutnya, persoalan yang dihadapi Fatma dan Upi di DKPP tak akan membuat keduanya disanksi. "Jadi kalau pintar itu orang pusat, di DKPP kan selesai. Kalau tidak yah orang pusat yang mau di-DKPPkan," kuncinya.
"Saya kira, teman-teman yang lain, sampaikan, klarifikasinya sudah sangat kencang," tutupnya.
Menariknya, ada dua nama yang lolos, tapi sedang memiliki kasus di DKPP. Keduanya ialah komisioner KPU Sulsel petahana yakni Fatmawati dan Upi Hastati.
Fatma dan Upi dilaporkan ke DKPP oleh koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Sulsel. Keduanya diduga melakukan pelanggaraan kode etik saat tahapan Pemilu beberapa waktu lalu.
Dalam aduan OMS Sulsel ke DKPP, Fatma dan Upi bersama 2 komisioner KPU Sulsel yakni Faisal Amir dan Asram Jaya diduga kuat telah mendalangi perubahan dan menandatangani BA rekapitulasi hasil verifikasi faktual perbaikan kepengurusan dan keanggotaan partai politik calon peserta pemilu di provinsi Sulawesi Selatan, yang tidak sesuai dengan BA di beberapa kabupaten/kota.
Ketua Timsel KPU Provinsi, Nur Fadhilah Mappaselleng mengatakan sudah melakukan konfirmasi soal dugaan pelanggaran itu kepada Fatma, Upi dan Uslimin saat wawancara.
Fatma dan Upi melakukan tanda tangan berita acara (BA). Sementara Uslimin tidak melakukan tanda tangan.
"Baik pelaku yang tanda tangan, maupun pelaku yang tidak tanda tangan, dengan alasan semuanya. Ketika kami tanyakan apakah putusan yang dilakukan oleh KPU itu adalah putusan kolektif kolegial? Mereka menjawab, iya kolektif kolegial," katanya.
"Berarti ketika keluar maka putusan itu menjadi keputusan lembaga. Itu kalau orang pintar memang berdemokrasi yah. Karena lembaga itu dua pertiga, empat dan tiga itu tidak tanda tangan," lanjutnya.
Dhilah bilang, pihaknya menggali informasi kepada Usle sapaan Uslimin. Usle juga menjadi calon komisioner KPU Sulsel yang masuk 28 nama dan mengikuti tes wawancara.
"Yang tiga tidak tanda tangan ada satu calonnya (Usle) kita sudah klarifikasi. Alasannya dia berada di luar kota, bukan alasan yes or no, tapi berada di luar kota," ujarnya.
"Itu juga yang perlu teman-teman tahu. Mungkin di luar sana, lain ceritanya tapi kami sudah klasifikasi, dia berada di luar kota," sambungnya.
Dia melanjutkan, pihaknya juga sudah melakukan koordinasi dengan Bawaslu soal ini. Apalagi Bawaslu Sulsel sudah memutuskan kasus yang dilaporkan OMS, bahwa terlapor KPU Provinsi dalam hal, tidak bersalah.
"Dan pihak Bawaslu kami pertanyakan, apakah putusan ini pribadi atau lembaga? (jawabannya) lembaga. Yang melakukan putusan yang sudah ada putusan Bawaslu, tidak terindikasi. Maka kami mengatakan bahwa ini adalah putusan lembaga," bebernya.
"Kalau muncul nama-nama, maaf harus belajar lagi ini. Kalau muncul nama perorangan, itu tidak benar lagi kita sampaikan karena ini lembaga," terusnya.
"Kalau kebetulan ada nama itu, maka juga tidak adil. Surat terakhir karena ini dua, yang awalnya tiga, harus adil menyebutkan itu," terusnya lagi.
Menurut Dhilah, putusan yang dikeluarkan Bawaslu Sulsel soal perkara ini ialah mengikat. Sehingga bila ada pihak yang tidak puas dengan putusan KPU Sulsel saat itu, maka yang digugat ialah lembaganya, bukan personalnya.
"Dan kami sampaikan, kalau anda tidak puas, maka bukan personnya yang ditampilkan, bukan personnya yang digugat, tetapi lembaganya, silahkan anda gugat Bawaslu. Jangan gugat kami sebagai Timsel, jangan memberikan gorok-gorok kepada Timsel, kami hanya tahu rekam jejak," jelasnya.
Akademisi UMI Makassar ini menekankan sekali lagi, bahwa persoalan itu adalah putusan lembaga. Dhilah menyampaikan, salah seorang peserta juga sudah mengatakan bahwa ini putusan lembaga, dan dia setuju.
