Mantan Direksi PT SCI Perseroda Siap Buktikan Dugaan Pelanggaran Prosedur Eks Pj Gubernur

Tri Yari Kurniawan
Selasa, 28 Mei 2024 21:36
Mantan Direksi PT SCI Perseroda Siap Buktikan Dugaan Pelanggaran Prosedur Eks Pj Gubernur
Dua mantan Direksi SCI Perseroda Rendra Darwis dan Dedy Irfan Bachri bersama kuasa hukumnya Acram Mappaona Azis di PTUN Makassar. Foto/Istimewa
Comment
Share
MAKASSAR - Dua mantan Direksi PT Sulsel Citra Indonesia (SCI) Perseroda, Rendra Darwis dan Dedy Irfan Bachri, menyatakan siap membuktikan dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan eks Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin. Rendra diberhentikan oleh Bahtiar sebagai Direktur Utama PT SCI dan Dedy sebagai Direktur Pengembangan Usaha PT SCI.

Hal tersebut disampaikan Rendra dan Dedy seusai menghadiri sidang pemeriksaan pendahuluan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar, Selasa (28 Mei 2024). Dalam sidang itu, tidak dihadiri oleh pihak Penjabat Gubernur sebagai tergugat.

Rendra dan Dedy melayangkan gugatan dengan perkara Nomor 44/G/2024/PTUN MKS tentang pemberhentian mereka dari PT SCI Perseroda. Pemberhentian itu tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 220/II/Tahun 2024 tertanggal 22 Februari 2024.

"Setelah persidangan pendahuluan ini, agenda sidang selanjutnya adalah penyampaian bukti-bukti dalam pokok gugatan kami," ujar Rendra.

Rendra mengatakan, akan membuktikan bahwa tindakan Bahtiar Baharuddin saat menjadi Penjabat Gubernur telah melanggar wewenang dan melabrak seluruh prosedur dalam mengeluarkan keputusan.

Menurut kuasa hukum Rendra dan Dedi, Acram Mappaona Azis, terbitnya SK Nomor 220 tersebut menuai polemik, karena diterbitkan di saat PT SCI Perseroda sedang melakukan negosiasi join operation dengan PT Antam, Tbk. Negosiasi itu, kata Acram, mengenai pengelolaan wilayah usaha pertambangan di kawasan eks PT Vale.

Dalam proses tersebut, sambung Acram, tiba-tiba beredar desas desus pergantian direksi. Informasi pergantian itu baru disampaikan kepada Rendra dan Dedy pada 1 Maret 2024.

"Gugatan ke PTUN dilayangkan setelah klien kami menempuh upaya administrasi, berupa keberatan dan banding administrasi. Klien kami ingin mendapatkan kepastian hukum," ujar Acram.

Adapun dalil yang diajukan ke PTUN Makassar terkait dengan kewenangan Penjabat Gubernur melakukan pemberhentian direksi Perseroda, dikaitkan dengan Pasal 15 ayat (2) huruf d dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2023 yang menyebutkan bahwa Penjabat Gubernur, Penjabat Wali Kota, dan Penjabat Bupati tidak boleh membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggara pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Acram menjelaskan, pengangkatan Rendra dan Dedy telah melalui proses seleksi yang dilakukan di masa jabatan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman. Salah satu rencana strategis pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan yang diamanahkan ke PT SCI adalah pengelolaan lahan eks PT Vale, joint venture dengan PT Antam, Tbk.

Menurut Acram, hal yang dianggap merugikan kepentingan hukum Rendra dan Dedi, adalah SK Nomor 220/II/Tahun 2024 adalah terkait dengan rencana kerja anggaran perusahaan yang belum dilaksanakan. Selain itu, tidak terdapat alasan prosedur maupun substansi dalam penerbitan SK yang menjadi surat sengketa tersebut.

Sebelumnya, gejolak di PT SCI bermula saat Penjabat Gubernur Sulsel mengangkat Tanri Abeng sebagai Komisaris Utama PT SCI, tanpa melalui suatu proses seleksi. Selain itu, Tanri Abeng juga telah melampaui batas umur yang dipersyaratkan undang-undang.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Yahun 2017 tentang BUMD dan Peremendagri Nomor 37 tahun 2018, mensyaratkan usia masksimal komisaris Perseroda adalah 58 tahun, dan untuk direksi maksimal 56 tahun.

Dalam gugatan juga disebutkan pelanggaran terhadap asas umum pemerintahan yang baik. Acram mengatakan, dari sisi kemanfaatan, surat sengketa tidak memberikan manfaat langsung bagi warga masyarakat, tapi justru sebaliknya menimbulkan permasalahan, karena tidak diterbitkan menurut prosedur yang benar.

"Demikian halnya dengan kepastian hukum, dan diskriminasi, dimana jabatan komisaris dan direksi bisa dengan sesuka hati dirombak oleh kepala daerah. Hal tersebut tidak bisa terus dibiarkan dengan lahirnya semangat baru dalam pengelolaan BUMD tertuang dalam PP Nomor 54 tahun 2017 tentang BUMD," imbuh Acram.

Rencananya, sidang lanjutan yang dipimpin oleh ketua majelis hakim, Budiamin Rodding dan dua hakim anggota masing-masing Baharuddin dan Taufik Adhi Priyanto akan berlangsung pekan depan. Agendanya adalah pembuktian, penyampaian dalil, dan jawab menjawab antara penggugat dan tergugat.
(TRI)
Berita Terkait
Berita Terbaru