Prof Mustari Tolak Putusan Panitia Penjaringan Calon Rektor UIN Alauddin, Siapkan Opsi Hukum

Luqman Zainuddin
Kamis, 27 Apr 2023 17:47
Prof Mustari Tolak Putusan Panitia Penjaringan Calon Rektor UIN Alauddin, Siapkan Opsi Hukum
Prof Mustari Mustafa dan Prof Wahyuddin Naro salam komando usai mendaftar sebagai calon Rektor UIN Alauddin Makassar 13 April lalu. Foto: SINDO Makassar/Luqman Zainuddin
Comment
Share
MAKASSAR - Prof Mustari Mustafa menolak keputusan Panitia Penjaringan Bakal Calon Rektor UIN Alauddin Makassar 2023-2027. Ia mengaku keberatan karena tak diloloskan sebagai bakal calon rektor. Opsi jalur hukum pun disiapkan.

Pernyataan keberatan Prof Mustari dimuat dalam sebuah surat yang disebar ke awak media, Kamis (27/4/2023). Dalam surat itu, Prof Mustari menuliskan beberapa poin alasan dia keberatan begitupula dengan pembelaannya.

"Melalui surat ini saya menyampaikan keberatan saya terhadap keputusan Panitia Penjaringan Bakal Calon Rektor (PPBCR) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang diumumkan melalui surat nomor B-08/Un.06/PP-PBCR/OT.00/04/2023, tanggal 26 April 2023," bunyi surat Prof Mustari yang diterima redaksi.

Pada beberapa poin dalam surat itu, Prof Mustari menyampaikan alasan mengapa dia keberatan. Pertama soal waktu penetapan bakal calon yang tak sesuai jadwal semula. Dia mengklaim, panitia juga tak menyampaikan secara resmi kepada pendaftar terkait perubahan jadwal itu.



Alasan kedua adalah verifikasi berkas. Prof Mustari mengaku harus menjalani proses verifikasi secara tatap muka dengan Panitia Penjaringan. Ia menganggap proses ini malah menjurus ke arah pemaksaan, penekanan, serta intimidasi.

"Di dalam undangan klarifikasi tersebut menyebutkan agar saya datang tanpa didampingi oleh siapapun," kata Prof Mustari.

Dalam proses itu, Panitia Penjaringan menurut Prof Mustari memberikan pertanyaan terkait jabatannya sebagai Ketua Lembaga Kerjasama dan Hubungan Internasional di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone tahun 2015-2019.

Pertanyaan tersebut berkaitan dengan salah persyaratan pencalonan pada bagian a poin 4 yang berbunyi "Memiliki pengalaman manajerial pada perguruan tinggi paling rendah sebagai Ketua Jurusan atau sebutan lain paling singkat 2 (dua) tahun".



Hasil verifikasi faktual Panitia Penjaringan, Prof Mustari dianggap tidak menjabat pada posisi itu selama dua tahun. Sebab, pada periode berjalan, Prof Mustari justru diangkat sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di KBRI Bangkok tahun 2017.

Menjadwab hal itu, Prof Mustari membenarkan bahwa SK dari STKIP berlaku 2015-2019. Sekalipun pada 2017 dirinya diangkat sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan di KBRI Bangkok. Walau begitu, Prof Mustari mengaku tetap menjalankan tugas di STKIP atas persetujuan dari Pimpinan STKIP.

"Pada tahun 2020 Pimpinan STKIP menyampaikan surat ucapan terima kasih atas pelaksanaan tugas saya di STKIP dari tahun 2015 - 2019," kata Prof Mustari.

Sementara terkait syarat pencalonan pada bagian a poin 4 yang disebutkan sebalumnya, dinilai Prof Mustari bersifat alternatif dan tidak ada unsur pemaknaan yang dapat menggugurkan persyaratannya. Apalagi, dia mencantumkan SK jabatan lain yang bersifat resmi.



SK itu masing-masing dalam jabatan sebagai Sekretaris jurusan di IAIN Alauddin, Direktur Character Building Program di UIN Alauddin, Ketua Internasional Office di UIN Alauddin, Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di KBRI Bangkok serta Ketua Lembaga Kerjasama dan Hubungan Internasional di STKIP Muhammadiyah Bone.

"Penjelasan-penjelasan saya tersebut telah didengar, disimak tanpa adanya gugatan atau pengajuan atau gugatan dari pihak PPBCR," kata Prof Mustari.

Pada proses verifikasi ini, Prof Mustari pun merasa didiskriminasi oleh Panitia Penjaringan. Pasalnya, proses yang sama tidak diberlakukan kepada pendaftar yang lain. Padahal menurunya, ada pendaftar yang malah tidak memenuhi persyaratan administratif.

"Bahkan ada bakal calon yang hanya membuat izin atasan oleh dirinya sendiri. Ditengarai juga ada bakal calon yang mendapatkan izin bukan dari atasan langsung. Rektor sendiri yang diributkan di beberapa media, ditengarai juga telah peroleh izin tetapi sudah melewati tenggat waktu, dan sampai saat ini belum menunjukkan izin dari atasannya langsung, yakni Dirjen atau Menteri Agama," beber Prof Mustari.



Berdasarkan hal-hal tersebut kata Prof Mustari dia memohon agar pengumuman tersebut dianulir dan tidak diproses lebih lanjut selama masa keberatan berlangsung. Apabila keberatannya tidak ditanggapi, Prof Mustari mengancam membawa persoalan ini ke ranah hukum.

Sebagai informasi, Panitia Penjaringan telah menetapan delapan bakal calon Rektor UIN Alauddin Makassar periode 2023-2027. Mereka adalah Prof Dr Muhammad Amri, Prof Siti Aisyah Kara, Prof Hamdan Juhannis, Prof Dr Muhammad Khalifah Mustami, Prof Dr Abustani Ilyas, Prof Dr Wahyuddin Naro M, Prof Dr Abdul Pirol, Prof Dr Supardin.
(MAN)
Berita Terkait
Berita Terbaru