"Kalau sudah begitu, kenapa di luar sana ngomongnya lain, ini yang perlu. Jadi jangan omongan itu menjadi omongan yang hoax. Jadi kami sudah dapatkan yang benarnya," tandasnya.
"Cuman sedihnya kita karena yang ditanyakan, dia bilang, saya tidak ada waktu itu. Ada dimana? Saya tidak ada waktu itu, setuju atau tidak? Yah saya setuju, tapi kenapa kau tidak tanda tangan? Saya juga tidak tahu. Nah itu kan integritasnya dipertanyakan," ucap Dhilah menyinggung salah satu calon.
Dhilah kembali menegaskan, sudah mengkonfrontir hal ini ke Fatma dan Upi. "Jadi kalau ada orang yang pertanyaan bertele-tele, saya tanya kepada saudara yang terlibat bertanda tangan, saudara Fatma, saudara Upi. Apakah betul kau lakukan apa yang dituduhkan? Dia menjawab secara kronologis dan mereka punya buktinya," paparnya.
Sehingga menurutnya, persoalan yang dihadapi Fatma dan Upi di DKPP tak akan membuat keduanya disanksi. "Jadi kalau pintar itu orang pusat, di DKPP kan selesai. Kalau tidak yah orang pusat yang mau di-DKPPkan," kuncinya.
"Saya kira, teman-teman yang lain, sampaikan, klarifikasinya sudah sangat kencang," tutupnya.
(UMI)
Berita Terkait
Sulsel
Bawaslu Soppeng Perketat Pengawasan Pemutakhiran Data Parpol Berkelanjutan
KPU Soppeng memyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Pemutakhiran Data Parpol Berkelanjutan dan Peraturan KPU 3 Tahun 2025 Tentang Penggantian Antar Waktu Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota.
Jum'at, 19 Des 2025 20:54
Sulsel
Bawaslu Soppeng Gelar Outbond Leadership Camp, Perkuat SDM dan Kelembagaan
Bawaslu Soppeng menggelar kegiatan Penguatan Kelembagaan dan Kapasitas Sumber Daya Manusia bertajuk “Transformasi Sumber Daya Manusia Bawaslu Soppeng lewat Outbond Leadership Camp”.
Senin, 15 Des 2025 12:31
News
Skandal Korupsi Ketua KPU Pangkep: Momentum Evaluasi Moral dan Kelembagaan KAHMI Sulsel
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pangkep kembali tercoreng dengan ditetapkannya Ketua KPU Pangkep, Anggota yang merupakan Divisi Hukum, beserta sekretarisnya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pangkep atas dugaan perilaku korupsi dana hibah Pilkada 2024 sebanyak Rp554 juta dari total anggaran dana hibah sebesar Rp26 miliar.
Sabtu, 06 Des 2025 12:25
Sulsel
KAHMI Sulsel Minta Ichlas Koperatif Hadapi Kasus Korupsi Dana Pilkada Pangkep 2024
MW KAHMI Sulsel akhirnya angkat suara menyikapi penetapan Ichlas, Presidium MD KAHMI Pangkep periode 2023–2028, sebagai salah satu tersangka dugaan korupsi dana hibah Pilkada 2024 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pangkep pada 1 Desember 2025.
Rabu, 03 Des 2025 09:33
Sulsel
Dua Komisioner KPU Pangkep jadi Tersangka Dugaan Korupsi Dana Pilkada 2024
Tiga pejabat KPU Pangkep resmi ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Pangkep pada Senin (01/12/2025). Ketiganya terseret kasus dugaan korupsi dana hibah Pilkada Pangkep 2024.
Senin, 01 Des 2025 23:45
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Zulkifli Hasan Tunjuk Gemilang Pagessa sebagai Ketua DPD PAN Maros
2
RS Ibnu Sina YW UMI Raih Penghargaan Transformasi Digital BPJS Kesehatan
3
Pembangunan IIBAS Langkah Strategis Pendidikan Islam Berkelas Global dari Indonesia Timur
4
Musda Digelar Serentak, 9 Kader PAN Maros Ikut Bersaing Jadi Ketua
5
15.000 Hunian untuk Warga Terdampak Bencana Ditarget Rampung Tiga Bulan
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Zulkifli Hasan Tunjuk Gemilang Pagessa sebagai Ketua DPD PAN Maros
2
RS Ibnu Sina YW UMI Raih Penghargaan Transformasi Digital BPJS Kesehatan
3
Pembangunan IIBAS Langkah Strategis Pendidikan Islam Berkelas Global dari Indonesia Timur
4
Musda Digelar Serentak, 9 Kader PAN Maros Ikut Bersaing Jadi Ketua
5
15.000 Hunian untuk Warga Terdampak Bencana Ditarget Rampung Tiga Bulan