Sulsel Ada 16 Laporan, DKPP Terima 299 Aduan Perkara Sepanjang 2023
Kamis, 14 Des 2023 21:37
Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo. Foto: Humas DKPP
MAKASSAR - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menerima 299 aduan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dan memutus 118 perkara pelanggaran selama Januari sampai Desember 2023. Hal itu disampaikan Anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo dalam kegiatan Rapat Koordinasi Penyampaian Laporan Kinerja DKPP RI Tahun 2023 di Kabupaten Badung, Bali beberapa waktu lalu.
"Dari 299 aduan, 170 aduan yang diterima DKPP terkait dengan seleksi penyelenggara Pemilu ad hoc," kata Ratna Dewi.
Perempuan yang karib disapa Dewi ini mengungkapkan, berdasar lembaga yang diadukan, KPU kabupaten/kota adalah lembaga yang paling banyak diadukan sepanjang 2023 dengan 173 aduan. Peringkat kedua sampai keenam adalah Bawaslu kabupaten/kota (83 aduan), Bawaslu RI (37 aduan), Panwascam (32 aduan), PPK/PPD (31 aduan) dan KPU RI (22 aduan).
Sementara berdasar sebaran wilayah/provinsi, Sumatera Utara menjadi provinsi terbanyak aduannya dengan 49 aduan. Selanjutnya adalah provinsi Jawa Barat (29), Aceh (22), Jawa Timur (17), serta Sumatera Selatan (16) dan Sulawesi Selatan (16).
"Tahun ini ada pergeseran karena tahun-tahun sebelumnya Provinsi Papua selalu menjadi daerah yang paling banyak aduannya. Untuk tahun 2023 hanya ada 11 aduan dari Provinsi Papua," ungkap Dewi.
Ia menambahkan, dari 299 aduan yang diterima DKPP sepanjang 2023 hanya 133 lulus verifikasi dan teregistrasi sebagai perkara. Namun, per 4 Desember 2023 baru 118 perkara yang telah dibacakan putusannya oleh DKPP.
"Dari 299 aduan, 269 aduan disampaikan oleh masyarakat. Artinya partisipasi masyarakat penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu sangat tinggi. DKPP ternyata sudah menjadi tempat yang dipilih masyarakat untuk mencari keadilan," terang Dewi.
Seluruh perkara yang telah dibacakan putusannya tersebut melibatkan 455 Teradu dengan jenis sanksi Peringatan (117), Pemberhentian Sementara (4), Pemberhentian Tetap (10), Pemberhentian dari Jabatan Ketua (7), dan Ketetapan (6). Sedangkan 251 Teradu dipulihkan nama baiknya (rehabilitasi) karena tidak terbukti melanggar KEPP.
Menurut Dewi, 455 Teradu yang telah diputus oleh DKPP terbilang rendah jika dibanding jumlah Teradu yang telah diputus pada tahun 2014 dan 2019 yang menjadi tahun pelaksanaan Pemilu. Jumlah Teradu yang diputus pada 2014 sendiri mencapai 1.281 Teradu dan pada 2019 berjumlah 1.504.
“Angka ini harus tetap kita waspadai dan diantisipasi kemudian, jangan sampai terjadi peningkatan terjadi sangat cepat memasuki tahapan-tahapan pemilu selanjutnya,” ujarnya.
Pelanggaran terbanyak yang terjadi pada 2023 adalah kelalaian pada proses Pemilu (58 Teradu), tidak melaksanakan tugas/wewenang (32 Teradu), pelanggaran hukum (28 Teradu), konflik kepentingan (26 Teradu), dan perlakuan tidak adil (23 Teradu).
Untuk kategori prinsip yang paling banyak dilanggar, ungkap Dewi, adalah profesional (161), berkepastian hukum (16), akuntabel (14), dan proporsional (12).
Sementara berdasar lembaga, 288 Teradu yang telah dibaca putusannya DKPP berasal dari KPU Kabupaten/Kota. Posisi selanjutnya adalah Bawaslu Kabupaten/Kota (114 Teradu), KPU RI (32 Teradu), Panwascam (23 Teradu), Bawaslu RI (18 Teradu), dan KPU Provinsi (17 Teradu).
Dewi menambahkan, 118 perkara yang telah diputus oleh DKPP menunjukkan bahwa beban kerja DKPP tidaklah ringan. Jika dirata-rata, katanya, terdapat dua perkara yang diperiksa DKPP dalam satu pekan.
"Ini belum dihitung jika ada sidang pembacaan putusan," kata perempuan yang mengawali karir kepemiluannya sebagai Anggota Panwaslu Kota Palu ini.
Dengan beban yang cukup berat, lanjut Dewi, diperlukan penguatan Sekretariat DKPP. Saat ini, enam Bagian yang terdapat dalam Sekretariat DKPP disebutnya belum mencukupi untuk menunjang beban kerja DKPP yang diprediksi akan semakin berat pada tahun 2024 yang menjadi tahun pelaksanaan Pemilu dan Pilkada.
