Ditetapkan Tersangka oleh Kejari Jeneponto, Eks Distributor Pupuk Tempuh Praperadilan

Ikbal nur
Sabtu, 03 Agu 2024 17:37
Ditetapkan Tersangka oleh Kejari Jeneponto, Eks Distributor Pupuk Tempuh Praperadilan
Kuasa Hukum AR, tersangka dugaan korupsi penyalahgunaan pupuk bersubsidi 2021. Foto: SINDO Makassar/Ikbal Nur
Comment
Share
JENEPONTO - Usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan pupuk bersubsidi 2021 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Jeneponto, eks distributor Pupuk dari Koperasi Perdagangan Indonesia (KPI) berinisial AR, akhirnya angkat bicara.

AR menjelaskan, kasus ini bergulir pada 2021 silam. Dia mengaku menjabat sebagai perwakilan KPI di Jeneponto pada masa transisi Mei 2021. Sebelumnya posisi tersebut dijabat H Lallo.

Usai masa transisi itu, AR dipanggil sebagai saksi dalam kasus mafia Pupuk pada awal 2022. Tetapi saat pemeriksaan kasus itu sempat terhenti. Selama 1 tahun vakum, kasus ini kembali bergulir di Inspektorat awal Januari 2024.

Kemudian saat AR ingin memberikan keterangan dalam pemeriksaan tersebut, Inspektorat menolak lantaran mereka hanya ingin memeriksa Direktur KPI.

“Bukan saya yang diaudit di Inspektorat tapi bosku, ada barang buktiku berupa hasil auditku dari Inspektorat, dan ada barang yang disita surat usaha, surat izin usaha apa? surat izin usaha KPI, siapa namanya? direkturku, tapi kenapa saya yang ditetapkan tersangka,” kata AR melalui sambungan telepon, Sabtu (3/8/2024).

Baca juga: Bupati Budiman Serahkan Mesin Panen, Pupuk dan Benih Padi di Desa Lera

Kuasa hukum AR mengajukan praperadilan, karena kliennya merasa keberatan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jeneponto pada 25 April 2024.

Menurut Kuasa Hukum AR, Zul Afrianto, penetapan status tersangka terhadap kliennya dalam kasus dugaan korupsi kelangkaan pupuk bersubsidi 2021 keliru.

Dia menilai, 2 kelengkapan alat bukti yang digunakan penyidik Kejaksaan Negeri Jeneponto belum bisa menentukan kekuatan hukum yang jelas.

“Untuk menentukan status seseorang menjadi tersangka seharusnya dilakukan dengan memenuhi 2 alat bukti yang cukup, sementara dalam perkara Korupsi telah sangat jelas yang menjadi alat bukti kunci untuk menentukan kerugian negara adalah hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan (BPK)," ujar Zul Afrianto saat ditemui SINDO Makassar, Jumat (2/8/2024) malam.

Bahkan dia juga meminta pertimbangan Kejari Jeneponto yang menetapkan kliennya menjadi tersangka dari hasil audit dari investigasi Kantor Inspektorat Jeneponto, sebagaimana tertuang dalam surat Laporan Perhitungan Kerugian keuangan Negara Nomor 780/18/III/2024 tanggal 8 Maret 2024 yang menyatakan bahwa adanya kerugian negara.



Semestinya, tugas serta wewenang itu harus diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bukan kepada Inspektorat. Peraturan itu berdasarkan dalam Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan.

Dalam undang-undang itu, pasal 1 menjelaskan BPK merupakan lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1995.

Selain itu kata Zul, dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 tahun 2016 tertanggal 6 Desember 2016 kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan seluruh Indonesia menyatakan bahwa instansi yang memiliki kewenangan melakukan proses pemeriksaan keuangan negara adalah BPK. Sedangkan fungsi Inspektorat dan BPKP adalah pengawasan.

Itu artinya kata Zul, hanya BPK yang mempunyai kewenangan menghitung dan menyatakan kerugian negara. Apabila BPK sudah melakukan audit dan tidak ditemukan ada kerugian keuangan daerah, tak dapat lagi dilakukan audit atas audit yang ada untuk kepastian.

"Hal ini menimbulkan kecurigaan kepada kami terhadap Inspektorat dan Kejaksaan Negeri Jeneponto. Mengingat hasil audit Inspektorat dimaksud dijadikan bukti kunci untuk menaikkan status Amrina Rachim Warkan sebagai tersangka," terang Zul.



Atas tindakan tersebut, Zul menilai kasus yang menimpa kliennya itu merupakan bentuk diskriminasi dan sepatutnya sebagai aparat penegak hukum harus menerapkan Asas Praduga tak bersalah dan mengedepankan fakta-fakta hukum yang terjadi.

"Hal ini membuktikan adanya tebang pilih yang dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Jeneponto pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga jika waktu pelaksanaannya sudah tidak sah dan bertentangan dengan hukum dan peraturan Perundang-undangan maka penetapan Tersangka dan penahanan yang juga merupakan bagian dari penyidikan turut menjadi tidak sah dan bertentangan dengan hukum," jelasnya.

Anehnya lagi kata Zul, dalam Surat Laporan Perhitungan Kerugian keuangan Negara No : 780/18/III/2024 tanggal 8 Maret 2024 yang dikeluarkan oleh pihak Inspektorat, ada 3 distributor yang dilakukan audit.

Dari hasil pemeriksaan tersebut, Inspektorat telah menyatakan adanya temuan terhadap ketiga distributor ini, sementara kliennya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

"Kalau semua dinyatakan adanya kerugian Negara tetapi yang dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Negeri Jeneponto hanyalah 1 distributor dan 2 distributor yang lain tidak diterangkan. Hal ini membuktikan adanya ketidakprofesionalan Kejaksaan Negeri Jeneponto dan memungkinkan dugaan terjadinya praktik mafia hukum di Kabupaten Jeneponto," tandas Zul.



Selain upaya praperadilan ke PN Jeneponto, Zul juga menyebut telah berupaya mengirim surat ke Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Langkah ini ditempuh agar kasus yang menimpa kliennya lebih jelas.

"Kami sebagai kuasa hukum telah melakukan langkah hukum yakni permohonan Praperadilan dan kami telah menyurat ke JAMWAS Jaksa Agung dan Kejaksaan Tinggi sulsel," tutupnya.

Meski begitu, Zul Afrianto tetap menghormati proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jeneponto dalam penanganan kasus korupsi, namun Zul meminta Kejaksaan tetap memperhatikan semua aspek hukum yang berlaku di Republik Indonesia.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru