Mudah Dimobilisasi, Hak Pilih ASN Usul Dihilangkan di Pilkada 2024

Ahmad Muhaimin
Selasa, 16 Jul 2024 16:32
Mudah Dimobilisasi, Hak Pilih ASN Usul Dihilangkan di Pilkada 2024
Diskusi ringan Publish Research Institute dengan tema Netralitas ASN Harga Mati, Melanggar Sanksi Berat Menanti di Kopizone, Makassar pada Selasa (17/07/2024). Foto: Muhaimin
Comment
Share
MAKASSAR - Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) selalu menjadi persoalan berulang yang dibahas saat perhelatan politik digelar. Muncul usulan jika hak pilih dan memilih mereka dihilangkan, sama dengan TNI/Polri.

Ide ini muncul saat diskusi ringan Publish Research Institute dengan tema Netralitas ASN Harga Mati, Melanggar Sanksi Berat Menanti di Kopizone, Makassar pada Selasa (17/07/2024). Apalagi ASN dianggap mudah dimobilisasi dan sarat kepentingan di Pilkada.

Konsultan Politik asal Sulsel, Nurmal Idrus mengatakan ASN memang sulit menjaga netralitasnya di Pemilu dan Pilkada. Sebab mereka punya hak pilih, beda dengan TNI/Polri.

"Ada empat indikator yang membuat ASN sulit menjaga netralitasnya. Pertama, dia punya keluarga yang menjadi calon peserta. Kedua, motivasi jabatan yang kalau tidak mendukung calon tertentu maka bisa berpengaruh dengan posisinya nanti," kata Nurmal.

"Ketiga ada tekanan pimpinan, Kadisnya punya orang yang dia dukung, sehingga menekan bawahannya untuk ikut mendukung. Keempat, dia tidak suka dengan calon peserta itu," sambungnya.



Nurmal menuturkan, keempat faktor ini membuat ASN sulit menjaga netralitasnya. Belum lagi mereka gampang dimobilisasi oleh calon kepala daerah yang berstatus petahana.

"ASN ialah salah satu yang punya struktur paling lengkap di negara ini hingga ke tingkat Bawah. Struktur mereka bahkan paling dekat dan bisa mempengaruhi pemilih. Ialah RT/RW yang paling dekat dengan pemilih, sehingga bisa dipengaruhi untuk menentukan pilihan," ujarnya.

"Makanya, ASN harusnya dicabut juga hak pilihnya, sama dengan TNI/Polri. Karena ASN juga ada identitas negara di situ," imbuhnya.

Menurut mantan Ketua KPU Makassar ini pada tahapan sekarang ini, Bawaslu sulit menindak ASN yang diduga melanggar netralitas. Sebab aturan pelanggaran netralitas hanya berlaku saat peserta ditetapkan sebagai calon bupati.

"Sepemahaman saya, Bawaslu tidak bisa menindak dugaan pelanggaran netralitas ASN saat kandidat baru sebagai bakal calon kepala daerah. Nah, ini yang sulit," tuturnya.

"Tapi di sisi lain, Bawaslu dan KPU juga sulit menindak pelanggaran netralitas ASN. Karena beberapa personil Bawaslu dan KPU juga, berstatus ASN. Nah, dalam posisi itu, mereka tentu tidak bisa melawan kepala daerahnya sebagai pimpinannya," jelasnya.



Pakar Pemerintahan dari Unhas, Andi Lukman Irwan tak menampik usulan menghilangkan hak pilih ASN bisa dipertimbangkan. Namun menurutnya, kebijakan itu tentu tak akan mudah direalisasikan sebab sarat kepentingan di Senayan.

"Kebijakan bahwa ASN tidak dipilih atau memilih, memang akan menjadi terobosan dan butuh keberanian mengubah undang-undang di DPR. Ini berbicara mesin elektoral dan relasi ASN adalah patron," ungkapnya.

"Tapi tentu ini menjadi harapan ke DPR. Apakah DPR betul-betul punya terobosan terhadap ASN yang mampu menempatkan posisinya sama dengan anggota TNI Polri dan aktif, yang tidak bisa memilih," sambungnya.

Akademisi Unhas ini menyarankan Bawaslu agar mencermati seleksi dan mutasi kepala dinas, camat hingga lurah jelang Pilkada 2024. Andi Lukman bilang, Bawaslu bisa memberikan informasi jika ada ASN yang melanggar netralitas, namun akan dilantik oleh kepala daerah.

"Bawaslu bisa memberikan penyampaian ke KASN, bahwa yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran netralitas, harap dipertimbangkan untuk disetujui. Karena Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) tidak bisa melantik kalau tidak ada persetujuan KASN," jelasnya.

"Nah pertanyaannya sekarang, apakah Bawaslu berani atau tidak melaporkan itu. Ini kan supaya ada efek jera untuk ASN kita," kunci Andi Lukman.

Ketua Bawaslu Makassar, Dede Arwinsyah mengungkapkan pihaknya telah melakukan pencegahan netralitas ASN dan TNI/Polri di Pilkada dengan menyebarkan surat imbauan kepada seluruh instansi terkait.

"Memang sekarang, kita tidak bisa panggil untuk mintai klarifikasi jika ada dugaan pelanggaran netralitas ASN, karena belum ada penetapan," jelas Dede.

"Tapi jika sudah ada informasi awal, maka kami akan melakukan penelusuran terkait kasus tersebut. Dan jika terbukti, maka kami akan sampaikan ke KASN. Nanti KASN yang melakukan klarifikasi," kuncinya.
(UMI)
Berita Terkait
Berita Terbaru