Berdasar data DKPP, jumlah perkara yang ditangani DKPP selalu melebihi angka 300 pada saat tahun pelaksanaan Pemilu. Pada 2014 terdapat 333 perkara yang ditangani dan perkara pada 2019 berjumlah 331.
"Maka kerja-kerja DKPP memang harus diperkuat kesekretariatannya. Tidak cukup setingkat Eselon II, tapi harus setingkat Eselon I," tegas Dewi.
Penguatan Sekretariat juga menjadi salah satu rekomendasi yang dikeluarkan Laporan Kinerja DKPP yang dipaparkan Dewi. Menurut Dewi, DKPP perlu didorong untuk menjadi lembaga yang lebih mandiri sebagaimana amanat Undang-undang Dasar 1945.
"Dari semua yang saya sampaikan, ini yang paling penting. Mudah-mudahan 2024 atau paling lama 2025 sudah ada wajah baru DKPP yang mandiri dan memiliki Sekretariat setingkat Eselon I," ungkap perempuan yang dijuluki Srikandi Pemilu dari Timur ini.
"Dari 299 aduan, 170 aduan yang diterima DKPP terkait dengan seleksi penyelenggara Pemilu ad hoc," kata Ratna Dewi.
Perempuan yang karib disapa Dewi ini mengungkapkan, berdasar lembaga yang diadukan, KPU kabupaten/kota adalah lembaga yang paling banyak diadukan sepanjang 2023 dengan 173 aduan. Peringkat kedua sampai keenam adalah Bawaslu kabupaten/kota (83 aduan), Bawaslu RI (37 aduan), Panwascam (32 aduan), PPK/PPD (31 aduan) dan KPU RI (22 aduan).
Sementara berdasar sebaran wilayah/provinsi, Sumatera Utara menjadi provinsi terbanyak aduannya dengan 49 aduan. Selanjutnya adalah provinsi Jawa Barat (29), Aceh (22), Jawa Timur (17), serta Sumatera Selatan (16) dan Sulawesi Selatan (16).
"Tahun ini ada pergeseran karena tahun-tahun sebelumnya Provinsi Papua selalu menjadi daerah yang paling banyak aduannya. Untuk tahun 2023 hanya ada 11 aduan dari Provinsi Papua," ungkap Dewi.
Ia menambahkan, dari 299 aduan yang diterima DKPP sepanjang 2023 hanya 133 lulus verifikasi dan teregistrasi sebagai perkara. Namun, per 4 Desember 2023 baru 118 perkara yang telah dibacakan putusannya oleh DKPP.
"Dari 299 aduan, 269 aduan disampaikan oleh masyarakat. Artinya partisipasi masyarakat penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu sangat tinggi. DKPP ternyata sudah menjadi tempat yang dipilih masyarakat untuk mencari keadilan," terang Dewi.
Seluruh perkara yang telah dibacakan putusannya tersebut melibatkan 455 Teradu dengan jenis sanksi Peringatan (117), Pemberhentian Sementara (4), Pemberhentian Tetap (10), Pemberhentian dari Jabatan Ketua (7), dan Ketetapan (6). Sedangkan 251 Teradu dipulihkan nama baiknya (rehabilitasi) karena tidak terbukti melanggar KEPP.
Menurut Dewi, 455 Teradu yang telah diputus oleh DKPP terbilang rendah jika dibanding jumlah Teradu yang telah diputus pada tahun 2014 dan 2019 yang menjadi tahun pelaksanaan Pemilu. Jumlah Teradu yang diputus pada 2014 sendiri mencapai 1.281 Teradu dan pada 2019 berjumlah 1.504.
“Angka ini harus tetap kita waspadai dan diantisipasi kemudian, jangan sampai terjadi peningkatan terjadi sangat cepat memasuki tahapan-tahapan pemilu selanjutnya,” ujarnya.
Pelanggaran terbanyak yang terjadi pada 2023 adalah kelalaian pada proses Pemilu (58 Teradu), tidak melaksanakan tugas/wewenang (32 Teradu), pelanggaran hukum (28 Teradu), konflik kepentingan (26 Teradu), dan perlakuan tidak adil (23 Teradu).
Untuk kategori prinsip yang paling banyak dilanggar, ungkap Dewi, adalah profesional (161), berkepastian hukum (16), akuntabel (14), dan proporsional (12).
Sementara berdasar lembaga, 288 Teradu yang telah dibaca putusannya DKPP berasal dari KPU Kabupaten/Kota. Posisi selanjutnya adalah Bawaslu Kabupaten/Kota (114 Teradu), KPU RI (32 Teradu), Panwascam (23 Teradu), Bawaslu RI (18 Teradu), dan KPU Provinsi (17 Teradu).
Dewi menambahkan, 118 perkara yang telah diputus oleh DKPP menunjukkan bahwa beban kerja DKPP tidaklah ringan. Jika dirata-rata, katanya, terdapat dua perkara yang diperiksa DKPP dalam satu pekan.
"Ini belum dihitung jika ada sidang pembacaan putusan," kata perempuan yang mengawali karir kepemiluannya sebagai Anggota Panwaslu Kota Palu ini.
Dengan beban yang cukup berat, lanjut Dewi, diperlukan penguatan Sekretariat DKPP. Saat ini, enam Bagian yang terdapat dalam Sekretariat DKPP disebutnya belum mencukupi untuk menunjang beban kerja DKPP yang diprediksi akan semakin berat pada tahun 2024 yang menjadi tahun pelaksanaan Pemilu dan Pilkada.
Berdasar data DKPP, jumlah perkara yang ditangani DKPP selalu melebihi angka 300 pada saat tahun pelaksanaan Pemilu. Pada 2014 terdapat 333 perkara yang ditangani dan perkara pada 2019 berjumlah 331.
"Maka kerja-kerja DKPP memang harus diperkuat kesekretariatannya. Tidak cukup setingkat Eselon II, tapi harus setingkat Eselon I," tegas Dewi.
Penguatan Sekretariat juga menjadi salah satu rekomendasi yang dikeluarkan Laporan Kinerja DKPP yang dipaparkan Dewi. Menurut Dewi, DKPP perlu didorong untuk menjadi lembaga yang lebih mandiri sebagaimana amanat Undang-undang Dasar 1945.
"Dari semua yang saya sampaikan, ini yang paling penting. Mudah-mudahan 2024 atau paling lama 2025 sudah ada wajah baru DKPP yang mandiri dan memiliki Sekretariat setingkat Eselon I," ungkap perempuan yang dijuluki Srikandi Pemilu dari Timur ini.
(UMI)
Berita Terkait
Sulsel
Bawaslu RI Serius Evaluasi dan Kembangkan SDM di Masa Non-Tahapan Pemilu
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia tengah serius melakukan evaluasi menyeluruh dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di masa non-tahapan pemilu.
Jum'at, 24 Okt 2025 17:49
News
Nilai Santri Menjadi Fondasi Integritas dalam Menjaga Suara Rakyat
Komisioner KPU Bantaeng, Aspar Ramli menyampaikan pesan inspiratif tentang pentingnya nilai-nilai santri dalam menjaga integritas dan profesionalisme penyelenggara pemilu.
Rabu, 22 Okt 2025 16:33
Sulsel
Polisi Didesak Tetapkan Tersangka Kasus Asusila Eks Komisioner Bawaslu Wajo
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak Polres Wajo agar tetapkan Eks Komisioner Bawaslu Wajo inisial HO sebagai tersangka kasus pelecehan seksual.
Kamis, 16 Okt 2025 19:45
Sulsel
Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi, KPU Barru Tetapkan 141.807 Pemilih PDPB
KPU Barru menggelar Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Pemutakhiran Data Pemilih Berkelanjutan (PDPB) Triwulan III Tahun 2025 di Aula Kantor KPU Barru, Jalan Iskandar Unru, Kelurahan Sumpang Binangae, Kecamatan Barru, Kamis (02/10/2025).
Kamis, 02 Okt 2025 17:28
News
OMS Minta DKPP Larang Teradu Komisioner Bawaslu Wajo Jadi Penyelenggara Pemilu Lagi
Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu Sulsel mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk memberikan sanksi tegas kepada Teradu, Heriyanto sebagai Komisioner Bawaslu Kabupaten Wajo yang diduga melakukan pelanggaran etik.
Kamis, 02 Okt 2025 14:29
Berita Terbaru
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Diminta Bayar Rp4,5 Juta, Kepsek Akui Dapat Tekanan Dari Disdikbud Wajo Ikuti Bimtek
2
Gagas Fortifikasi Beras Protein, Mahasiswa Polipangkep Juara 1 KEIN 2025
3
Bawaslu RI Serius Evaluasi dan Kembangkan SDM di Masa Non-Tahapan Pemilu
4
Demo Disertai Blokade Jalan ke Area MDA Bikin Resah Warga Latimojong
5
Buka Katinting Race 2025, Gubernur Sulsel Dorong Sportivitas
Artikel Terpopuler
Topik Terpopuler
1
Diminta Bayar Rp4,5 Juta, Kepsek Akui Dapat Tekanan Dari Disdikbud Wajo Ikuti Bimtek
2
Gagas Fortifikasi Beras Protein, Mahasiswa Polipangkep Juara 1 KEIN 2025
3
Bawaslu RI Serius Evaluasi dan Kembangkan SDM di Masa Non-Tahapan Pemilu
4
Demo Disertai Blokade Jalan ke Area MDA Bikin Resah Warga Latimojong
5
Buka Katinting Race 2025, Gubernur Sulsel Dorong Sportivitas