Dua Kelompok Nelayan Konflik Soal Alat Tangkap, DKP Sulsel Damaikan

Kamis, 28 Agu 2025 22:14
Dua Kelompok Nelayan Konflik Soal Alat Tangkap, DKP Sulsel Damaikan
Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel melalui Cabang Dinas Kelautan (CDK) Mamminasata turun tangan menggelar mediasi dua kelompok nelayan yang konflik di Aula Kantor DKP Sulsel. Foto: Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Dua kelompok nelayan terlibat konflik di daerah penangkapan ikan (fishing ground) Taka Coppong. Persoalan dipicu karena alat atau metode yang digunakan.

Dua kelompok nelayan itu berasal dari Kabupaten Takalar yang menangkap ikan menggunakan jaring insang hanyut (drift gillnet), dan dari Pulau Kodingareng Kota Makassar dengan jaring pancing (handline fishing).

Menyikapi konflik tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan (DKP Sulsel) melalui Cabang Dinas Kelautan (CDK) Mamminasata turun tangan menggelar mediasi dengan mempertemukan keduanya di Aula Kantor DKP Sulsel, Jalan Baji Minasa Makassar, Kamis (28/8/2025).

Pertemuan itu turut menghadirkan pihak-pihak, diantaranya ada Komandon Pos TNI AL Takalar, Kasie Pengawasan CDK Mamminasata, Ketua Nelayan Kodingareng, Nelayan Laikang, Kepala Desa Bonto Sunggu, Kepala Desa Biring Kassi, Nelayan Borong Calla, HNSI Makassar, dan Nelayan Kodingareng.

Kepala DKP Sulsel, M Ilyas menjelaskan, kedua kelompok nelayan tersebut sebelumnya terlibat konflik karena alat tangkap yang digunakan berbeda. Bahkan, sempat ada aksi penyerangan dilakukan oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya.

"Laporannya pada 18 Agstus 2025 nelayan dari Takalar dengan menggunakan jaring insang hanyut melakukan operasi penangkapan di sekitar Taka Coppong. Kemudian nelayan dari Kodingareng yang umumnya menggunakan jaring pancing juga beroperasi di lokasi yang sama dengan target tangkapan utama ikan tenggiri," ujar Ilyas.

Lanjut dia, akibat tumpang tindih area penangkapan, perselisihan kemudian terjadi, karena nelayan pancing merasa ruang gerak mereka terganggu oleh bentangan jaring insang hanyut.

"Ketegangan meningkat dengan adanya saling klaim wilayah penangkapan hingga sempat terjadi benturan fisik di lapangan. (pelemparan dan intimidasi)," bebernya.

"Dari situ kami DKP Sulsel kemudian mengambil langkah untuk mempertemukan mereka agar dapat mencari soslusi bersama," jelasnya.

Dalam pertemuan hampir semua pihak sepakat, tidak ingin mencari siapa yang salah dan benar. Terlebih, yang menjadi persoalan utama konflik dikarena alat tangkap pancing dan jaring insang hanyut.

Mereka pun bersepakat bahwa dalam melaksanakan penangkapan ikan semua pihak wajib mematuhi Peraturan Menteri Kelautan & Perikanan Nomor 36 Tahun 2023 Tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan & Alat Bantu Penangkapan lkan di Wilayah Pengelolaan Negara Indonesia & Laut Lepas serta Penempatan Andon Ikan.

Kemudian, semua pihak juga wajib mengedepankan asas Sipakatau, Sipakainga dan Sipakalabiri' sesuai dengan falsafah Bugis-Makassar. Dan terakhir, hal-hal lain akan diatur dalam pertemuan selanjutnya.
(GUS)
Berita Terkait
Berita Terbaru